Friday, April 10, 2020

Tata Cara Berwudhu Yang Benar

Tata Cara Berwudhu Yang Benar


Landasan Berwudhu Sesuai Syariat

Sahabat Syariatkita, kembali lagi kita bertemu dalam pembahasan artikel akhirat. Widih artikel akhirat katanya??? Memang benar lah sob, bagaiman atidak perbincangan mengenai masalah yang dapat mengantarkan kita pada baiknya beribadah apaan coba kalau kagak dinamakan akhirat? Benar kan..???

tata cara berwudhu yang benar


Okelah sahabat, langsung saja mungkin kita sebagai seorang muslim kadang pernah nyadar kagak bahwa ternyata ibadah yang kita lakukan masih ada kurangnya, artinya masih belum sempurna? Maklumlah semua orang saya rasa pasti demikian, oleh karena itu Islam mengajarkan kita menuntut ilmu tidak hanya terbatas waktu kanak-kanak remaja atau dewasa saja akan tetapi menuntut ilmu ternyata tidak ada batasannya lho.. Mau tahu hadisnya, ini nih:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ

"Mencari ilmu itu hukumnya adalah wajib, baik bagi laki-laki atau perempuan mulai dari buaian hingga liang lahat"

Jelas belum sahabat, jadi batasan mencari ilmu ternyata sampai liang lahat. Artinya selama hayat masih dikandung badan (kayak lagu aja ya sob) kita masih berkewajiban untuk menuntut ilmu. Ini tentunya bukan tanpa alasan. Karena Ibnu Ruslan mengatakan:

وَمَنْ بِغَيْرِ عْلْمٍ يَعْمَلُ اَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لَا تُقْبَلُ 

"Barangsiapa yang beramal tanpa dilandasi dengan ilmu maka amalnya tertolak dan tidak diterima"

Oleh karena itu، wudhu yang merupakan hal terpenting yang merupakan syarat diterimanya ibadah harus benar-benar kita perhatikan agar ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah Subhanahu Wata'ala.

Bisa kita bayangkan sob, jikalau kita solat wudhunya tidak sah apakah solat kita diterima oleh Allah? tentunya secara syariat bagi orang yang memungkinkan belajar mengenai hukum agama, ada waktu luang akan tetapi ia sembrono dan tidak mau belajar masalah wudhu maka bisa dipastikan solatnya tidak sah. Lain halnya jikalau kita baru mengenal Islam, atau kebetulan lingkungan sekitar kita penuh dengan orang awam, maka tuntutan kita menjalankan agama tentunya hanya pada batas yang kita tahu saja, tidak terkecuali dalam masalah wudhu.

==> Baca Juga: 

Sahabat, kabar gembiranya dalam artikel kali ini akan kami ulas cara yang berwudhu yang benar sesuai dengan tuntunan syariat. Apasajakah itu? Simak dengan baik ya sahabat agar kita tidak ketinggalan informasinya. Akan tetapi sebelumnya perlu kita jelaskan syarat dan rukun wudhu.

Syarat Wudhu

Syarat wudhu adalah hal yang harus dipenuhi bagi orang yang hendak melakukan wudhu, sebelum wudhu dilakukan. Artinya bagi orang yang hendak berwudhu maka harus terlebih dahulu memiliki atau memenuhi syarat dimaksud. Adapun syarat-syarat wudhu adalah:


  1. Islam, wudhu tentunya tidak sah jikalau dilakukan oleh orang non-muslim
  2. Menggunakan air yang suci dan mensucikan (Baca: air yang dapat digunakan untuk bersuci), dan bukan air merupakan air hasil mencuri atau ghosob (menggunakan milik orang lain tanpa meminta ijin terlebih dahulu).
  3. Menghilangkan najis yang menempel pada anggota wudhu. Ini dikarenakan manakala ada najis yang masih menempel pada anggota wudhu tentunya seluruh anggota lain akan ikut menjadi najis manakala tidak dihilangkan atau dibersihkan terlebih dahulu.
Ketiga syarat itulah minimal yang harus dipenuhi bagi orang yang hendak melakukakan wudhu. Manakala ketiga hal tersebut sudah terpenuhi maka wudhu sudah bisa dilaksanakan.

Dalam kondisi tertentu, misalnya pada orang yang mengidap yang dalam fikihnya disebut dengan "Tsulusul baul" atau orang jawa menyebut meseren, yaitu penyakit dimana orang tersebut tidak bisa menahan untuk tidak kencing terlalu lama, artinya sedikit-sedikit atau sebentar-sebentar ia buang air kecil, maka kondisi orang yang demikian disyaratkan jikalau hendak melakukan wudhu harus sudah memasuki waktu sholat. Artinya jika waktu sholat sudah masuk maka ia baru diperkenankan melakukan wudhu.

