Islam dalam Pengambilan Keputusan

Islam adalah agama yang "Rahmatan Lil 'Alamin", keberadaanya membawa kedamaian bagi umat semesta alam. Hal ini dapat kita lihat diantaranya dalam pengambilan keputusan kita dilarang dalam kondisi labil.

Kebenaran yang Dilematis

Kebenaran dalam beberapa hal ternyata tidak selalu berdampak baik bagi pelakunya. Dalam konteks ini kita harus tetap menyampaikan kebenaran tersebut sekalipun dilematis buat kita

Islam dan Olah Raga

Disebutkan bahwa, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah SWT., daripada mukmin yang lemah" So, keep healty, keep financial and pray

Lengkapilah Agamamu dengan Menikah

Salah satu ibadah yang enak dan berpahala banyak adalah melangsungkan pernikahan. Bagaimana tidak, karena nikah merupakan salah satu sunah para rasul "Sunanun min Sunanil Mursalin"

Memilih Teman

Teman menjadi orang yang paling mewarnai hidup kita, baik deri segi sikap tindakan dan sikap mental seseorang. Olehkarena itu Islam mengajarkan agar dalam bergaul kita benar benar berhati-hati karena "Al-Mu'asyarotu Muatsiroh"

Wednesday, November 13, 2019

Mencintai Rasulullah SAW


MENCINTAI RASULULLAH

Sahabat syariatkita, sebagaimana kita ketahui bahwa di kalangan kaum muslimin khususnya di Indonesia (red. Nahdiyyin), banyak yang menggelar acara maulid mulai dari Al-Barzanji, Ad-Diba’i, Maulid Syaroful Anam, Maulilid Simtudduror dan lain sebagainya. Hal ini tentunya bukan tiada dasar, melaikan bukti kecintaan mereka kepada Baginda Nabi Agung SAW. Ekspresi bukti kecintaan tentunya bisa diterjemahkan berbeda antara seseorang dengan lainnya. Dalam Hal ini, ekspresi kegembiraan Abu Lahab yang disebutkan dalam kitab Madarijussu’ud atas kelahiran Baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Adalah dengan memerdekakan Tsuwaibah Al-Aslamiyah yang merupakan hambasahayanya. Tidak tanggung-tanggung, Abu Lahab memerdekakan tanpa syarat apapun melainkan hanya sebab ia memberikan kabar gembira atas kelahiran Rasulullah SAW.

Buat mereka yang tidak sepaham dengan acara maulid Nabi, dan menganggapnya adalah hal baru dalam agama yang tertolak, penulis perlu menjelaskan bahwa dalam hal ibadah dikenal 2 terminologi yaitu ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Ibadah mahdhol adalah ibadah yang sifatnya tauqifi dan di dalam nas dijelaskan cara pelaksanaannya sebagaimana solat yang dikerjakan dalam sehari 5 kali, di dalamnya dijelaskan pula sebagai salah satu contoh solat dzuhur adalah 4 rokaat maka orang yang melakukan solat dzuhur sebanyak 5 rokaat atau kurang dari itu, ini yang dinamakan muhdats dan jelas mardud atau tertolak. Akan tetapi ibadah yang sifatnya ghoiru mahdhoh atau yang bersifat ijtihadi maka kita tentunya harus mendasarkan pada salah satu imam madzhab dan para salafussalih terdahulu sebelum kita.

Terlepas dari perbedaan pandangan sebagaimana di atas, setidaknya dalam pelaksanaan maulid setidaknya terdapat rangkaian yang merupakan aplikasi daripada perintah Allah SWT., dan Rasulullah SAW.,  yang terangkum dalam 3 poin utama yaitu:

1. Allah SWT., memerintahkan kita agar bersholawat kepada Nabi SAW.
2. Perintah berdoa
3. Perintah meneladani Rasulullah SAW.
Bagaimana bisa dikatakan perayaan maulid merupakan bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW., ya jelas iya. Bagaimana tidak; 3 aspek di atas kan telah mewakili; pertama membaca solawat kepada Nabi SAW., adalah perintah Allah SWT., (baca keteranganlengkapnya di sini), kedua doa merupakan inti ibadah sehingga dikatakan ad-du’a u mukhhul ibadah (baca keterangan lengkapnya di sini), ketiga perintah meneladani akhlak Rasulullah hanya dapat dilakukan manakala kita mengetahui akhlah baginda Rasulullah SAW; karena di dalam maulid dijelaskan dengan gamblang sifat dan akhlah Rasulullah SAW. Bagaimana bisa kita menjustifikasi acara maulid haram orang di dalamnya membaca siroh nabi.

CINTA RASULULLAH BAGIAN DARI IMAN

Bagaimana tidak, Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, beliau bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ

“Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya."


Dari hadis di atas dapat kita pahami bahwa keimanan seseorang ternyata belum lengkap atau tidak akan menjadi sempurna manakala kita tidak cinta kepada Rasulullah, terlebih membencinya. (wal iyadzu billah). Bahkan kecintaan kita kepada Rasulullah harus kita posisikan lebih tinggi dibanding kecintaan kita kepada orang tua dan anak kita. Perayaan maulid ini lah yang merupakan salah satu ekspresi kita untuk menunjukkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW.

Lebih ekstrim lagi, Imam Bukhori dalam riwayat lain menyebutkan:

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah dari Abdul 'Aziz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan telah menceritakan pula kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qotadah dari Anas berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya."

Dapat kita pahami dari hadis di atas, bukti keimanan kita kepada Allah SWT., selain menaruh kecintaan terhadap Rasulullah SAW., lebih tinggi dari kecintaan terhadap orang tua dan anak juga terhadap manusia secara umum. Artinya apa, kecintaan kita yang teramat tinggi terhadap Rasululullah SAW., melebihi yang lain mengindikasikan keimanan kita yang sempurna terhadap Allah SWT.

CINTA TERHADAP ALLAH DAN RASULULLAH MENDATANGKAN MANISNYA IMAN


Jika mencintai Rasulullah merupakan salah satu tanda keimanan seseorang, maka mencintai Allah dan Rasul-Nya dapat mendatangkan manisnya Iman. Apa itu manisnya iman? Manisnya iman adalah ibarat seseorang yang telah membidangi sesuatu dan mendalaminya pasti akan timbul kecintaan lebih dan menikmati sesuatu yang dicintainya tersebut. Orang yang telah merasakan manisnya imas, maka dalam melakukan ibadahnya pastilah ia akan menikmati, khusyu', merasakan Allah SWT. hadir dalam sendi kehidupannya, Allah dekat dengannya sehingga ia tidak gempar dan takut dalam mengarungi bahtera kehidupan. Sehingga berbeda jauh dengan orang yang dalam hidupnya jauh dari Allah jauh dari Rasulullah, maka dipastikan ia akan cepat mudah putus asa manakala ada terpaat dan ujian hidup, frustasi jika espektasi tidak terpenuhi sehingga kehidupannya akan jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Yahya bin Abu Umar serta Muhammad bin Basysyar semuanya dari ats-Tsaqafi berkata Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka."

