Saturday, April 4, 2020

Tatacara Aqiqah dan Doanya Lengkap

Tatacara Aqiqah dan Doanya Lengkap


Pengertian dan Tujuan aqiqah

Sahabat syariatkita, sebagaimana kita ketahui aqiqah adalah melakukan penyembelihan hewan (kambing), pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak; baik laki-laki maupun perempuan. Prosesi aqiqah yang maklum terjadi di masyarakat adalah dibarengi dengan memotong rambut sang bayi, menimbang potongan rambut tersbut lalu bersedekah dengan kurs emas seberat rambut yang dipotong tadi.

Dari sudut pandang etimologi aqiqah berasal dari bahasa Arab yaitu “aqqa” yang memiliki arti:
  1. Mencukur atau membelah
  2. Rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sewaktu dilahirkan

Adapun pengertian aqiqah secara istilah adalah mencukur rambut bayi pada hari ketuju pasca kelahiran, diikuti dengan memberi nama, dan menyembelih hewan. Dalam hal ini, perhitungan tujuh hari kelahiran yaitu tidak mengecualikan hari pertama bayi yang lahir tersebut.

Sejarah dan Tradisi Aqiqah

Menurut Buraidah, asal muasal dilakukannya aqiqah yaitu sudah terjadi jauh sebelum islam mensyariatkannya. Di masa Jahiliyah bila ada seorang anak laki-laki yang lahir, mereka menyembelih seekor kambing, mencukur rambut dan melumuri kepalanya dengan darah hewan yang disembelih. Ibnus Sakan menyebutkan bahwa pelumurah darah hewan yang disembelih tersebut dilumurkan atau diusapkan di atas kepala (ubun-ubun) si bayi dengan menggunakan kapas.

tatacara aqiqah dan doanya lengkap


Setelah Islam datang, maka kebiasaan melumurkan darah ini diganti dengan melumurkan air bunga (air putih yang telah diberi bunga mawar) di sekitar kepala bayi dan atau dengan memberikan wangi-wangian seperti minyak kasturi (parfum).

Dasar Diperintahkannya Aqiqah

Dasar hukum syariat Islam memerintahkan aqiqah yaitu sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Tirmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah. Dimana Rasulullah SAW bersabda:

وَعَنْ سَمُرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ : (كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِ ويُحلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى) (رواه ابو دود, ترمذي, نسائ وابن مجه)  

“Dari Samurah, katanya: “Telah bersabda Rasulullah saw.:”Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberikan nama”. (HR. Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Dalam hadis lain, Sayyidah Aisyah RA meriwayatkan:

عَقَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ يَوْمَ السَّابِعِ مِنْ وِلَادَتِهِمَا (اخرجه البيهقى)

“Rasulullah saw. pernah membuat aqiqah untuk Hasan dan Husain pada hari ketujuh dari kelahirannya”. (HR. Baihaqi)

Makna hadis “setiap anak tergadai dengan aqiqahnya”, sebagaimana di atas mengandung pengertian bahwa seseorang yang meninggal dunia dan belum diaqiqahkan, maka ia kelak tidak dapat memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya. Hal tersebut dikarenakan bahwa diantara faidah yang terkandung dalam aqiqah adalah bahwasanya anak yang dilahirkan laksana “barang gadai”. 

Barang yang tergadaikan tersenbut tentunya belum dapat dimiliki sebelum dilakukan penebusan. Dalam hal ini penebusan anak yang dilahirkan adalah dengan cara menunaikan aqigah. Hal tersebut sebagaimana dalam hadis yang telah disebutkan di atas.

Hukum Aqiqah

Mengenai dasar hukum pelaksanaan aqiqah, para fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengatakan wajib, sunah, dan ada yang mengatakan mubah.

Pendapat yang menyatakan, bahwa aqiqah itu wajib

Adapun pendapat yang mengatakan wajibnya melaksanakan aqiqah yaitu dipelopori oleh kalangan ulama seperti; Imam Hasan Al-Bashri dan Al-Laits Ibn Sa’ad. Mereka melandasi pendapat mereka yaitu dari hadis yang diriwayatkan oleh Muraidaah dan Ishaq bin Ruhawiah sebagai berikut:

أَنَّ النَّاسَ يُعْرَضُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى الْعَقِيْقَةِ كَمَا يُعْرَضُوْنَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ

“Sesungguhnya manusia itu pada hari kiamat akan dimintakan pertanggungjawabannya atas aqiqahnya seperti halnya pertanggungjawaban atas shalat lima waktu”.