==> Baca Artikel Juga: Dasar Hukum dakwah, Tujuan Dakwah Islamiyah, Cara Menggunakan Siwak

Rukun Wudhu

Rukun wudhu merupakan lanjutan dari apa yang telah dilengkapi dalam syarat wudhu. Artinya manakala seseorang hendak melakukan wudhu dan sudah memenuhi semua syarat yang terdapat dalam wudhu, maka tahapan selanjutnya adalah orang tersebut akan mengerjakan rukun wudhu. Atau dengan kata lain rukun wudhu adalah tata urutan kewajiban yang harus dikerjakan dalam wudhu itu sendiri.

Dalam hal ini, istilah yang populer untuk menyebutkan rukun wudhu adalah fardhu, artinya kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang mutawadhi' atau orang yang berwudhu agar sudhunya menjadi sah.

Adapun kewajiban atau fardhunya wudlu dapat dijelaskan sebagai berikut:


  1. Niat
  2. Membasuh muka
  3. Membasuh kedua tangan
  4. Mengusap sebagian rambut kepala
  5. Membasuh kedua kaki
  6. Berurutan

Tata cara berwudhu sesuai dengan syariat

Dari fardhu wudhu sebagaimana di atas, selanjutnya agar kita lebih mengenal lebih dalam bagaimana syariat mengajarkan kita dalam cara berwudhu ini, berikut kami jelaskan detil masing-masing  sebagai berikut:

1. Niat

Niat merupakan elemen penting bahkan justru terpenting dalam masalah ibadah, dimana kedudukan niat menempati posisi teratas dalam penentuan sahnya ibadah. Bisa saya contohkan, orang yang hendak melakukna sedekah atau berangkat ke suatu majlis pengajian atau majlis dzikir yang lain kebetulan ada suatu hal yang membuatnya tidak jadi berangkat, aka ntetapi dalam hatinya orang tersebut telah niat menghadiri majlis maka orang tersebut telah diberikan pahala kebaikan melalui niatnya tersebut.

Contoh lain, orang yang hendak dalam bulan ramadhan lupa tidak melakukan niat di malam harinya maka puasa orang tersebut tidak dianggap sah menurut syariat dan orang tersebut wajib mengqodho atau mengganti di hari yang lain setelah bulan ramadhan selesai.

Kendatipun demikian orang tersebut di siang harinya tetap tidak boleh makan dan minum, artinya ai wajib menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa meskipun puasanya tidak sah. Hal ini dikarenakan daintara syarat puasa yaitu ada istilahnya "tabyitun niyat" atau meletakkan niat puas aramadhan pada malam hari atau sebelum waktu fajar.

Sehingga dalam hadis disebutkan:

اِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِاالنِّيَّاتِ..... الحديث أوكما قال

"Sesungguhnya sahnya perbuatan itu bergantung pada niatnya"

Oleh karena itu sahabat, sudah seyogyanya kita menata niat kita agar ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu Wata'ala. Amin

Akan tetapi yang menjadi masalah sekarang terutama bagi mubtadi' atau orang yang baru mengenal atau memperdalam agama, kapan kita harus melakukan niat? Dalam hal ini para fuqoha' manjelaskan bahwa niat yaitu diletakkan ketika pertamakali kita mengerjakan ibadah, yang dalam hal ini jikalau kita hendak berwudhu maka niat harus dikerjakan ketika pertama kali kita membasuh muka.

Adapun niat tidak harus dilafalkan dengan lisan, akan tetapi boleh dilakukan di dalam hati. Adapun melafalkan niat hukumnya adalah sunah. Yang berarti jikalau kita mengerjakan itu akan lebih baik karena melafalkan niat akan dapat membawa kita kepada kekhusyukan dalam beribadah.

Adapun lafal niat yang benar adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitul wudhuu'a lirof'il hadatsil ashghori fardhol lillahi ta'ala
"Saya niat melakukan wudhu untuk menghilangkan hadas kecil, fardhu karena Allah" 

2. Membasuh muka

Sembari niat, seorang yang berwudu yaitu melakukan pembasuhan muka. Adapun batasan muka yang wajib dibasuh yaitu mulai dari batas tumbuhnya rambut di kepala sampai ke dagu atau bagian bawah dagu. Sedangkan batas muka dari sisi kanan kiri yaitu telinga, artinya seorang yang berwudhu hendaknya membasuh muka hingga batas telinga.

Perlu diketahui bahwa dalam hal membasuh muka kadang kita tidak terasa justru mengerjakan hal yang dapat membatalkan atau membuat wudhu kita sendiri menjadi tidak sah, seperti menggunakan air mustakmal atau air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadas. Dalam hal ini apabila ada seorang yang sedang melakukan wudhu, maka selagi kita belum yakin akan sahnya basuhan muka maka jangan sampai air basuhan muka yang kedua tau ketika merupakan air mustakmal. Dengan demikian maka tentu air mustakmal atau air yang akan digunakan sebagai basuhan muka menjadi tidak suci jikalau tertetesi atau kejatuhan air mustakmal.

