Sunday, April 5, 2020

Hikmah Puasa

Pembahasan Hikmah Puasa Lengkap 


Sahabat syariatkita, salah satu ibadah yang paling spesial antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah puasa. Bagaimana tidak, karena puasa adalah ibadah yang sama sekali tidak bisa dicampuradukkan dengan hal lain. Jikalau sesorang melakukan sedekah, haji, bahkan sholat atau ibadah lain, maka tidak menutup kemungkinan ibadah-ibadah tersebut dilandasi atau dapat tercampur dengan riya’; yaitu agar ibadahnya dilihat dan dipuji oleh orang lain. 

Akan tetapi sangat berbeda dengan puasa, di tengah siang yang terik, tenggorokan kering, rasa haus dan dahaga menghampiri tubuh kita, kita sama sekali tidak tergoda olehnya. Padahal manakala kita masuk ke dalam bilik kecil saja, atau kita masuk ke dalam kamar, kita makan di sana, kita minum sekehendak kita niscaya tidak ada seorang-pun yang mengetahuinya. Akan tetapi hal tersebut tidak kita lakukan. Kita tetap menanti berkumandangnya adzan maghrib, baru kita makan dan minum. 

Oleh kerana itu ibadah puasa hanyalah untuk Allah Subhanahu Wata’ala semata, sehingga disebutkan dalam hadis:

اَلصَّوْمُ لِيْ, وَاَنَا أَجْزِيْ بِهِ

“Puasa itu hanya untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya”

Sehingga sangatlah rugi bukan? Manakala kita tidak menjadikan puasa ini sebagai ibadah spesial dalam kehidupan kita. Lantas bagaimana caranya menjadikan puasa sebagai ibadah spesial? Sudah barang tentu jawabannya adalah dengan cara mengetahui apa itu puasa, bagaimana syarat dan rukunnya, bagaimana ketentuannya, apa saja yang dapat membetalkan puasa dan membatalkan pahalanya. 

hikmah puasa


Temukan jawabanya dalam artikel ini, karena kami akan mengupasnya dengan detil untuk Anda, pemirsa dan pengunjung setia web syariatkita. Semoga Allah meridhoi segala langkah kita, memudahkan dalam segala urusan dan perkara kita di dunia, menjauhkan dari segala marabahaya, dan tentunya memberikan kefahaman kita dalam menjalankan ibadah puasa, sehingga kita termasuk dalam kategori “Al-Muttaqin” yang mana hal tersebut adalah tujuan utama puasa.

Pengertian Puasa

Puasa dari sudut pandang etimologi, memiliki arti menahan dari segala sesuatu. Pengertian ini bermakna mutlak, artinya apapun (tanpa batasan) yang mengandung pengertian menahan dari sesuatu maka dapat diartikan “puasa”. 

Dengan demikian, ketika ada seseorang yang menahan diri dari perkataan (berhenti dari berkata-kata) dan menahan diri dari makanan, sehingga orang tersebut sama sekali tidak makan dan minum, maka dari sudut pandang etimologi berarti orang tersebut adalah “orang yang berpuasa”. Hal tersebut sebagaimana dalam Al-Qur’an:

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini.” (Q.S. Maryam: 26)

Dari ayat di atas telah jelas bahwa makna puasa sangatlah umum, karena puasa dapat dapat pula mencakup makna berdiam diri dari berkata-kata. 

Sedangkan makna puasa dalam terminologi syariat, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa selama seharian penuh, dimulai dari terbitnya fajar shadiq, sampai dengan terbenamnya matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. 

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai [datang] malam, [tetapi] janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa)." (Q.S. Al-Baqarah: 187)

Dari ayat di atas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa puasa secara terminologi mengajarkan seorang hamba agar hanya kepada Allah saja memurnikan puasa yang ia lakukan. Hal ini tercermin pada redaksi ayat yang menyebutkan yaitu bahwa selama menjalankan ibadah puasa pasangan suami istri tidak diperbolehkan berhubungan intim pada waktu siang hari. Akan tetapi, manakala matahari telah terbenam dan masuk waktu berbuka, maka pasangan suami istri kembali diperbolehkan atau dihalalkan untuk berhubungan intim. 

Ayat di atas juga menunjukkan tanda kebesaran dan sekaligus kemurahan Allah SWT kepada umat-Nya. Ketentuan Allah SWT ini dimaksudkan untuk melatih umat muslim dalam menahan nafsunya, ketika umat muslim dapat mematuhi dan menjalankan perintah Allah ini, maka akan sempurnalah puasa mereka.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil pengertian bahwa ketika seseorang mengerjakan puasa, maka hendaklan ia menjaga seluruh anggota tubuhnya seperti; telinga, mata, lidah, tangan, kaki, dan anggota tubuh yang lainnya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. 

