Islam dalam Pengambilan Keputusan

Islam adalah agama yang "Rahmatan Lil 'Alamin", keberadaanya membawa kedamaian bagi umat semesta alam. Hal ini dapat kita lihat diantaranya dalam pengambilan keputusan kita dilarang dalam kondisi labil.

Kebenaran yang Dilematis

Kebenaran dalam beberapa hal ternyata tidak selalu berdampak baik bagi pelakunya. Dalam konteks ini kita harus tetap menyampaikan kebenaran tersebut sekalipun dilematis buat kita

Islam dan Olah Raga

Disebutkan bahwa, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah SWT., daripada mukmin yang lemah" So, keep healty, keep financial and pray

Lengkapilah Agamamu dengan Menikah

Salah satu ibadah yang enak dan berpahala banyak adalah melangsungkan pernikahan. Bagaimana tidak, karena nikah merupakan salah satu sunah para rasul "Sunanun min Sunanil Mursalin"

Memilih Teman

Teman menjadi orang yang paling mewarnai hidup kita, baik deri segi sikap tindakan dan sikap mental seseorang. Olehkarena itu Islam mengajarkan agar dalam bergaul kita benar benar berhati-hati karena "Al-Mu'asyarotu Muatsiroh"

Sunday, February 22, 2015

tata cara (adab) buang air dan larangan orang yang sedang hadas besar

Tata Cara (adab) Buang Air dan Larangan Orang yang Sedang Hadas Besar


Sahabat blogger, Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berperangai sopan dan juga melakukan doa dalam segala aktifitasnya, tak terkecuali ketika hendak buang air. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan umat, mewujudkan estetika dan sopan santun dalam kehidupan sehari-harinya. Adapun adab buang air yang baik sebagaimana diajarkan oleh Islam adalah sebagai berikut:

tata cara buang air dalam pandangan Islam


a.   Disunahkan mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang air sambil membaca doa seperti berikut:

اَللّٰهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْـخُبُثِ وَالْـخَبَائِثِ.

"Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari kotoran dan segala yang kotor.
Hal tersebut dikarenakan, WC merupakan tempat yang dipandang kotor karena sebagai sarana pembuangan kotoran manusia, sehingga dianjurkan pula ketika memesuki tempat tersebut juga dengan mendahuluan anggota tubuh yang kiri.

b.    Disunahkan mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari tempat buang air sambil membaca doa:

غُفْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ اَذْهَبَ عَنِّى الْاَذٰى وَعَافَانِيْ.

"Saya mengharap ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan suatu kotoran yang menyakitkan diriku dan menyehatkanku.”

c.         Hendaklah tidak buang air di tempat yang terbuka.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: اَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: مَنْ اَتَى الْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ. (رواه ابو داود)

"Dari Aisyah ra. ia berkata, bahwasanya Nabi saw. bersabda, 'Barang siapa yang datang ke tempat buang air hendaklah ia berlindung (bersembunyi).”   (HR. Abu Dawud)

d.        Tidak buang air di tempat yang dapat mengganggu orang lain.
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اِتَّقُوا اللَّاعِنِيْنَ الَّذِيْ يَتَخَلَّى فِيْ طَرِيْقِ النَّاسِ اَوْ ظِلِّهِمْ. (رواه مسلم)
"Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, 'Jauhilah dua macam perbuatan yang dilaknat, yaitu yang suka buang air besar di jalan, tempat orang berlalu-lalang atau di tempat untuk berteduh.” (HR. Muslim)

e.         Tidak buang air di bawah pohon yang sedang berbuah.

Hal ini dimaksudkan, agar orang yang berada di bawah pohon (berteduh) atau melakukan aktivitas lain tidak terganggu dengan bau yang ditimbulkan akibat kotoran manusia. Berkaitan dengan hal ini, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani sebagai berikut:

وَاَخْرَجَ الطَّبْرَانِيُّ النَّهْيَ عَنْ قَضَاءِ الْحَاجَةِ تَحْتَ الْاَشْجَارِ الْمُثْمِرَةِ وَضَفَّةِ النَّهْرِ الْجَارِيْ مِنْ حَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ بِسَنَدٍ ضَعِيْفٍ.

"Imam Thabrani meriwayarkan (hadis tentang) larangan buang air besar di bawah pohon yang berbuah, dan di tepi air yang mengalir, dari hadis Ibnu Umar dengan sanad yang lemah.”

f.          Tidak berbicara sewaktu buang air, kecuali jika terpaksa.