Hal lain yang patut mendapatkan perhatian adalah orang yang memiliki rambut janggut yang cukup tebal, maka agar wudhu yang kita lakukan lebih sempurna, alangkah lebih baiknya manakala kita melakukan tahlil atau yang kita sebut menyela rambut janggut dengan air. Ini bisa kita lakukan sembari kita membasuh muka. Kendatipun demikian, bagi orang yang rambut janggutnya sangat tebal sehingga kulit janggunta tidak terlihat maka ia hanya cukum membawuh rambut yang kelihatan dari luar saja.

3. Membasuk kedua tangan

Batas membasuh kedua tangan yaitu dimulai dari ujung telapak tangan hingga kedua siku. Artinya kesemuanya tersebut wajib kena air. Dalam hal misalnya ada seseorang yang tangannya memiliki rambut yang sangat lebat, atau memiliki jari bercabang (jarinya lebih dari lima), maka kesemuanya wajib pula dibasuh.

Dalam hal ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah, biasanya ada orang yang gemar memelihara kuku sambai panjang sehingga di dalam kuku tersebut terdapat kotoran yang dapat menghalangi sampainya air masuk ke dalam kulut di dalam kuku tersebut, maka sebelum wudhu ia harus membersihkan kotoran yang menempel pada kuku tersebut. Begitu juga manakala ada seseorang yang dalam tanganya terdapat lem yang dapat menghalangi sampainya air masuk kedlaam kulit, maka ia wajib menghilangkan sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air pada kulit tangan tersebut.

4. Mengusap sebagian rambut kepala

Dalam hal ini tidak disyaratkan semua kepala wajib dibasuh atau dibasahi, akan tetapi cukup membasuh beberapa helai ramput saja yang masih dalam batasan kepala. Artinya misalkan ada orang yang rambutnya panjang dan kegemarannya memakai topi atau blangkon hingga menutup kepalanya maka ia boleh membasuk rambutnya yang masih dalam sekitar kepala dan tidak wajib membasuh rambut dalam blangkon tersebut. Dengan catatatan yaitu rambut yang di basuk masih dalam area kepala.

Perlu diingat bahwa dalam membasuh kepala tidak disyaratkan pula air langsung mengenai rambut kepala. Dalam kasus misalnya ada orang yang wudhu mengenakan topi atau penutup kepala, maka ketika ia membasuh kepala cukum membasahui kain atau penutup kepala yang dikenakannya tanpa ia harus melepas penutup kepala tersebut, dengan syarat ia harus yakin bahwa air tersebut tembus dan mengenai rambut yang ada di dalam topi atau kain penutup kepala tersebut.

5. Membasuh kedua kaki

Rukun wudhu selanjutnya adalah membasuh kaki. batas kaki yang dibasuh yaitu minimal harus sampai kedua mata kaki atau di atas kedua mata kaki. Jikalau basuhannya tidak mengenai mata kaki atau membasuhnya tidak sampai pada kedua mata kaki maka jelas wudhunya tidak sah. Sayarat membasuh kedua kaki yaitu sama dengan membasuh kedua tangan seperti tidak ada hal yang dapat menghalangi sampainya air masuk kedalam kulit kaki, kotoran kuku pada jari-jari kaki jug aharus bersih tidak ada kotoran mengendap yang dapat menghalangi masuknya air ke dalam kulit jari kaki, apabila rambut di kulit tebal maka jug aharus dibasahi.

Dalam kondisi dingin atau bagi orang musafir yang mengenakan muzah (semacam sepatu atau kaos kaki panjang yang menutup kaki sampai atas mata kaki), maka ketika berwudhu orang tersebut cukup membasuh muzah yang melekat pada kakinya, dengan catatan apabila muzah tersebut dikenakan setelah selesai wudhu.

Adapun jikalau muzah tersebut dikenakan sebelum wudhu maka wajib dilepas terlebih dahulu baru setelah posisi orang tersebut sudah suci maka barulah muzah tersebut boleh dipakai. Jikalau orang tersebut telah hadas atau telah batal wudhunya, akan tetapi sebelum wudhu ia terlebih dahulu melepas muzah yang dikenakannya, maka dalam kasus ini berlaku hukum sebagaimana orang tersebut pertamakali mengenakan muzah.

Dengan kata lain, orang yang mengenakan muzah ketika melakukan wudhu boleh hanya mengusap muzah tanpa harus melepasnya yaitu manakala: pertama, muzah tersebut dikenakan setelah ia dalam keadaan suci atau berwudhu, kedua, muzah belum dilepas dari kaki ketika hendak berwudhu atau ketika hadas menimpanya.

6. Berurutan

Artinya antara rukun yang satu tidak boleh dikerjakan mendahului rukun yang lain. Sebagai contoh wudhunya seseorang tidak sah manakala ia mendahulukan membasuh kedua tangan sebelum membasuh muka, atau mendahulukan membasuh kaki sebelum membasuh sebagaian rambut kepala. Dengan kata lain tartib atau berurutan yaitu mengerjakan kewajiban wudhu sesuai dengan urutan yang telah kami sebutkan sebagaiman adi atas.



Reff:
Al-Baijuri: Darul Kutub Al-Islamiyah

0 Komentar:

Post a Comment

Blog Archive

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content