HUKUM MENUNTUT ILMU AGAMA, MENGAJARKAN DAN KEUTAMAANNYA
A. HUKUM MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA
1. Hukum Menuntut Ilmu
Apabila kita menelaah isi Al-Qur'an
dan Al-Hadis, niscaya kita akan menemukan beberapa nas yang menjelaskan
kewajiban menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Tujuan diwajibkannya mencari ilmu tiada lain
yaitu agar kita menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan atau
kebodohan.
Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan
jalan bertanya, melihat, ataupun mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat
dalam hadis Nabi Muhammad saw.:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلٰى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ . (رواه ابن عبد البر)
"Menuntut
ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan." (HR. Ibn Abdul Barr)
Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa Islam mewajibkan
pemeluknya untuk menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Dengan
ilmu yang dimilikinya, seseorang dapat mengetahui segala bentuk kemaslahatan
dan jalan kemanfaatan. Dengan ilmu pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil
pelajaran dari pengalaman yang didapati oleh umat terdahulu, baik yang
berhubungan dengan masalah-masalah akidah, ibadah, ataupun yang berhubungan
dengan persoalan keduniaan. Nabi
Muhammad saw. bersabda:
مَنْ
اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ. (متفق عليه)
"Barang siapa
menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat,
wajiblah ia memiliki ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan
kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-keduanya pula."
(HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita untuk menuntut berbagai macam ilmu dunia yang memberi
manfaat dan dapat menuntun kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan dunia. Hal tersebut dimaksudkan agar tiap-tiap muslim tidak picik,
dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat
membawa kemajuan bagi segenap manusia yang ada di dunia ini dalam batasan yang
diridhai oleh Allah swt.
Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat, karena dengan
mengetahuinya kita dapat mengambil dan menghasilkan suatu natijah, yakni
ilmu yang dapat diamalkan sesuai dengan perintah syara'.
Seorang mukallaf wajib menuntut ilmu yang bersifat ‘ain, yaitu pada masalah yang
berkenaan dengan akidah. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui ilmunya, maka
akidah yang melenceng dapat diluruskan. Selain itu, seorang mukallaf juga wajib
menuntut ilmu yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lain seperti salat,
puasa, zakat dan haji. Di samping itu, wajib pula bagi seorang mukallaf
mempelajari ilmu akhlak, yang mana dengannya ia dapat mengetahui adab dan sopan
santun yang harus dilaksanakan, dan tingkah laku buruk yang harus ditinggalkan.
Adapun ilmu lain yang tidak kalah pentingnya dimiliki oleh seorang mukallaf
yaitu ilmu keterampilan, yang dapat menjadi tonggak hidupnya.
Adapun ilmu yang tidak berkaitan dengan aktifitas keseharian, maka yang
wajib dipelajari hanya pada batas yang dibutuhkan saja. Sebagai contoh, seseorang
yang hendak memasuki gapura pernikahan, maka ia wajib mengetahui syarat-syarat
dan rukun-rukunnya serta segala sesuatu yang diharamkan dan dihalalkan dalam
menggauli istrinya.
Sedang ilmu yang wajib kifayah, maka hukum mempelajarinya tidaklah
diwajibkan bagi setiap mukallaf. Kewajiban mempelajarinya gugur apabila salah
satu dari mereka sudah ada yang mempelajarinya. Hal tersebut dikarenakan
ilmu-ilmu yang wajib kifayah hanya bersifat sebagai pelengkap, seperti ilmu
tafsir, ilmu hadis dan sebagainya.
2. Hukum Mengajarkan Ilmu
Seseorang yang telah mempelajari dan memiliki ilmu, maka yang menjadi
kewajibannya adalah mengamalkan segala ilmu yang dimilikinya, sehingga ilmunya menjadi ilmu yang manfaat; baik manfaat bagi dirinya
sendiri ataupun manfaat bagi orang lain.
Agar ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi orang lain, maka hendaklah kita
mengajarkannya kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu kepada orang lain berarti
memberi penerangan kepada mereka, baik dengan uraian lisan, atau dengan
melaksanakan sesuatu amal dan memberi contoh langsung di hadapan mereka atau
dengan jalan menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.
Mengajarkan ilmu memang diperintah oleh agama, karena
tidak bisa disangkal lagi, bahwa
mengajarkan ilmu adalah suatu pekerjaan yang ssangat mulia. Nabi diutus ke dunia ini pun dengan tugas
mengajar, sebagaimana sabdanya:
بُعِثْتُ
لِاَكُوْنَ مُعَلِّمًا. (رواه البيهقى)
" Aku diutus ini, untuk
menjadi pengajar." (HR. Baihaqi)
Sekiranya Allah tidak mengutus rasul untuk menjadi guru bagi manusia,
guru dunia, tentulah manusia tinggal dalam
kebodohan sepanjang masa.