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اِذَا تَغَوَّطَ الرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ وَلَا يَتَحَدَّثَا، فَاِنَّ اللهَ يَمْقُتُ عَلٰى ذٰلِكَ. (رواه احمد وصححه ابن السكن وابن القطان وهو معلول)

"Dari Jabir ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, 'Apabila dua orang buang air besar, hendaklah masing-masing berlindung (bersembunyi) dari yang lainnya, dan jangan mereka berkata-kata, karena Allah mengutuk perbuatan demikian.” (HR. Ahmad disahkan oleh Ibnus Sakan dan Ibnul Qattan dan hadis ini malul)

g.        Jika buang airnya di tempat terbuka, maka hendaklah tidak menghadap kiblat ataupun membelakanginya.

Kiblat (Ka’bah) merupakan simbol kemuliaan bagi umat Islam, dimana setiap orang yang shalat semuanya menghadap ke arah sana. Dengan demikian untuk menjaga kemuliaan tempat tersebut Islam mengajarkan umatnya agar tidak membelakangi ataupun menghadap kiblat ketika sedang melakukan aktivitas yang tidak suci (buang air). Hal ini sebagaimana dalam hadis:

عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: لَقَدْ نَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ اَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ اَوْ بَوْلٍ اَوْ اَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ اَوْ اَنْ نَسْتَنْجِيَ بِاَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ اَحْجَارٍ اَوْ اَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيْعٍ اَوْ عَظْمٍ. (رواه مسلم)

"Dari Salman ra. ia berkata, sungguh Rasulullah saw. telah melarang kami menghadap kiblat waktu buang air besar dan buang air kecil, dan cebok dengan tangan kanan, atau istinja' dengan batu yang kurang dari tiga buah, atau istinja' dengan kotoran binatang atau tulang."  (HR. Muslim)

h.        Tidak membawa ayat-ayat Al-Qur'an (asma’ muadzom) atau kalimat zikir yang lain.
Al-Qur’an dan kalimat zikir merupakan sesuatu yang mulia, sedangkan buang air merupakan hal yang identuik dengan kotoran dan najis. Dengan demikian, sudah barang tentu keberadaan barang yang suci tidak pantas disandingkan atau dilakukan bersamaan dengan barang yang najis (kotor).

i.          Cebok dengan tangan kiri.

عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لَا يَمَسَّنَّ اَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنَ الْخَلَاءِ بِيَمِيْنِهِ، وَلَا يَتَنَفَّسْ فِى الْاِنَاءِ. (متفق عليه، واللفظ لمسلم)

"Dari Abu Qatadah ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya di waktu kencing dengan tangan kanannya, dan janganlah ia bercebok dengan tangan kanannya, dan janganlah bernafas dalam bejana.” (HR. Bukhari dan Muslim dan lafal ini dalam riwayat Muslim)

Larangan Orang yang Sedang Hadas Besar

Bagi orang yang sedang hadas besar, maka diharamkan melakukan hal-hal sebagai berikut:

%  Mengerjakan salat.
%  Thawaf.
%  Membaca dan menyentuh atau membawa Al-Qur'an.
%  Berdiam diri di masjid.
%  Puasa, baik fardhu maupun puasa sunah.
%  Bagi suami, diharamkan menalak istrinya yang sedang hadas besar dikarenakan haid atau nifas.
%  Bagi istri yang berhadas besar karena haid atau nifas, diharamkan melakukan hubungan badan (istri/suami). Adapun larangan bercampur antara suami dan istri selama istri sedang haid atau nifas yaitu sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:

وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللهُ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ. (البقرة: ٢٢٢)
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, 'Itu adalah sesuatu yang kotor.'Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci.Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuaidengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu.Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah/2: 222)

Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:


Sunday, February 15, 2015

Belajar Bersuci Mudah dan Lengkap

Belajar Bersuci Mudah dan Lengkap

Sobat bloger yang berbahagia, senang rasanya dalam makalah ini saya dapat berbagi pengetahuan tentang bersuci (thaharah). Ini dikarenakan, bersuci merupakan kunci utama diterimanya ibadah kita. Tanpa bersuci maka ibadah yang kita lakukan akan terasa sia-sia. Baiklah langsung saja kita kaji bersama. Selamat membaca