Pada dasarnya kecintaan kita terhadap sesuatu terlebih kepada Allah dan Rasulullah SAW., pastilah akan mendatangkan perasaan simpati dan terlebih sampai pada empati terhadap yang dicintai, sehingga orang yang mencintai akan mengupayakan segala susuatu apapun demi yang dicintainya. Inilah ekspresi pelaksanaan maulid, kita melaksanakannya karena murni kecintaan kita terhadap Nabi kita, menjalankan perintal Allah SWT dan upaya meneladani perilaku beliau dengan membaca siroh dalam maulid tersebut.

mencintai rasulullah


Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:

Saturday, October 19, 2019

tujuan dasar jihad

TUJUAN DASAR JIHAD FI SABILILLAH

Sahabat syariatkita, sebelum kita membahas tujuan dasar jihad dalam Islam akan terlebih dahulu kami kupas syarat-syarat jihad. Dikarenakan kalau saya ibaratkan orang yang hendak membuat SIM, jikalau tidak memahami syarat-syarat yang diperlukan pastilah tujuan pembuatan SIM tersebut sulit untuk direalisasikan, apalagi jihad yang merupakan misi mulia jika mujahid sendiri tidak memahami ketentuan dan syarat rukunnya, maka dipastikan pelaksanaan jihad tidak sesuai dengan tuntunan syariat, yang ada justru nafsu untuk menyerang, memberontak, menguasai bahkan membunuh orang yang tidak sepaham dengannya. Akan tetapi dengan memahami syarat-syarat jihad maka pelaksanaan jihad diharapkan benar-benar sesuai dengan tuntunan dan ajaran Rasulullah SAW.
Baca: Pengertian & Hukum Jihad Yang Benar

SYARAT-SYARAT JIHAD

Semangat menegakkan kalimah Allah SWT melalui jihad merupakan langkah mulia seorang muslim untuk menggapai Ridho-Nya. Akan tetapi semangat yang tidak ditopang oleh ilmu pengetahuan dipastikan akan mengalami kebuntuan di tengah perjalanan, alias gagal. Dalam hal ini, jika ditinjau dari aspek umum jihad yang merupakan rangkaian dari adanya niat, kemauan dan aktualisasi tentunya minimal harus mencakup 2 aspek lahiriyah yang menurut perspektif agama suatu amal dapat diterima. Suatu amal yang diterima setidaknya harus dilandasai oleh dua hal yang merupakan syarat diterimanya amal ibadah. Dua hal tersebut yaitu ikhlas dan mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW).

Dalam agama Islam, Allah SWT. tidak akan menerima suatu amal yang tidak dilandasi oleh adanya keikhlasan dari dalam hati sanubari. Begitu pula jihadnya seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT. hingga orang tersebut benar-benar melakukannya semata-mata atas dasar ikhlas dan mengharap ridho Allah SWT. Akan tetapi niat sudah karena Allah, akan tetapi dalam pelaksanaan berseberangan dengan apa yang diajakan oleh Rasulullah juga tidak akan mendapatkan pahala, alih-alih justru malah dosa yang diterimanya. Oleh karena itulah, antara niat dan pelaksanaan harus benar-benar sesuai dengan maksud dan tujuan disyari’atkannya jihad itu sendiri. Ini penting karena tujuan jihad itu sendiri yang tiada lain adalah untuk meninggikan kalimat Allah SWT.

Adapun syarat jihad seperti dikutip dari Sutan Mansur dalam bukunya Jihad, setidaknya terdapat 3 elemen yang harus dipenuhi:
  1. Spirit ruhaniyah
  2. Kecakapan ilmu tentang jihad
  3. Materi/harta benda
Ketiga eleman sebagaimana di atas mutlak ada dan harus saling melengkapi, jika ada salah satu elemen yang kurang maka bisa dipastikan pelaksanaan jihad tidak akan maksimal. Ada spirit ruhaniyah akan tetapi dana tidak ada pasti jihad tidak bisa jalan, begitu juga dengan elemen yang lain. 

Adapun syarat wajib jihad adalah: Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, berbadan sehat dan tidak cacat (berat), menguasai persenjataan, mendapat izin dari orang tua anak, orang berpiutang bagi orang yang berhutang, dan majikan kepada hamba sahaya.

TUJUAN DASAR JIHAD

Pemahaman terhadap makna jihad yang tidak sesuai dengan apa yang tertuang dalam Al-Qur’an dikarenakan kedangkalan ilmu agama yang dimiliki seperti; tidak paham ilmu tafsir, sabab nuzul, ayat muhkam dan mutasyabihat, tidak paham ayat nasikh dan mansukh maka dapat mengantarkan tujuan daripada jihat tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri.

Baca: Ayat-ayat Yang Menerangkan Jihad

Semangat jihad yang tidak ditopang pengetahuan, akan tetapi hanya asal-asalan maka dikhawatirkan  tujuan jihad tidak sesuai dengan syariat. Oleh karena itu tujuan jihad yang kita lakukan hendaklah dengan niatan karena mengharapkan ridha Allah SWT., karena dasar diperintahkannnya jihat dengan tujuan utama tiada lain yaitu untuk menegakkan kalimah Allah SWT., untuk meninggikan agama Allah SWT., di muka bumi ini. Allah SWT., berfirman di dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ 
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Ankabut: 69)

Dari ayat di atas, maka hanya orang-orang yang benar-benar mengharapkan ridho Allah-lah yang akan menuai petunjuk jalan Allah. Ini mengandung arti bahwa tujuan jihad bukanlah untuk melakukan ekspansi wilayah, menjajah dan menguasai, dan bukan pula untuk memaksa manusia memeluk agama Islam, karena yang demikian itu tidak dibenarkan oleh Islam.