Dengan demikian, agar kita mendapat derajat “orang yang bertakwa”, maka dalam berpuasa kita tidak hanya diperintahkan menahan diri dari makan atau minum saja, akan tetapi semaksimal mungkin kita harus dapat mengendalikan seluruh anggota tubuh kita dari perbuatan dosa dan perbuatan-perbuatan lain yang dapat menjauhkan diri dengan Allah SWT.

Dasar Hukum Puasa

Al-Qur’an

Sebagaimana disebutkan di atas, puasa merupakan ibadah yang sangat spesial antara hamba dengan Rab-nya. Predikat istimewa inilah yang sejatinya merupakan maqosidus-syariat (tujuan Allah SWT) menciptakan hambanya; yaitu agar menjadi insan yang bertakwa.

Nampaknya takwa jualah yang menjadi dasar hukum dan landasan diwajibkannya berpuasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam Surah Al-Baqarah: 183 sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. al-Baqarah: 183)

Hadis

Adapun dasar hukum puasa yang bersumber dari hadis, yaitu sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda:

بُِنيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمسِ:شهادة ان لااله الاالله وان محمدارسول الله،واقام الصلاة، وايتاء الزكاة،وحج البيت،وصوم رمضان .(رواه البخارى)

“Islam ditegakkan atas lima dasar, yaitu: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwasanya muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan Ramadhan”. (Bukhari, 1992: 10).

Berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis, maka jelaslah bagi kita bahwa hukum manjalankan puasa Ramadhan adalah wajib; yaitu bagi setiap orang muslim yang sudah mukallaf (baca ketentuan mukallaf di sini). Kewajiban tersebut tentunya harus dijalankan sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariat.

Oleh karenanya, setiap orang yang sudah mukallaf manakala mengingkari wajibnya menjalankan puasa maka ia dihukufi fasiq. Adapun keterangan syarat dan rukun puasa akan kami terangkan di bawah ini. 

Syarat dan Rukun Puasa

Dalam hal ini syarat puasa dapat dibagi menjadi 2; yaitu syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib mengandung pengertian bahwa, seseorang wajib menjalankan puasa manakala memenuji kriteria yang disebutkan dalam syarat ini. Sedangkan syarat sah puasa mengandung pengertian bahwa sah tidaknya seseorang menjalankan puasa haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan ini. 

Adapun syarat wajib dan syarat sah puasa dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Syarat wajib puasa

 Islam; 
Pengertian Islam disini mengandung arti bahwa kewajiban puasa hanyalah diperuntukkan dan diwajibkan oleh Allah SWT untuk orang-orang muslim. Adapun orang-orang non-muslim hukumnya tidak wajib menjalankan puasa. Akan tetapi kelak di akhirat ia akan disiksa oleh Allah SWT dengan 2 macam siksa; yaitu siksa karena dosa syirik atau mempersekutukan Allah SWT dengan yang lain dan disiksa karena dosa tidak menjalankan puasa. 

Berakal; 
Dengan demikian orang yang tidak memiliki akal sehat seperti orang-orang gila dan atau orang yang dalam kondisi pingsan atau menderita penyakit ayan juga tidak berkewajiban menjalankan puasa.

Baligh; 
Yaitu orang yang telah genap berusia 15 tahun (bagi laki-laki) atau telah memiliki tanda-tanda baligh yang lain, seperti keluar mani dengan sebab bermimpi bagi laki-laki. Adapun bagi wanita yaitu telah berumur 9 tahun atau sudah memgalami haid atau datang bulan. 

Mampu berpuasa;
Orang yang secara fisik lemah karena usianya sudah tua atau sakit-sakitan yang dapat manakala melakukan puasa akan mangakibatkan kemudharatan pada dirinya dengan sebab berpuasa, maka tidak diwajibkan baginya berpuasa (Hasan, 2001: 2-3).

2. Syarat sah puasa

Adapun syarat sah puasa adalah:

Islam
Dalam hal ini, puasa yang dilakukan oleh orang non-muslim maka sudah pasti tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah SWT

Tamzis
Yaitu dapat membedakan hal yang baik dengan hal yang buruk.

Suci dari haid dan nifas 
Dalam hal ini wanita yan datang bulan dan atau sehabis melahirkan maka puasanya tidak sah

Dikerjakan pada waktunya
Maksudnya yaitu mengerjakan puasa pada hari yang telah ditentukan oleh syariat untuk berpuasa. Oleh karena itu, puasa yang dikerjakan di hari-hari yang diharamkan puasa seperti hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan hari tasyrik sudah barang tentu hukumnya tidak sah.