Mereka juga mendasarkan pendapatnya pada hadis Nabi SAW.:

الغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ ويُحلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى (رواه الترمذى)

“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberikan nama”

Kata-kata sebagaimana “terhadaikan” sebagaimana di atas yang mengandung arti bahwa anak tidak bisa memberikan syafa’at kepada kedua orang tuanya sebelum diaqiqahi, maka hal ini menjadikan penguat bagi mereka tentang wajibnya aqiqah.

Pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah itu sunah

Pendapat yang menyatahan sunahnya pelaksanakan aqiqah didominasi oleh mayoritas ulama, seperti Imam As-Syafi’i, Imam Maliki, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ibnu Ishaq, dan mayoritas penduduk Madinah.

Mereka menyanggah kewajiban pelaksanaan aqiqah dengan argumen:
  • Sabda Rasulullah SAW tentang aqiqah sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di atas tidaklam menunjukkan kewajiban, melainkan sunah muakkad (sangat dianjurkan)
  • Jika hukum aqiqah itu wajib, maka pastinya kewajiban tersebut akan dinyatakan secara tegas dalam syariat Islam. Sebab, suatu kewajiban pastinya akan menjadi tuntutan bagi umat Islam secara keseluruhan. Dan tentunya Rasulullah SAW  akan menjelaskan wajib tersebut disertai dengan suatu keterangan yang diperkuat oleh hujjah yang nyata.
  • Rasulullah SAW dalam pelaksanaan aqiqah mengaitkan dengan rasa suka cita dari orang-orang yang melakukannya. Yaitu sebagai ungkapan rasa syukur setelah dikaruniai anak dan lahir dengan selamat ke muka bumi ini. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW.:


مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يُنْسَكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ (اخرجه ملك)

“Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya”.

Pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah adalah mubah (boleh)

Pendapat ini yaitu dipelopori oleh aliran fiqih Madzhab Imam Abu Hanafiah. Dimana Rasulullah SAW pernah ditanya oleh sahabat tentang hukum aqiqah dan beliau bersabda:

لاَ اُحِبُّ الْعُقُوْقَ

“Aku tidak menyukai aqiqah-aqiqah itu”.

Secara tekstual hadis sebagaimana di atas justru menyebutkan larangan (haram) nya melaksanakan aqiqah. Akan tetapi setelah dilakukan penelitian makna hadis ini bukan larangan untuk beraqiqah, melainkan seolah-olah sebutan itu (aqiqah) kurang disukai (karena dianggap kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Arab pada masa Jahiliyah atau sebelum datangnya ajaran Islam). Jadi, makna hadis ini bukan berarti tidak boleh untuk beraqiqah, melainkan dan tetap didiperbolehkan bagi yang ingin berakikah. Hal tersebut diperkuat oleh hadis lain sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Pelaksanaan aqiqah

Secara berurutan pelaksanaan aqiqah itu setidaknya meliputi kegiatas; mencukur rambut sang bayi, menyembelih kambing hingga menyedekahkan daqingnya, dan memberi nama. Adapun urutan tatacara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Mencukur rambut

Mencukur rambut bayi sebaiknya dilakukan di hadapan sanak keluarga agar mengetahui dan menjadi saksi. Boleh dilakukan oleh orang tuanya sendiri atau jika tidak mampu, bisa diwakilkan kepada ahlinya. 

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencukur rambut bayi adalah:
  1. Diawali dengan membaca basmalah
  2. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri
  3. Dicukur bersih (gundul), tidak boleh ada bagian yang disisakan, sehingga kelihatan belang-belang. 
  4. Tidak boleh mencukur bagian tengah kepalanya dan membiarkan bagian lainnya. Tidak boleh mencukur sekeliling kepada dan membiarkan yang di bagian tengahnya, seperti: jambul, atau tidak boleh mencukur bagian depan dari kepala dan membiarkan bagian belakangnya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW menginginkan seorang muslim bisa tampil di tengah-tengah masyarakat dengan penampilan yang layak. 


Adapun jika orang sang bayi memiliki keyakinan bahwa rambut bayi yang dibawa sejak lahir itu baik, maka boleh saja ia tidak mencukurnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan cukur rambut bayi ini terdapat dua pilihan; yaitu antara mencukur keseluruhan rambut bayinya atau membiarkan seluruhnya (tidak memotong sama sekali).