Baca: Meluruskan Makna Jihad

Adapun tujuan jihad dalam Islam setidaknya ada 4 hal sebagai berikut:


  • Menghilangkan semua bentuk fitnah dan menegakkan agama Allah SWT., dimuka bumi. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ فَإِنِ انتَهَواْ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan ketaatan (din) itu hanya milik Allah” jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan kecuali terhadap orang-orang zalim." (Q.S. Al-Baqarah: 193)


  • Mengharap dan memperoleh ridha Allah SWT.
  • Mendakwahkan agama Allah SWT., kepada orang-orang yang belum memiliki agama wahyu sama sekali atau yang mengancam keberadaan Islam. Meskipun demikian dakwah yang dilakukan bukan berarti paksaan terhadap penyampaian ajaran Islam kepada umat lainnya, karena Rasulullah SAW., sendiri di dalam berdakwah tidaklah menempuh jalur paksaan melainkan dengan akhlak yang sangat terpuji. Allah SWT., berfirman:

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”.(Q.S. Al-Baqarah: 256)


  • Melindungi orang-orang Islam yang teraniaya atau tertindas, agar mereka dapat membela jiwa, harta benda, dan kehormatannya.
tujuan dasar jihad


Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:

Sumber:
Prof. A. Hasjmy, Nabi Muhammad SAW Sebagai Panglima Perang
Syekh Muhammad Al-Ghazali, 44 Persoalan Penting Tentang Islam, Terj. H.A. Aziz Salim Basyarahil
Debby M. Nasution, Kedudukan Militer Dalam Islam dan Perananya Pada Masa Rasulallah SAW
Begum A’isyah Bawany, Mengenal Islam Selayang Pandang, Machnun Husein
Syekh Muhammad Al-Ghazali, 44 Persoalan Penting Tentang Islam, Terj. H.A. Aziz Salim Basyarahil

Friday, October 18, 2019

Ayat-ayat Jihad

AYAT-AYAT JIHAD

Shabat syariatkita, sebagaimana telah kami sampaikan dalam artikel kami berjudul “pengertian danhukum jihad”, bahwasanya kata jihad dengan berbagai kata turunannya terulang sebanyak 41 kali di dalam Al-Qur’an. Maka dalam artikel ini akan kami sampaikan detil pengulangan kata dimaksud sesuai dengan ayat masing-masing.

pengertian jihad yang benar


PENGERTIAN DAN HUKUM JIHAD

Sahabat syariatkita, memahami agama Islam secara komprehensif merupakan salah satu langkah bagi seorang muslim untuk menuju kebaikan dan mendapatkan derajat yang tinggi dan mulia disisi Allah SWT., sehingga didalam hadis Rasulullah SAW. Bersabda; “barang siapa yang Allah kehendaki baginya suatu kebaikan, maka Allah akan memberikan kepahaman ia dalam masalah agama”. Dengan memahami agama dengan baik dan benar, maka jihad yang kita laksanakan benar-benar sesuai dengan ajaran Islam dan sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh baginda Agung Rasulullah SAW.
Akan tetapi pemahaman tersebut tentunya tidak akan bisa kita raih manakala kita berupaya untuk belajar memahami agama itu sendiri, dan pemahaman terhadap agama itu hanya akan bisa kita dapatkan manakala kita mau belajar. Ya, dengan belajar maka kita akan memiliki pengetahuan dan dengan pengetahuan itu pulalah Allah akan menempatkan kedudukan mulia dan tinggi bagi orang-orang yang beriman dan orang orang yang memiliki ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dengan memahami Islam secara sempurna berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, maka diharapkan kita akan bisa menciptakan Islam yang rahmatan lil ‘alamin; yaitu Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam sebagaimana disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’: 107).

PENGERTIAN JIHAD

Sahabat syariatkita, jika kita menelaah lebih dalam maka kita akan mendapati pengulangan kata jihad di dalam Al-Qur’an sebanyak 40 kali (tentunya dengan berbagi wazan dan bentuknya). Dalam kitab “Mu’jam al-Maqayis Fi al-Lughah”, pengertian jihad dengan kata penyusunnya yang terdiri dari 3 huruf yaitu “jim, ha’ dan dal” secara umum bermakna kesulitan atau kesukaran.

Dipandang dari sudut etimologi, kata jihad berasal dari bahasa Arab “Jahada, Yajhadu, Jahdan” (menurt wazan fa’ala yaf’alu) berarti kesulitan, kesukaran dan beban. Masdar “Al-Jahdu” juga dapat bermakna kesungguhan dan upaya terakhir. Allah SWT., berfirman:

وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan." (Q.S. Al-An’am: 109)

Sedangkan kata jihad jika mengikuti wazan faa’ala yufaa’ilu mufaa’alatan ( جا هد, يجاهد, مجاهدة ) yang merupakan isim mashdar dapat diartikan bekerja sepenuh hati. Dari etimologi sebagaimana di atas kata “Al-Jahdu dan Al-Jihad” menurut Dr. Abdullah Azzam dakam dapat diartikan sebagai pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dan menolak atau menghindari hal yang tidak ia sukai.

Adapun makna jihad menurut terminologi syariat berarti perang suci untuk memerangi orang-orang kafir atau orang yang mengingkari akan adanya Allah SWT., jihad juga bermakna berjuang dijalan Allah atau melaksanakan segala amanat dan tugas dari Allah SWT., dengan maksud memperjuangkan perkara yang hak (benar) untuk menangkal perkara yang bathil (salah), memenangkan yang ma’ruf (baik) atas yang mungkar (buruk).

Ahmad Warson Munawir dalam kamus Al-Munawir mengartikan lafal jihad sebagai kegiatan mencurahkan segala kemampuan. Jika dirangkai dengan lafal fi sabilillah, berarti berjuang, berjihad, berperang dijalan Allah SWT. Jadi kata jihad artinya perjuangan.


Jihad Dalam Perspektif Imam Madzhab

Menurut imam madzhab seperti Imam As-Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, dan Imam Hambali sebagaimana dalam kitabnya, definisi singkat jihad dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Imam Asy Syafi’i; Jihad berarti berperang dijalan Allah SWT., dan berjuang dengan sekuat-kuatnya untuk memerangi kaum kafir”.
  2. Imam Maliki; Jihad ialah memerangi orang kafir yang tidak terikat perjanjian demi meninggikan kalimatullah atau menghadirkan-Nya, atau menaklukan negerinya demi memenangkan agama-Nya”.
  3. Imam Hanafi; Jihad ialah mengundang atau menyeru orang kafir kepada agama Allah SWT., dan memerangi mereka manakala mereka menolak undangan tersebut”.
  4. Imam Hambali; Jihad adalah memerangi kaum kafir atau menegakkan Kalimat Allah SWT”.

Makna Jihad Dalam Pandangan Para Ulama


  • Prof. A. Hasjmy menjelaskan, jihad berarti mengorbankan tenaga dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai sesuatu maksud atau tujuan.