Menjauhkan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa;
Yaitu menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan seksual, serta melakukan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa. Pelaksanaan tersebut yaitu dimulai sejak terbitnya fajar shadiq (waktu imsak), sampai dengan masuknya waktu magrib (terbenamnya matahari)

Rukun Puasa

Rukun puasa ada 2 yaitu niat dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa.

Niat;

Berarti berikrar dan berjanji dalam hati, untuk melaksanakan puasa. Sama dengan ibadah kita lainnya, maka puasa juga harus berniat karena Allah SWT. Niat menjadi salah satu rukun puasa, berdasarkan sabda Nabi:

إنّما الأعمال بالنّيات وإنّما لكلّ امرئ مّانوى. (رواه بخاري) 

"Bahwasanya segala amalan itu tergantung niat, dan hanya setiap manusia memperoleh apa yang diniatkan".

Jenis-jenis Puasa

Dilihat dari segi hukumnya, puasa dapat dikategorikan menjadi 4 bagian; yaitu puasa wajib, puasa sunah, puasa makruh dan puasa yang haram (dilarang). Adapun detil keterangan sebagai berikut:

Puasa Wajib (Fardhu)

Yang masuk kriteria puasa wajib yaitu seperti puasa Ramadhan, puasa kifarot, damn puasa nadzar.

1). Puasa Ramadhan

Sebagaimana disebutkan dalam pembahasan di atas, bahwa kewajiban menjalankan puasa Ramadhan yaitu bagi orang Islam, aqil (berakal normal), dan baligh (masuk usia mukallaf). Puasa ini diwajibkan setiap tahun sekali yaitu di bulan Ramadhan.

2). Puasa Kifarot

Yaitu puasa yang disebabkan karena melanggar atau menerjang sumpah dan larangan Allah SWT. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang melakukan puasa kifarot antara lain:

a.Dengan sengaja berhubungan badan (jima') suami istri.
b.Melakukan larangan ihram selama proses haji.
c.Melakukan sesuatu dan tidak sengaja mengenai orang hingga meninggal
d.Melafalkan kan zhihar, zhihar yaitu menyamakan bagian tubuh istrinya dengan bagian tubuh ibu kandungnya. Seperti perkataan seseorang kepada istrinya, “engkau bagiku laksana punggung ibuku”.

3). Puasa Nadzar

Yaitu janji yang diucapkan oleh seseorang manakala memperoleh sesuatu kebaikan atau apa yang dicita-citakan, ataupun janji yang diucapkan oleh seseorang manakala terhindar dari marabahaya yang mengintainya. Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman:

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)”

4). Puasa Qadha Ramadhan

Puasa qadha Ramadhan adalah puasa yang dilakukan untuk membayar puasa Ramadhan yang tertinggal dikarenakan lupa niat di waktu malam hari (tabyitun niyyat), atau membatalkan puasa karena ada halangan (uzur syar'i) atau sengaja dibatalkannya tanpa alasan yang dapat diterima secara syar'i (agama).

Puasa Sunah
Puasa tathawwu' (sunah) ialah puasa yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, tetapi apabila ditinggalkan tidak berdosa. Adapun macam-macam puasa sunah adalah:
  • Puasa 6 hari bulan Syawal
  • Puasa 10 hari bulan Dzulhijjah (tanggal 1-10 Dzulhijjah)
  • Puasa Asyura (10 Muharram)
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa hari putih (tanggal 13, 14, 15) (Syihab, 1995: 15-21).


Puasa Makruh
Puasa makruh adalah puasa yang lebih utama untuk ditinggalkan, meskipun ketika kita melakukannya tidak mendapatkan dosa. Adapun puasa makruh adalah seperti:
  • Puasa dahr (sepanjang masa atau puasa). Puasa ini yaitu dilakukan setahun penuh kecuali pada hari-hari yang terlarang berpuasa seperti dua hari raya dan hari-hari tasyriq.
  • Menyendirikan (menkhususkan) puasa bulan Rajab, yaitu khusus tanggal 27 Rajab dengan alasan bahwa pada malam sebelumnya Nabi SAW melakukan Isra Mi'raj.
  • Puasa hari Jum'at karena sebagaimana diketahui hari Jum'at adalah Hari Raya Mingguan umat Islam, karena itu kurang pantas berpuasa pada hari itu.
  • Mengkhususkan melakukan puasa hari Sabtu, karena hari Sabtu adalah hari raya pekanan Yahudi atau hari yang diagungkan kaum Yahudi. 