Walaupun akal dan otak manusia mungkin dapat menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan, namun disisi lain masih ada juga hal-hal yang tidak dapat
dijangkaunya, yaitu hal-hal yang berada di luar akal manusia. Untuk itulah
Rasulullah diutus di dunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia secara
luas, agar mereka tidak berada dalam kebodohan dan
kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi para mu‘allim (guru), dan ulama untuk
beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal
tersebut dikarenakan para guru dan ulama
yang suka menyembunyikan ilmunya, maka mereka akan mendapatkan ancaman,
sebagaimana sabda
Nabi saw.:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ اَلْجَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ. (رواه احمد)
" Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu,
kemudian menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah akan
mengekangnya (mulutnya), kelak di hari kiamat dengan kekangan (kendali) dari
api neraka."
(HR. Ahmad)
Oleh karena itu, marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat dan
sedapat mungkin dengan tidak ada
hentinya, tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas dan tekad akan mengamalkan
dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua dapat mengenyam hasil
dan buahnya.
B. KEDUDUKAN ORANG YANG BERILMU
Jika
ditinjau dari segi orang yang memiliki ilmu dengan orang yang tidak memiliki
ilmu, maka sungguh jauh sekali perbedaannya. Baik dari segi nilainya maupun derajatnya, sebagaimana
firman Allah swt.:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ
يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا
الْاَلْبَابِ. (الزمر:۹)
" Katakanlah,
'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?' Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran." (QS. Az-Zumar/39: 9)
Dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ. (المجادلة: ۱۱)
" Niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat." (QS. Al-Mujãdalah/58: 11)
Ayat-ayat tersebut menggambarkan, betapa
tingginya nilai dan derajat orang yang berilmu. Dengan ilmu manusia akan
memperoleh segala kebaikan, dan dengan ilmu pula manusia akan memperoleh
kedudukan yang mulia. Walaupun dimungkinkan pada suatu ketika pandangan manusia terhadap ilmu atau
pemilik ilmu menjadi kabur, karena kerasnya pengaruh benda-benda dan pergeseran
nilai kehidupan yang lain, tetapi kita yakin pada suatu ketika manakala bahaya
yang ditimbulkan oleh benda-benda atau lainnya telah menghebat, niscaya orang
akan kembali lagi mencari ilmu untuk mengatasi masalah yang ada sebagai
pengobatnya.
C. MENUNTUT ILMU SEBAGAI IBADAH
Dilihat dari derajat dan kedudukan ilmu,
sungguh menuntut ilmu itu memiliki nilai dan pahala yang sangat mulia disisi
Allah swt. Selain itu, menuntut ilmu juga bernilai ibadah sebagaimana sabda
Nabi Muhammad saw.:
لِاَنْ تَغْدُوَ
فَتَعَلَّمَ اٰيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَنَةٍ.
" Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kaki di
waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah
(Al-Qur'an), maka pahalanya lebih baik daripada ibadah satu tahun. "
Dalam hadis lain dinyatakan:
مَنْ
خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتّٰى يَرْجِعَ. (رواه
الترمذى)
" Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu,
maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah)
hingga ia pulang kembali. "
(HR. Tirmidzi)
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi
nilainya dilihat dari segi ibadah? Karena amal ibadah yang tidak dilandasi
dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu
Ruslan dalam hal ini menyatakan:
وَكُلُّ
مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ
اَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لَا تُقْبَلُ.
" Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal
ibadah) tanpa dilandasi ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak
diterima. "
Demikian semoga
bermanfaat.
Demikian semoga bermanfaat, mungkin
Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:
- Pengertian Dakwah
- Hukum Ngaji Lewat Youtube
- Tujuan Dakwah Islamiyah
- Cinta Dalam Perspektif Tasawuf
- Pengertian dan Syarat Rukun Wakaf
bagus semoga barokah
ReplyDeletesyukron artikelnya, membantu sekali. semoga baarokah amiin
ReplyDeleteSemuga jadi amal jariyah ,sambung lg dn sukkron
ReplyDeleteOke siiiip Al hamdulillah
ReplyDeletecakep
ReplyDeleteAssalammu'alaikum w.b.t
ReplyDeleteMinta izin utk share ya?
Alhamdulillah, sangat bermanfaat
ReplyDelete