  • Al-Raghib al-Asfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Qur’an, mengatakan, jihad adalah mencurahkan kemampuan dalam menahan serangan musuh. Lebih lanjut al-Asfahani menambahkan bahwa jihad itu ada tiga macam, yakni berjuang menghadapi atau melawan musuh yang tampak (manusia), berjuang menghadapi musuh yang tidak tampak (setan) dan berjuang menghadapi hawa nafsu (jihadunnafsi).
  • Ibn Mandzur dalam kitab Lisan al-Arab mengatakan bahwa jihad ialah memerangi musuh, mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang baik berupa kata-kata, perbuatan atau tindakan.
  • Dr. Kamil Salamah Al-Duqs menjelaskan, bahwa jihad dalam Islam adalah jihad fii sabilillah, ditegaskannya kembali bahwa selain jihad yang semacam ini Islam tidak mengenalnya. Sabilillah berarti jalan kebenaran, keadilan, kasih sayang dan persatuan. Sabilillah sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsirnya, adalah jalan yang dapat mengantarkan menuju keridhaan Allah SWT., yang mana dengan keridhaan Allah tersebut agama dipelihara dan keadaan umat menjadi lebih baik.
Perumusan-perumusan definisi jihad sebagaimana di atas adalah mengandung arti “kemampuan” yang menuntut seorang mujahid atau orang yang berjuang di jalan Allah mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Jihad merupakan suatu pengorbanan baik harta maupun jiwa, pengorbanan suatu kedudukan dan kehormatan menggunakan kekuatan dan pikirannya atau tulisan dan atau ucapannya. Kemampuaan ini tentunya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing orang demi meninggikan kalimat Allah SWT., dan untuk menjaga dan menyebarluaskan agama-Nya di bawah panji-panji Islam. Oleh karena itu jihad diwajibkan bagi kaum muslimin demi membela serta melindungi kehormatan agama Allah SWT.

Memahami Makna Jihad Dengan Benar

Sahabat syariatkita, Islam telah memerintahkan kepada umatnya untuk melaksanakan jihad, sebab jihad merupakan salah satu amalan yang sangat utama dan dicintai Allah SWT. Jihad juga merupakan hal fundamental dan sangat prinsipil di dalam agama Islam setelah syahadat, salat, zakat, puasa, haji dan amar ma’ruf nahi mungkar.

Saking begitu mendasarnya ajaran jihad, maka kita sebagai seorang muslim dituntut untuk benar-benar memahami makna jihad yang sebenarnya agar dalam praktinya tidak pelaksanaan jihad yang kita lakukan tidak berseberangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam itu sendiri. Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan; Islam sejatinya tidak hanya menyuruh umatnya melakukan ibadah ritual dan melakukan amal soleh saja, akan tetapi selama kebathilan masih merajalela di muka bumi ini. Akan tetapi Islam juga mewajibkan umatnya melakukan beribadah yang dapat berdampak ke sosial, yaitu ibadah yang dapat memberikan andil dalam menanggulangi kejahatan atau kemungkaran sebagaimana seperti ibadah zakat dan sedekah yang dapat menumbuhkan kebaikan dan mengurangi kesenjangan umat. Kewajiban melakukan jihad disini yaitu sebagaimana Islam mewajibkan salat, puasa dan zakat dengan porsinya masing-masing. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (Q.S. Al-Hajj: 77)

Dari sini dapat dijelaskan bahwasanya jihad bukanlah seperti apa yang dipahami oleh sebagian besar kaum muslim dan penulis barat pada umumnya, yang menganggap bahwa jihad sebagai “perang suci” (holy war).
Jihad tidak boleh hanya sekedar dimaknai dalam arti sempit peperangan saja. Sebab, masih banyak bentuk-bentuk jihad selain perang. Kendati demikian kita juga tidak boleh memungkiri bahwa perang juga termasuk realitas jihad yang nyata, akan tetapi jihad dalam bentuk peperangan merupakan langkah terakhir yang ditempuh. Oleh karena itu Rasulullah SAW., pernah bersabda dihadapan para shabat; “Kita baru saja menunaikan perag kecil (jihad asghor) untuk menuju jihad yang lebih besar (jihad akbar), para sahabat sontak terkaget-kaget dan bertanya; apa gerangan jihad yang lebih besar, Rasulullah SAW., pun menjawab jihad akbar adalah jihad memerangi hawa nafsu. Dengan demikian, jihad sendiri belum tentu diartikan sebagai perang dengan mengangkat senjata akan tetapi usaha memerangi terhadap nafsu, sifat egoisme, dan mementingkan diri sendiri juga layak dianggap sebagai perang suci.

Baca: Puasa Adalah salah salah Satu Bentuk Jihad Melawan Hawa Nafsu; Pengertian Puasa dan Dasar Hukumnya

MACAM-MACAM JIHAD

Para pakar hukum Islam membedakan jihad menjadi tiga macam, yaitu jihad dengan hati (bil qalbi), jihad dengan lisan (bil lisan), dan jihad dengan tangan/pedang (bis saifi). Dalam penjelasan sebagai berikut:

1.     Jihad dengan hati (bil qalbi).
Jihad ini merupakan perjuangan manusia dalam rangka melawan hawa nafsunya. Sekalipun secara lahiriyah jihad ini tidak kentara, akan tetapi esensi untuk mewujudkannya adalah sangat sangat sulit. Hal ini dikarenakan nafsu manusia yang senantiasa mengarahkan kepada keburukan, sehingga jika kita tidak pandai mengendalikan nafsu justru nafsu yang akan mengendalikan kita. Syariat mengajarkan orang yang kuat bukan merka yang kuat bantingannya, akan tetapi orang kuat sejati adalah mereka yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika sedang marah.
2.     Jihad dengan perkataan (bil lisan).
Manifestasi jihad dengan lisan dapat dilakukan melalui tutur kata yang baik dalam menyampaikan kebenaran atau ajaran Allah SWT (amar ma’ruf nahi mungkar). Dapat dikatakan bahwa didalam menyampaikan kebenaran atau berdakwah terdapat jihad yang luar biasa yaitu manakala kita dapat berlemah lembut dan bertutur kata yang sopan, yang membuat orang yang kita ajak menuju jalan Allah tergerak hatinya.
3.     Jihad dengan pedang (bis saifi).
Jihad bis saifi merupakan jihad yang dilakukan dengan cara memerangi musuh-musuh Islam. Dengan demikian orang kafir yang tidak patuh terhadap aturan syariat, dan tidak pula mau membayar jizyah atau pajak dan tidak terikat dalam akad mustakman, melainkan mereka memerangi orang-orang Islam maka jihad melalui peperangan inilah jawabannya.