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:

أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلِّمَ رَأَى صَبِيًّا قَدْ حُلِقَ بَعْضُ رَأْسِهِ وَتُرِكَ بَعْضُهُ فَنَهَاهُمْ عَنْ ذلِكَ وَقَالَ: اِحْلَقُوْا كُلَّهُ اَوْ ذَرُوْا كُلَّهُ (رواه احمد وابو داود والنسائى)

“Nabi saw. melihat seorang bayi laki-laki dicukur sebagian kepalanya dan ditinggalkan sebagian lainnya. Maka beliau melarang mereka melakukan hal itu dan bersabda: “(cukurlah olehmu atau tinggalkanlah seluruhnya)”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i)

          5. Rambut hasil cukuran tersebut selanjutnya ditimbang dan jumlah beratnya timbangan                          tersebut dikonversikan dengan harga emas atau perak, kemudian disedekahkan kepada fakir                 miskin.


Menyembelih kambing 

Persyaratan hewan yang digunakan untuk aqiqah adalah seperti halnya persyaratan hewan yang digunakan untuk qurban. Begitu pula dalam penyembelih hewan untuk aqiqah, harus dilakukan sesuai dengan cara yang telah ditetapkan oleh syariat. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

اِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا اْلقِتْلَةَ. وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ وَاْليُحِدَّ اَحَدَكُمْ شَفْرَتَهُ وَلَيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ (رواه مسلم)

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan cara yang baik kepada tiap-tiap segala sesuatu. Maka apabila kamu mmebunuh, hendaknya kamu membunuhnya dengan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih hendaklah kamu menyembelihnya dengan cara yang baik dan hendaknya ia memudahkan (kematian) binatang sembelihan”. (HR. Muslim)

Tatacara Penyembelihan Hewan Aqiqah
Secara lebih terurai, cara menyebelih hewan untuk aqiqah adalah sebagai berikut:
  1. Mengasah pisau hingga benar-benar tajam
  2. Mengikat hewan dengan tali, agar ketika disembelih hewan tidak bebas bergerak sehingga bisa menyulitkan penyembelihan
  3. Membaringkan hewan dengan lambung kiri menempel ke tanah sehingga tangan kiri orang yang menyembelih berada di sebelah kepala hewan dan kepala hewan ada di selatan.
  4. Penyembelih menghadap kiblat
  5. Membaca do’a Aqiqah:


بِسْمِ الله, اللهُ اَكْبَرُ, هذِهِ الْعَقِيْقَةُ مِنْكَ وَاِلَيْكَ تَقَبَّلْ عَقِيْقَةَ ...

“Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, aqiqah ini adalah karunia-Mu dan aku kembalikan kepada-Mu, Ya Allah, ini aqiqah … (sebut nama anak yang diaqiqahi), maka terimalah”

Jika penyembelihan dilakukan tanpa menyebut nama Allah, maka dagingnya haram dimakan. Allah SWT. berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ .... (المائدة: ۳)

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain ALlah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. (QS. al-Maidah: 3)

      6. Pisau ditekan dengan kuat ke leher hewan, hingga saluran pernapasan dan saluran makanan                benar-benar putus.
      7. Penyembelihan bisa dilakukan sendiri atau boleh juga diwakilkan kepada orang lain.
      8. Orang yang hendak menyembelih adalah orang Islam, dan berakal sehat. Penyembelihan                      dianggap tidak sah jika dilakukan oleh orang musyrik, dan penyembah berhala.
      9. Umur hewan aqiqah yang disembelih adalah sesuai dengan yang diperintahkan, sehat dan                    tidak cacat.

Mensedekahkan Daqing Aqiqah

Mengenai hal ini, daging aqiqah sebagian boleh dimakan sendiri oleh yang punya hajat (tidak melebihi sepertiga), dan sebagian disedekahkan kepada fakir miskin. 

Daging sedekah daging aqiqah ini, lebih diutamakan yaitu dimasak terlebih dahulu dan tidak diberikan dalam keadaan mentah. Hal ini berbalik dengan pembagian daqing qurban yang sunah diberikan dalam keadaan mentah. Tujuan sedekah ini yaitu untuk mempermudah para fakir miskin dalam menikmatinya.

Apabila bayi yang dilahirkan lewat pertolongan bidan hendaklah paha kanan (dari pangkal paha sampai telapak kaki) kambing aqiqah, dihadiahkan kepada bidan dalam keadaan belum dimasak. Hal ini juga dilakukan Rasulullah dengan menyuruh Fatimah mengirimkan paha kanan kepada bidan yang membantunya dalam proses persalinan.