Pengertian Bersuci (Thaharah)

Thaharah menurut bahasa artinya "bersih", sedangkan menurut istilah syara' berarti bersih dari hadas dan najis. Hadas dapat dibagi menjadi dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Menghilangkan hadas besar yaitu dengan cara mandi atau tayamum, sedangkan menghilangkan hadas kecil yaitu dengan cara wudhu atau tayamum.


belajar bersuci mudah & lengkap


Bersuci dari hadas, baik hadas besar atauhadaskecil hanya pada bagian badan saja.Sedangkanbersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat, yaitu dengan caramenghilangkan najis tersebutdengan menggunakan air yang suci dan mensucikan.

Kedudukan Thaharah dalam Ibadah

Thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama dan merupakan pangkal pokok ibadah yang menjadi penyongsong bagi manusia dalam menghubungkan dirinya dengan Tuhan.

Salat tidak sah bila tidak dengan thaharah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw.:

لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ. (رواه مسلم)

"Allah tidak menerima salat yang tidak dengan bersuci." (HR. Muslim)

Macam-macam Air dan Pembagiannya

Alat terpenting untuk bersuci ialah air. Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

a.    Air mutlak (air yang sewajarnya); yaitu air suci yang dapat menyucikan (thahir muthahhir).Artinya air itu dapat digunakan untuk bersuci, misalnya air hujan, air sungai, air laut, air sumur, air salju dan air embun.

b.  Air makruh; yaitu air yang suci dan dapat menyucikan,akan tetapi makruh digunakan.Seperti air musyammas (air yang dipanaskan dengan panas matahari) dalam tempat logam yang dibuat bukan dari emas dan perak.

c.         Air suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci(thahir ghairu muthahhir); yaitu air yang boleh diminum, tetapi tidak sah untuk bersuci, misalnya:

%  Air sedikit (kurang dari dua kullah)yang telah dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya. Air itu disebut air musta'mal.

%  Air suci yang bercampur dengan benda suci, seperti air teh, air kopi, air limun, air kelapa dan sebagainya.

d.       Air mutanajis; yaitu air yang terkena najis. Air mutanajis apabila kurang dari dua kullah, maka tidak sah untuk bersuci, tetapi apabila lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya (bau, rupa dan rasanya), maka sah digunakan untuk bersuci.

Macam-macam Najis dan Tingkatannya

Najis (najasah) menurut bahasa artinya kotoran, sedang menurut istilah syara' berarti sesuatu yang dapat mencegah sahnya salat, seperti air kencing dan sebagainya.
Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1.   Najis mughalladzah: yaitu najis yang berat hukumnya, yakni najis yang berasal dari najisnya anjing dan babi.

Cara menyucikannya ialah lebih dahulu dihilangkan wujud benda (a'in) najis itu, kemudian baru dicuci sampai bersih menggunakan air sebanyak tujuh kali, yang mana salah satu dari tujuh cucian tersebut harus dicampur dengan tanah. Cara ini dilakukan berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُولَاهُنَّ اَوْ اُخْرَاهُنَّ بِالتُّرَابِ. (رواه الترمذي)

"Sucinya tempat (perkakas)mu apabila dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, permulaannya atau penghabisan di antara penyucian itu dicuci dengan air yang bercampur dengan tanah." ( (HR. At-Turmudzi)

2.         Najis mukhaffafah; ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.

Cara menghilangkannya, cukup dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis itu sampai bersih. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ، وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ. (رواه ابو داود والنسائى)
"Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci, sedang bila terkena air kencing anak laki-laki cukuplah dengan memercikkan air padanya." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)

3.         Najis mutawassithah (sedang), yaitu najis yang berasal dari kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis lain, selain yang  tersebut dalam najis ringan dan berat.

Najis mutawassithah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

%  Najis ainiyah;yaitu najis yang berwujud. Cara menyucikan najis ini yaituterlebih dahuludengan menghilangkan zat, rasa, dan bau serta warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.

%  Najis hukmiyah;yaitu najis yang tidak berwujud. Seperti bekas kencing dan arak yang sudah kering. Cara menyucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.

Najis yang dapat dimaafkan antara lain:

a.  Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu busuk dan sebagainya.
b.     Najis dalam jumlah yang sangat sedikit.
c.      Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh.
d.     Debu yang bercampur dengan najisdan hal lain yang sulit dihindarkan.

Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:


Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content