Jihad Dari Segi Media atau Alat Yang Digunakan

a.     Jihad dengan harta
Jihad ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan harta yang kita miliki di jalan Allah SWT., membantu para pejuang dengan harta, obat-obatan, konsumsi dan sarana lain yang digunakan untuk tegaknya agama Allah; seperti untuk kemakmuran masjid, musola dan pendidikan Islam.

b.     Jihad dengan diri.
Jihad ini dapat dilakukan manakala posisi kaum muslimin sedang dalam perang menghadapi musuh. Yaitu dengan turut andil berjuang dan terjun langsung kedalam kancah peperangan untuk menegakkan agama Allah SWT., dengan semata-mata mengikuti perintah Allah SWT., dan mengharapkan pahala disisi-Nya.

c.      Jihad dengan lisan
Sebagaimana telah kami uraikan di pembahasan di atas, jihad dengan lisan dapat dilakukan dengan cara menyampaikan perkataan yang bagus dalam amar ma’ruf nahi mungkar.

HUKUM JIHAD

Ditinjau dari syariat Islam, hukum jihad dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; jihad yang wajib dilakukan oleh setiap individu umat islam atau yang dikenal dengan fardhu ain’ dan jihad yang bersifat parsial atau fardhu kifayah yang artinya manakala sudah ada salah satu umat Islam yang menjalankannya maka kewajiban jihad gugur bagi yang lain.

1.     Fardlu Ain’
Hukum jihad menjadi fardu ain’ (wajib bagi setiap individu) manakala musuh-musuh umat Islam telah berusaha membinasahkan dan menghancurkan agama Islam serta mengotori kehormatan dan kesucian umat. Dalam kondisi semacam ini, maka umat Islam diwajibkan membela dan mempertahankan agama dan negaranya baik dengan harta dan jiwanya. Sehngga orang yang tidak mau terjun dalam jihad ini maka ia termasuk salah satu dari tujuh orang yang mendapatkan dosa besar; yaitu at-tawalli yaumazzahfi.

Imam An-Nawawi menegaskan jihad menjadi fardhu ain’ apabila orang-orang kafir telah datang dan menyerang suatu negara Islam. Dalam hal ini hukum jihad menjadi fardhu ain disebabkan beberapa keadaan:

Pertama, jika musuh telah menyerang suatu negara kaum muslimin, maka jihad menjadi fardhu ain bagi penduduk atau warganya. Dan apabilawarga yang ada di negara tersebut tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum muslimin sekitar yang berdekatan dengan nagara tersebut dan seterusnya. Demikian jika negara muslim sekitar belum cukup memiliki kekuatan untuk manghalau musuh, maka jihad menjadi fardhu ain bagi negara yang berdekatan berikutnya hingga tercapai kekuatan memadai untuk melawannya. Dan jika sekiranya belum memadai juga, maka kewajiban jihad menjadi fardhu ain bagi seluruh kaum muslimin di seluruh belahan bumi.

Kedua, jika bertemu dua pasukan, yaitu antara pasukan kaum Muslimin dan pasukan kafir sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Maka jika barisan kaum muslimin dan barisan musuh sudah berhadapan, maka jihad menjadi fardhu ain bagi setiap orang Islam yang menyaksikan keadaan tersebut, dan haram berpaling meninggalkan barisan atau medan pertempuran tersebut. Allah SWT.,  berfirman di dalam Al-Qur’an: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوهُمُ الأَدْبَارَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”. (QS Al-Anfal: 15)

2.     Fardhu Kifayah.
Pengertian jihad sebagai fardhu kifayah mengandung arti bahwa manakala ada salah satu kaum muslim yang menjalankan perang dalam rangka menegakkan agama Allah SWT., maka kewajiban muslim yang lain gugur karenanya. Ibnu Hazm berpendapat, jika telah ada orang muslim yang mampu melawan musuh dan memeranginya dengan senjata dan kekuatan yang dimilikinya sehingga mempu manghalau serangan musuh, maka kewajiban jihad gugur bagi kaum muslim lainnya.

Dalam hal ini, makna “hukum jihad fardhu kifayah” berlaku manakala sebagian kaum muslimin dalam kadar kekuatan dan persediaan yang memadai, akan tetapi sebaliknya maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kewajiban jihad tetap wajib bagi kaum muslimin secara keseluruhan.


pengertian jihad yang benar
https://syariatkita.blogspot.com

Suber:
Dr. Fuad Amsyari, Masa Depan Umat Islam Indonesia (Peluang dan Tantangan)
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya
Dr. M. Quraish Shihab, Wawasan Al qur’an (Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat)
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam (Penafsiran Kembali Islam Sebagai Aqidah dan Way of Life)

Tuesday, October 15, 2019

Jual Beli Yang Dilarang

JUAL BELI YANG DIHARAMKAN

Sahabat syariat kita, sebelum kita membahas apa apa itu jual beli yang diharamkan menurut syariat, akan kami bahas dahulu pengertian jual beli agar kita lebih paham tentang jual beli yang diharamkan.

Pengertian Jual Beli

Dalam terminologi fiqih jual beli dikenal dengan dengan istilah al-ba’i yang memiliki arti menjual, mengganti, dan atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, penggunaan kata al-ba’i yang maklum kita ketahui dalam bahasa Arab juga terkadang digunakan untuk pengertian yang kontradiktif, artinya penggunaan kata menjual sekaligus bermakna membeli atau yang kita kenal dengan istilah asy-syira’. Dengan demikian, kata al-ba’i tidak hanya berarti jual, akan tetapi juga berarti beli.

Adapun terminologi jual beli menurut para ulama’ ahli fiqih adalah sebagai berikut:
  • Syaikh   Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary

وَشَرْعًا مُقَابَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ

“(jual beli) adalah menukarkan harta dengan harta dengan cara yang telah ditentukan.”

  • Syaikh   Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi,   

تَمْلِيْكٌ مَالِيَّةٌ بِمُعَاوَضَةٍ بِاِذْنٍ شَرْعِّيٍ أَوْ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مُبَاحَةٍ عَلَى التَّأْبِيْدِ بِثَمَنٍ مَالِيٍّ

“(Jual beli) adalah upaya memiliki (sesuatu) yang bersifat harta dengan suatu ganti atas dasar izin syara, atau memberikan kepemilikan berupa manfaat yang diperbolehkan syara untuk dimiliki selamanya dengan (suatu) harga yang bisa diukur (nilainaya) dengan uang." 