Puasa yang haram

Adapun puasa-puasa yang dilarang oleh syariat seperti:
  • Puasa pada hari raya; yaitu melakukan puasa di dua hari raya, baik hari raya ldul Fitri 1 Syawal maupun hari raya ldul Adha l0 Dzulhijah.
  • Puasa pada hari tasyriq
Hari tasyriq adalah pelengkap bagi hari ldul Adha dan pada hari tersebut disyariatkan menyembelih binatang kurban, hari tasyriq yaitu tanggal ll, 12, dan l3 di bulan Dzulhijjah.
  • Puasa Bid'ah.
  • Puasa khusus 12 Rabi'ul awal yaitu puasa khusus tanggal 12 Rabiul Awal dengan alasan bahwa hari itu kelahiran Nabi SAW.
  • Puasa khusus 27 Rajab yaitu bahwa pada malam sebelumnya Nabi SAW melakukan Isra Mi'raj.
  • Puasa khusus Nisfu Sya'ban yaitu pada niat puasa khusus di hari Nisfu Sya'ban.
  • Puasa sunat yang dapat merugikan orang lain

Puasa sunah bersifat suka rela, sedangkan menunaikan hak kepada ahlinya adalah kewajiban, maka tidaklah benar bagi seorang muslim menelantarkan kewajiban dalam rangka menunaikan anjuran.
  • Puasa yang dilakukan istri tanpa izin suami
  • Puasa sunat yang merugikan kemaslahatan umum


Manfaat Puasa

Puasa selain merupakan ibadah spesial yang dapat menambah ketakwaan seorang hamba dengan Tuhannya, disisi lain puasa juga mempunyai manfaat yang sangat besar. Diantara manfaat tersebut adalah manfaat fisik. Hal tersebut sebagaimana disabdakan oleh baginda Rasulullah SAW:

صوموا تصحوا

“Puasa-lah kalian agar sehat” 

Barang siapa yang menjalankan puasa dengan ikhlas, maka ia akan diberi pahala yang besar oleh Allah SWT. 

Selain manfaat fisik, puasa juga mempunyai manfaat yaitu dari segi psikologis dan  sosial. Diantara manfaat psikologis yang bisa kita rasakan dari puasa yaitu puasa melatih diri kita untuk membiasakan sikap sabar. Ini dikarenakan orang yang berpuasa pastilah akan sabar menunggu untuk tidak makan dan minum sampai dengan masuknya waktu maghrib.

Manfaat secara sosial yaitu dikarenakan puasa merupakan ibadah yang bertujuan membangun ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan demikian orang yang berpuasa dan meraik ketakwaan di sisi Allah SWT, maka bisa dipastikan ia akan dapat membawa pengaruh positif bagi lingkungannya. Ia akan memperlakukan saudaranya sebagaimana ia memperlakukan dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana dalam hadis:

لا يؤمن احدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه


“Iman salah seorang diantara kalian belum sempurna sehingga mencintai saudaranya sebagaimana layaknya ia mencintai dirinya sendiri”

Dampak sosial lain yang merupakan manifestasi keimanan seseorang yaitu orang yang berpuasa maka ia akan menjalankan apa yang diajarkan oleh syariat; eperti bernuat kebauikan, menolong saudara yang membutuhkan, amar makruf nahi munkar.

Dari pemaparan di atas, dapat kita ketahui hikmah puasa ditinjau dari segi kesehatan mental adalah timbulnya rasa solidaritas sosial dan kesetiakawanan sosial. Puasa juga merupakan sarana latihan untuk meningkatkan kekebalan serta kemampuan penyesuaian diri terhadap stres, agar berhasil dalam kehidupan.

Selain hikmah-hikmah puasa yang telah disebutkan di atas, Tengku .M. Hasby Ash-Shiddieqy menerangkan hikmah puasa yaitu:
  1. Untuk menanamkan rasa sayang dan ramah kepada fakir miskin, kepada anak yatim dan kepada orang yang melarat hidupnya
  2. Untuk membiasakan diri dan jiwa memelihara amanat, karena puasa adalah suatu amalan Allah yang berat dan sukar. Maka apabila dapat memelihara amanat Allah dengan sempurna terdidiklah untuk memelihara segala amanat yang dipertaruhkan.
  3. Untuk menyuburkan dalam jiwa kekuatan menderita bila terpaksa menderita dan untuk menguatkan iradat, atau kehendak dan untuk meneguhkan azimah atau keinginan dan kemauan.


Sekian semoga bermanfaat. Mungkin Adna tertarik dengan artikel yang lain



Reff:
Jaziri, Abdurrahman, 2003. Kitab Fikih; ‘Madzahab 4, Beirut: Dewasa
Ash-Shiddieqy, Hasby, 2000. Pedoman Puasa, Semarang: Pustaka Rizki Putra



0 Komentar:

Post a Comment

Blog Archive

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content