Saturday, December 20, 2014

Dasar Hukum Dakwah

Dasar Hukum Dakwah


Sahabat syariatkita, kewajiban berdakwah merupakan kewajiban yang bersifat taklifi dari Allah Subhanahu Wata'ala kepada umat-Nya, agar apa yang menjadi tujuan Islam dapat tercapai. Karena sifatnya taklifi dan qat’i, maka jelaslah bahwa dasar hukum dakwah pastinya berasal dari sumber utama hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis. 

dasar hukum dakwah


Dalam hal ini, seluruh ulama telah bersepakat mengenai wajibnya berdakwah. Akan tetapi yang masih menjadi perdebatan diantara meraka adalah, apakah kewajiban tersebut bersifat ainiyah (wajib bagi setiap individu muslim) atau sekedara wajib kifayah (kewajibannya gugur manakala sudah ada salah seorang yang melakukan).

Dalil Kewajiban Dakwah

Terlepas dari kontradiksi sebagaimana di atas, mengenai dasar hukum dakwah telah dijelaskan oleh Allah ٍSubhanahu Wata'ala di dalam Al-Qur’an maupun Rasulullah dalam hadisnya. Adapun ayat Al-Qur’an yang menjelaskan dasar hukum dakwah yaitu sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut:

Surah An-Nahl ayat 125: 

ادْعُ إِلِى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
 
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (pula). Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Surah Ali Imron ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Selain ayat di atas, dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh imam Muslim juga disebutkan mengenai kewajiban dakwah. Adapun matan hadis tersebut adalah sebagai berikut:

مَنْ رَاَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَاِنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَاِنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ الْاِيَمَانِ

“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya (kekuatannya), apabila ia tidak mampu (mencegah dengan tangan) maka hendaklah ia merubah dengan lisannya, dan apabila (dengan lisan) ia juga tidak mampu maka hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan yang demikian ini adalah selemah-lemahnya iman.

Siapakah yang Wajib Berdakwah?


Berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan di atas, para ulama yang menyatakan bahwa hukum dakwah adalah wajib ainiyah (wajib bagi setia individu), maka mereka mendasari argumen mereka pada lafal (ادع) yang berarti "serulah" dan merupakan fiil amar (kata kerja perintah) yang mana dalam kaidah usul fikihnya, amar menunjukkan wajib selagi belum ada dalil yang melarang atau yang menyelisihinha. 

Argumen ini sebagaimana dalam usul fikih berikut:

اَلْأَمْرُ لِلْوُجُوْبِ اِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى خِلَافِهِ

"Perintah (melakukan sesuatu), menunjukkan kewajiban (untuk dilaksanakan), kecuali ada dalil yang menyelisihinya"

Jadi ayat Al-Qur’an sebagaimana dalam Surah An-Nahl ayat 25 tersebut jelas menunjukkan wajibnya berdakwah. Begitu pula pada ayat selanjutnya yakni dalam Surah Ali Imran ayat 104karena lafal (والتكن) jelas menunjukkan wajib karena terjapat lam amar (lam yang berarti perintah).

Sedangkan sebagian ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah wajib kifayah; yakni kewajiban tersebut gugur manakala sudah ada salah seorang yang melakukannya. Sebagai satu contoh, dalam suatu desa banyak pemda yang gemar mabuk-mabukan, akan tetapi diketahui sudah ada pihak pengurus masjid setempat yang telah menasehati dan memperingatkan mereka bahwa perbuatan tersebut merupakan hal yang haram dan dilarang oleh agama, maka dengan demikian masyarakat muslim yang lain sudah tidak lagi berkewajiban mengingatkannya. Inilah yang dikehendaki dengan wajib kifayah.

Para ulama yang manghukumi wajib kifayahnya dakwah yaitu mengambil pengertian dari kata “منكم” yang berfaidah “lit tab’id” atau menunjukkan makna sebagian. Yakni yang dimaksud adalah “sebagian masyarakat muslim“ tidak seluruhnya. Argumentasi ini sebagaimana dijelaskan oleh Zamaksyari.

Dalam hal ini, DR. Awaludin Pimay (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang) berpendapat, bahwa kewajiban dakwah yang dimaksud hanyalah sebatas wajib kifayah. Beliau dalam hal ini lebih condong dengan dengan pendapat jumhur ulama yang menyatakan wajib kifayahnya dakwah. 

Alasan beliau menyatakan demikian yaitu bahwa dalam berdakwah mutlak diperukan adanya kompetensi sang dai yang berupa ilmu dan ma’rifah agar Tujuan Dakwah Islamiyah dapat terlealisir sehingga esensi dakwah dapat sampai kepada obyek dakwah (mad’u) secara sempurna.

Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:

Ref:
Depag RI, 1993, Al-Quran dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra
Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas
Pimay, Awaludin, 2006, Metodologi Dakwah; Kajian Teoritis Dari Hasanah Al-Qu’ran, Semarang: Rasail

3 Komentar:

  1. Menurut pemahaman saya daqwah adalah fardu ain. Adapun yg mengatakan fardu kifayah itu adalah pihak2 yg belum iqra'. Sangat disayangkan, cara berpikir & pentafsiran versi kifayah hanya akan menjadi dokrinisasi bagi mereka yg enggan berkorban

    ReplyDelete
  2. Wajib kifayah. Sama halnya kifayah2 yg lain, jika tujuan dari kifayah dakwah itu blm tercapai maka seluruh individu berkewajiban scr pribadi utk merealisasikan tujuan dakwah yg blm terealisir.

    ReplyDelete

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content