  • Menurut Sayyid Sabiq

مُطْلَقُ الْمُبَادَلَةِ وَلَفْظُ الْبَيْعِ وَالشِّرَأِ يُطْلَقُ كُلٌّ مِنْهُمَا عَلَى مَا يُطْلَقُ عَلَيْهِ الْاَخَرُ فَهُمَا مِنَ الْاَلْفَاظِ الْمُشْتَرَكَةِ بَيْنَ الْمَعَانِي الْمُضَادَةِ

“(Jual beli) secara umum digunakan untuk suatu makna ‘saling menukar’ adapun lafal al-ba’i (jual) dan asy-syira’ (beli) keduanya dipergunakan secara umum baik untuk orang yang menjual dan orang yang membeli. Dengan demikian lafal al-ba’i dan asy-syira’ merupakan kata sinonim yang memiliki arti yang saling bertolak belakang.
Sahabat syariatkita, dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa esensi jual beli ialah memberikan hak atau upaya memiliki sesuatu barang dengan menukar sesuatu (yaitu uang) atau sesuatu lain yang nilainya sama antara pihak penjual dengan pembeli berdasarkan syarak dan rukun yang telah ditetapkan oleh syara’.

Jadi kapanpun kita melakukan transaksi dengan orang lain yang didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak dengan suatu barang yang dapat dinilai dengan uang maka aktifitas atau transaksi semacam ini sudah termasuk dalam kategori jual beli.

Dasar Hukum Jual Beli

Dasar jual-beli secara lengkap dapat kita ambil berdasarkan Al-Qur'an, hadis, dan ijma' atau kesepakatan ulama’ sebagai berikut:

Al-Qur'an


وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275).

وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli.” (QS. Al-Baqarah: 282).

......... إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“.......... kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka.” (QS. An-Nisa': 29).

Hadis Nabi SAW


عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافعٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ

“Dari Rifa'ah bin Rafi', bahwasanya Nabi SAW., ditanya tentang pekerjaan apa yang paling baik? Kemudian beliau menjawab, (pekerjaan yang paling baik adalah) pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap jual-beli yang mabrur (baik).” (HR. Imam Al-Bazzar)


Adapun yang dimaksud dengan jual beli yang  mabrur sebagaimana dalam hadis di atas adalah jual-beli yang didasarkan pada ketentuan dan hukum syariat Islam sehingga antara penjual dan pemneli dapat terhindar dari tipu-menipu yang dapat merugikan kedua belah pihak.

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

“Sesungguhnya jual-beli itu harus didasarkan atas kesepakatan atau kerelaan (kedua belah pihak)." (HR. Imam Al-Baihaqi dan Imam Ibnu Majah)


Ijma'

Dasar jual beli menurut kesepakatan Ulama’ yaitu mengacu pada asas dimanasecara lahiriyah dan menurut sunnatullah manusia dilahirkan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa adanya bantuan dari orang lain. Artinya tanpa ada hubungan transaksional baik yang berupa barang, jasa, dan hubungan sisoal lain maka sunnatullah yang lain tidak akan berjalan, seperti ada penjual saja tapi tidak ada pembeli, ada kaya saja tidak ada yang miskin, adapanas saja tanpa ada hujan atau air. Oleh karena itu lah ulama sepakat adanya kemaslahatan dalam jual beli sehingga oleh para ulama jual beli jidadikan salah satu elemen transaksional yang dihalalkan dan bernilai ibadah jika didasari semuanya sesuai dengan ketentuan syariat.

JUAL BELI YANG DILARANG

Maksud dari jual beli yang dilarang oleh syariat, adalah pelaksanaan akad antara penjual dan pembeli akan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam sehingga jual belinya tidak sah. Adapun barang yang terlarang untuk diperjual belikan antara lain adalah:

  • Menjual sesuatu yang najis seperti anjing, babi dan yang lain sebagainya,. Dalam hal ini Rasulullah SAW. bersabda:

حَدَّثَنَا قُتْبَةُ حَدَّثَنَا اَلَّليْثُ عَنْ يَزِيْدَ بْنَ اَبِى حَبِيْبٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ اَبِى رَبَاحٍ عَنْ جَابِرٍ: اَنَّهُ سَمِعَ رَسُولُ اللهِ ص.م  يَقُوْلُ اِنَّ اللهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْاَصْنَامِ فقيل يارسول الله ارايت شحوم الميتة فانه يطلى به السقن ويدهن بها الجلود ويستصبح بها الناس فقال هو حرم ثمّ قال رسول الله ص.م عند ذلك قاتل الله اليهود ان الله لما حرم سحومها حملوه ثمّ باعوا

“Qutbah bercerita kepada kami, Al-Laits bercerita kepada kami dari Yazid bin Abi Habib dari Ata bin Abi Rubah dari Jabir RA., sesungguhnya dia pernah mendengar Nabi SAW., bersabda: ‘sesungguhnya Allah  mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan patung berhala. Rasulullah ditanya para sahabat: ya Rasulallah, bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai karena ia dipergunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan  penerangan oleh manusia? Beliau menjawab: ia (lemak bangkai) adalah haram. Kemudian Rasulullah SAW bersabda saat itu: mudah-mudahan Allah memusuhi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka malah mencairkannya lalu mereka jual kemudian mereka makan harganya." (HR.Bukhari)

  • Menjual sesuatu yang tidak bermanfaat menurut Syara', seperti menjual babi, kutu, cecak dan lain sebagainya.
  • Menjaul sesuatu yang belum pasti atau digantungkan, seperti; jika saya pohon mangga itu berbuah ranum maka aku akan menjualnya kepadamu.
  • Menjual sesuatu dengan waktu tertentu (muaqqot) seperti halnya perkataan seseorang; saya jual tanah ini kepadamu selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara'. Sahabat syariat kita, disini kita perlu membedakan antara akad jual dan sewa sehingga tidak rancu pemahamannya. Silahkan baca perbedaan antara jual beli dan sewa.
  • Menjual barang diluar kekuasaanya. Seperti menjual sapi atau burung yang kabur dari sangkarnya dan tidak diketahui lagi keberadaannya, begitu pula menjual barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, maka tidak diketahui dengan pasti sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama. 
  • Menjual sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
  • Menjual sesuatu yang baragnya belum jelas. Seperti halnya menjual mangga yang masih dalam pohonnya (pentil), karena belum memungkinkan apakah mangga tersebut akan jadi atau justru akan jatuh sebelum menjadi mangga besar dan bisa dimakan. Oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
jual beli yang diharamkan


Untuk artikel dasar hukum jual beli lengkap silahkan baca di sini

Thursday, October 10, 2019

Sholat Tahajjud Lengkap

ARTI, DASAR HUKUM DAN KEUTAMAAN SHOLAT TAHAJUD

Pengertian Solat Tahajud

Sahabat syariatkita, perlu kita pahami bahwasanya salah satu faktor kemuliaan manusia yaitu terletak pasa sisi ketakwaannya terhadap Allah SWT., sebagaimana difirmankan:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَكُمْ 

“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”