Memberi Nama Bayi

Sebelum bayi lahir ke muka bumi, biasanya orang tua telah menyediakan nama yang terbaik bagi putra-putrinya. Hal ini dikarenakan nama bisa berfungsi sebagai doa (at-tafa’ul). Oleh karena itu disunahkan memberikan nama yang terbaik.

Adapun nama terbaik yang disunahkan oleh syariat adalah nama yang mengandung penghambaan seperti; Abdullah, Abdurrahman dan lain sebagainya. Selain itu disunahkan nama yang mengandung pujian seperti Muhammad atau Ahmad dan lain sebagainya. Kendati demikian yang perlu diperhatikan dalam pemberian nama adalah, jauhilah pemberian nama yang mengandung unsur kesyirikan dan nama nama yang khobits (jelek).

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ ابَائِكُمْ فَحَسِّنُوْا اَسْمَائَكُمْ.(وراه مسلم)

“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka baguskanlah nama-namamu”. (HR. Muslim)

Hal-hal yang dilakukan ketika pemberian nama sang bayi
Sebelum memberikan nama kepada anak, terlebih dahulu orang tua agar melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Membaca Surah Yusuf ayat 64 sebanyak tiga kali:

... فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (يوسف: ٦٤)

“Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”. (QS. Yusuf: 64)

2. Membaca surah al-Hijr ayat 17 sebanyak tiga kali:

وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (الهجر: ۱٧)

Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk. (QS. Al-Hijr: 17)

3. Membaca surah Al-Mukminun ayat 12-14 sebanyak satu kali:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(۱۲)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(۱۳)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ(۱٤) (المؤمنون: ۱۲-۱٤)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. Al-Mukminun: 12-14)

Ayat-ayat tersebut dibaca di depan anak yang diaqiqahi. Setelah itu orang tua atau wakilnya yang hendak memberi nama memegang kepala bayi sambil mengucapkan:

سَمَّيْتُكَ بِمَا سَمَّاكَ الله ﺑ ...

“Kunamakan engkau sebagaimana Allah menamaimu dengan nama … (sebutkan nama sang bayi)”

Selanjutnya sembari melepaskan tangan dari kepala sang bayi sembari membaca surah Al-Fatihah sekali, kemudian ditutup dengan membaca doa sebagai berikut:

اَللّهُمَّ اِنْشَأْهُ نَشْأَةً صَالِحَةً وَأَحِيْهِ حَيَاةً طَيِّبَةً وَاَسْعَدْهُ سَعَادَةً الْحُسْنَى وَجْعَلْهُ بَارًا لِوَالِدَيْهِ غَيْرَ عَاقٍ لَهُمَا وَاجْعَلْهُ مِنَ الصَّالِحِيْنَ الْعَارِفِيْنَ اْلعَامِلِيْنَ وَكُفَّهُ شَرَّ نَظْرَةِ الْعَيْنِ وَالْحَاسِدِيْنَ وَأَعِذْهُ عَنْ خَلْقِكَ اَجْمَعِيْنَ وَلاَ تُوَجِّهْهُ إِلاَّ لِوَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَاغْفِرْ لِوَالِدَيْهِ أَجْمَعِيْنَ يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

“Ya Allah, jadikanlah ia anak yang shaleh. Hidupkan dia dengan kehidupan yang baik. Bahagiakanlah dia dengan kebahagiaan yang baik. Jadikanlah ia berbuat yang baik (berbakti) kepada ibu bapaknya, tidak durhaka kepadanya. Jadikanlah ia termasuk golongan orang-orang yang shaleh, arif, bijaksana, dan orang-orang yang beramal. Peliharalah ia dari kejahatan pandangan mata dan orang-orang yang dengki. Lindungilah dia dari semua makhlukmu. Janganlah Engkau jadikan hajatnya selain ke wajah-Mu yang mulia dan ampunilah dosa kedua ibu bapaknya. Semuanya, wahai Tuhan Yang memiliki sekalian alam”.

Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:



Reff:
Al-Baijuri, Ibrahim, TT. Al-Baijuri; Syarah abi Syuja’. Darul Kutub Al-Islami J.2
Asrosi, Achmad Ma’ruf, 1998. Khitan dan aqiqah, Surabaya: Al-Miftah
Basyar, Ibnu, 2005. Tuntunan Aqiqah, Jakarta: Gema Insani
Hasbi ash-Shiddieqy, Teungku 2004. Tuntunan Qurban dan Aqiqah, Semarang: Pustaka Rizki Putra



0 Komentar:

Post a Comment

Blog Archive

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content