Sebelum kita bahas lebih jauh tentang arti dan keutamaan solat tahajud, akan coba kami bahas terlebih dahulu pengertuan solat tahajud secara detil baik dari segi etimologi dan terminologinya, ibarat orang tua kita dulu mengajarkan jika kita paham akan sesuatu maka kita akan bisa meratapi dan mendalaminya. Tak ubahnya dengan solat tahajud, manakala kita mengetahui arti dan keutamaannya maka kita akan semangat dan khusyuk dalam menjalankannya.

keutamaan sholat tahajjud


Sahabat syariatkita, jika kita telaah dari sudat pandang etimologi sebagaimana telah kita ketahui solat tahajud berasal dari dua suku kata yaitu solat dan tahajud. Kedua kata ini tentunya berasal bahasa Arab yang jika boleh saya uraikan sebagai berikut:

As-Sholatu = Doa, permohonan, pujian dan pendekatan diri kepada Allah
At-Tahajjudu = Tidak tidur di waktu malam

Jika kita kupas lebih dalam kata tahajud itu sendiri memiliki dua arti yang sebenarnya bertolak belakang yaitu; “tidur dan tidak tidur  di waktu malam”. Jika kita terapkan dalam pola susunan:  هَجَدَ الرَّجُلُ, maka artinya “ada seorang yang tidur di waktu malam”. Akan tetapi jika kalimatnya kita beri tasyjid menjadi: هَجَّدَ الرَّجُلُ, maka artinya “orang itu orang itu solatdi waktu malam”. Dalam hal ini  kata tahajud biasa digunakan untuk orang yang bangun tidur dengan tujuan mengerjakan solat.

Dari sudaut pandang terminologi syariat, definisi solat secara umum dapat kita artikan sebagai seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat, dimulai dengan takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam. Terminologi ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Ar-Rofi’i sebagai berikut:

قَالَ الرَّافِعِيُّ: أَلصَّلاَةُ اِصْطِلَاحاً اَقْوَالٌ وَاَفْعَالٌ مُفْتَتَحَةٌ بِالتَّكْبِيْرِ وَمُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيْمِ بِشَرَائِطَ مَخْصُوْصَةٍ

Imam Ar-Rofi’i berkata; “Solat menurut terminologi syariat adalah segala ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa solat tahajjud merupakan solat sunah yang dilaksanakan pada waktu malam. Para ulama` biasa menyebutkan dan mengidentikkan solat tahajud dengan solat malam yang dilaksanakan sesudah bangun tidur, kendatipun tidak semua solat malam yang dikerjakan setelah tidar adalah solat tahajud. Hal ini dikarenakan antara solat tahujud dengan solat-solat sunah lainnya, seperti solat hajat, solat istikharah, solatwitir dan lain sebagainya tidak mensyaratkan harus dilaksanakan setelah tidur malam.

Solat tahajjud merupakan solat sunah yang dilaksanakan pada waktu malam

Dasar Hukum Solat Tahajjud

Adapun dasar kita melakukan solat tahajud sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW., dalam kitab hadis “Jami’us Shaghir” adalah sebagai berikut:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَاِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَقُرْبَةٌ اِلىَ اللهِ تَعَالى وَمَنْهَاةٌ عَنِ اْلاِثْمِ وَتَكْفِيْرٌ لِلسَّيِّآتِ وَمُطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ

“Kerjakanlah solat tahajud, karena itu merupakan kebiasaan atau tradisi orang-orang yang salih sebelum kalian, (solat tahajud juga) merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT., pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan dan pengusir segala penyakit dari tubuh”. (HR. Ahmad, at-Turmudzi dan Hakim)

Dari keterangan di atas dapat kita ketahui bahwa dalam solat tahajud terdapat fadhilah atau keutamaan yang sangat luar biasa. Keutamaan tersebut tentunya diperumtukkan bagi mere yang mau mengerjakannya. Adapun diantara keistimewaan solat tahajjud adalah orang mengerjakan solat tahajud dan memohon kepada Allah SWT., niscaya Allah SWT., akan mengabulkan apa yang menjadi hajatnya, Allah juga akan menempatkannya pada tempat terpuji (maqomam mahmuda). Inilah alasan kenapa solat tahajud merupakan solat yang telah mentradisi di kalangan salafus salih.

Keutamaan Solat Tahujjjud: Dikabulkan segala hajat dan kebutuhannya, di angkat derajatnya menuju maqom yang mulia (disisi Allah Subhanahu Wata'ala)



Ketentuan Mengerjakan Solat Tahajjud

Adapun ketentuan syarat dan rukun mengerjakan solat tidak jauh berbeda pada solat umumnya, yaitu mengacu pada apa yang dilakukan oleh Rosulullah SAW., sebagaimana diriwayatkan dalam hadis:

عَنْ مَالِكِ بْنِ اْلحُوَيْرِيْثِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْنِىْ اُصَلِّى


“Dari Malik bin Huwairis RA., ia berkata bahwasanya Rosulullah SAW., telah bersabda; solatlah kalian semuanya sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhori, Muslim & Ahmad)

Dengan demikian, maka sudah sepatutnya solat-solat yang kita lakukan tidat terkecuali solat sunah tahajud haruslah senantiasa kita benahi dan benahi setiap harinya baik dari segi syarat dan rukunnya. Artinya bisa jadi solat yang selama ini kita lakukan dari segi syaratnya seperti wudhu’nya harus benar, tempatnya harus suci, menghadap kiblat dan lain sebagainya belum sempurnya sehingga perlu pembenahan. 

Bisa pula rukun solat yang kita kerjakan seperti cara mengerjakan takbir, membaca fatihah, dan cara tahiyatnya juga belum sempurna, sehingga hal tersebut perlu pula dibenahi dan disempurnakan lagi sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosulullah SAW. Dengan demikian, maka solat yang kita kerjakan diharapkan akan semakin khusyuk, tumakninah.

Pada ruang lingkup yang lebih luas lagi maka solat yang kita kerjakan dengan baik terlebih solat tahajjud dapat membawa dampak yang positif dalam segala kehidupan kita; seperti kita merasa lebih tenang dalam menjanali hidup (emosi ataupun hawa nafsu lebih bisa terkendali), dan yang terpenting lagi adalah kadar keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT., meningkat.

Hikmah dan Keutamaan Solat Tahajud

Pada prinsipnya solat merupakan kewajiban bagi segenap kaum muslimin. Bahkan solat menjadi kebutuhan dasar setiap umat muslim. Artinya seorang muslim yang menjalankan solat maka ia tak ubahnya telah menempuh segala aspek kehidupannya, tidak hanya di dunia saja akan tetapi untuk orientasi kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. 

Solat merupakan ibadah mahdah (ibadah yang yang langsung kepada Allah) yang pertama di perintahkan  oleh Allah  SWT., kepada nabi Muhammad SAW.,  yaitu sebelum di perintahkan mengerjakan ibadah-ibadah. Sehingga dalam mengerjakan solat terkandung keutamaan yang sangat agung dan luar biasa. 

Solat tahajud  yang  di laksanakan  secara istiqomah, dan penuh keikhlasan pada dasarnya akan  akan membawa kita memperoleh  nikmat yang menyejukkan  pandangan mata, tutur kata yang sopan dan lembut, mantap  dan berkualitas serta di berikan tempat yang terpuji (maqaman mahmudi), baik di dunia maupun di akhirat nantinya dan akan dihapuskan segala dosa dan kejelekannya serta terhindar dari penyalit dzohir dan batin.

Adapun hikmah lain yang dapat kita peroleh dari solat tahajud adalah:
  1. Terbentuk suatu karakter, atau kepribadian yang baik atau orang-orang salih, karena sebagaiman akita ketahui di awal bahwa solat tahajud merupakan adat kebiasaan yang dilakukan oleh orang- orang salih sejak dahulu.
  2. Solat tahajud akan mengangkat derajat seseorang mukmin, mencapai mencapai kemuliaan dan kejayaan di dunia dan akhirat.
  3. Sarana mendekatkan diri atau taqarub kepada Allah SWT. Artinya dengan solat tahajud seseorang akan semakin dekat dengan Allah  SWT.
  4. Dapat terhindar dari perbuatan dosa, artinya dengan solat tahajud seseorang dapat menguasai dirinya serta membentenginya dari perbuatan dosa.
  5. Solat tahajud dapat menghapus  atau menghilangkan segala keburukan hati seperti dengki, sombong, dendam, tamak, bakhil, dan segala sifat tercela  lainnya, yang semua itu merupakan penyakit  rohani.
  6. Solat tahajud juga dapat menghalau atau mengusir penyakit-penyakit lahiruyah atau penyakit jasmani. Artinya, dengan melakukan solat tahajud maka segala macam penyakit jasmani dengan izin Allah SWT., akan sembuh juga.


Solat tahajud mempunyai derajat yang mulia disisi Allah SWT., Solat tahajjud juga dapat melahirkan perasaan-perasaan lembut di dalam hati bagi yang menjalankannya. Solat tahajjud juga dapat melahirkan kenikmatan immaterial dimana seseorang dapat lebih dekat dengan Allah SWT., sehingga orang yang mengerjakan solat tahajud akan memperolah ketenangan  dalam jiwanya. 

Solat tahajud juga merupakan penyebab utama bagi seseorang untuk bisa masuk surga dan Allah akan memujinya dan orang tersebut digolongkan sebagai hamba-hamba Allah yang solih.

Berkaitan dengan keutamaan solat tahajud, Allah SWT. Imam Abu Hurairah RA., berkata, bahwa Rosulullah SAW., bersabda:

اَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ اْلمَكْتُوْبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ

“Solat yang paling utama setelah solat wajib adalah solat (yang dilakukan) di tengah malam hari”.

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW., bersabda:

اِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةٌ، لاَيُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ اَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلاخِرَةِ اِلاَّ اَعْطَاهُ اِيَّاهُ، وَذلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya di dalam suatu malam terdapat waktu, dimana bila seorang muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat (pada waktu itu), maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal itu (terjadi) setiap malam”.

Bagi siapa saja yang mengerjakan solat malam (tahajud) dengan sebaik-baiknya dan dengan sopan, tata tertib yang baik serta rapi, Allah SWT. akan memberikan kemuliaan di dunia dan di akhirat, yaitu akan dipelihara oleh Allah SWT. dari segala macam bentuk bencana,

Orang yang rajin mengerjakan solat tahajjud ketaatannya akan tampak kelihatan di mukanya dan akan dicintai oleh semua manusia serta lisannya mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah. Orang yang rajin solat tahajjud juga akan dijadikan oleh Allah sebagai orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama. 

Selain itu, orang yang rajin mengerjakan solat tahajud maka wajahnya akan berseri-seri kelak ketikaberada di hari pembalasan (yaumul jaza’), akan diberi keringanan ketika dihisab, dimudahkan kalau menyebrangi jembatan sirathal mustaqim, bisa melakukanya dengan sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar. Sehingga Allah SWT., akan memberikan buku catatan amalnya dari arah kanan atau ia tergolong ashabul yamin.

Waktu Mengerjakan Solat Tahajud

Solat tahajud bisa dikerjakan sepanjang malam mulai setelah solat isya’. Akan tetapi di sepanjang malam tersebut ternyata derajat keutamaannya berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang dinamakan dengan saat-saat yang utama, lebih utama dan saat-saat yang paling utama. Oleh karena itu kita sebisa mungkin meraih waktu tersebut agar ibadah kita di sisi Allah SWT. Mendapat nilai dan derajat yang lebih tinggi.

Adapun klasifikasi keutamaan tersebut dapat kami jelaskan berikut:

  1. Sepertiga malam yang pertama, yaitu kira-kira dari pukul: 19,00 sampai dengan 22.00, ini saat utama.
  2. Sepertiga malam yang kedua, yaitu kira-kira dari pukul: 22,00 sampai dengan jam 01.00, ini saat paling utama.
  3. Sepertiga malam yang ketiga, yaitu kira-kira pukul: 01.00 sampai  dengan  masuknya waktu solat Shubuh, ini adalah saat yang paling utama.

Pada malam-malam itulah apabila orang bangun dan mengerjakan solat tahajud maka akan dikabulkan apa yang menjadi hajatnya, sebab pada malam itu sedikit orang yang bangun dan banyak orang tertidur terlelap. Oleh karena itu, solat tahajud sangatlah dianjurkan oleh agama sebagaimana Rosulullah SAW., bersabda:

عَنْ أَبِى عَبْدِ اللهِ اْلاَغَرِّ عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالى كُلَّ لَيْلَةٍ اِلىَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقى ثُلُثُ اللِّيْلِ اْلآخِرِ فَيَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِى فَاسْتَجِبُ لَهُ مَنْ يَسْأَلُوْنِى فَاُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَاغْفِرْلَهُ

Dari Abi Abdullah al-Aghar dari Abi Hurairah, bahwasanya Rosulullah SAW., bersabda; “Tuhan kita (Allah SWT.) turun ke langit dunia di waktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, maka Dia berseru barangsiapa yang berdoa kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta makan akan Aku berikan (apa yang mereka minta), dan barangsiapa yang memohon ampunan maka akan Aku ampuni baginya.” (HR. Bukhari)


Sumber:
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia
Teungku  Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Sholat
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Mahmud Al Husaini, Kifayah al-Akhyar
Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy, Fath al-Qarib al-Mujib

Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content