Tuesday, April 22, 2014

Pengertian dan Syarat Rukun Wakaf

WAKAF

(syarat & rukun wakaf)


Wakaf termasuk salah satu ajaran Islam yang mengedepankan adanya komitmen keadilan ekonomi. Begitu pula, institusi wakaf bukanlah dipandang sesebagai tempat praktek ibadah ritual, melainkan juga memiliki dimensi sosial yang luas. Meski secara eksplisit tidak ada nas} yang berkaitan dengan wakaf, namun banyak statemen al-Qur’an maupun al-Hadits yang memotivasi kaum muslimin untuk melakukannya.  Di samping itu Hadits riwayat Bukhari menegaskan bahwa salah satu amal yang akan tetap memberi kontribusi bagi pelakunya adalah ‘amal jariyah. 
Ulama’ berbeda dalam mendefinisikan wakaf. Sayyid Sabiq,  merumuskan wakaf sebagai menahan harta dan memberikan  manfaatnya di jalan Allah. Taqiyuddin Abi Bakr lebih menekankan pada tujuan wakaf, yaitu menahan atau menghentikan  harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk taqarrub kepada Allah. 
Harta yang diwakafkan menjadi milik Allah, dan tidak boleh dihibahkan, dijual, atau diwariskan.  Jumhur berpendapat wakaf menyebabkan ‘ain (zat) benda lepas dari pemiliknya.  Namun, kalanganulama Malikiyyah memperbolehkan wakaf temporer. Menurut mereka, wakaf tidak menyebabkan ‘ain benda lepas dari pemiliknya. Wakif hanya terhalang memanfaatkan benda wakaf selama masa wakafnya belum habis.  Abu Hanifah sepakat dengan Malikiyyah bahwa wakaf tidak harus mengakibatkan benda wakaf lepas dari pemiliknya. 
Dari beberapa pendapat ulama’ di atas, dapat ditarik kongklusi bahwa substansi perwakafan adalah pemanfaatan bukan pemilikan. Tidak boleh bagi siapapun memiliki harta itu, melainkan hanya sekedar mengambil manfaat atau hasil pengelolaannya, sedangkan  benda wakaf tetap dalam wujud atau nilainya.
Adapun rukun dan syarat wakaf menurut jumhur  adalah:

1.    Wāqif (pewakaf)

Wakif harus cakap melakukan tindakan hukum, maksudnya wakif terbebas dari  halangan untuk melakukan tindakan hukum, seperti gila, atau penguasaan orang lain. H}anafiyyah mensyaratkan wakif bukan orang yang pailit kecuali mendapat ijin dari krediturnya.  Kepailitan menghalangi seseorang mewakafkan untuk kepentingan diluar dirinya, karena masih ada kewajiban untuk menghilangkan kesulitan yang ada pada dirinya.

2.    Mauquf bih (harta yang diwakafkan)

Sebagian fuqaha’ sepakat wakaf bersifat māl mutaqawwim yaitu harta yang boleh dimanfaatkan menurut syari’at. Benda wakaf harus jelas batasnya, untuk menjamin  kepastian hukum dan hak mustah}iq dalam memanfaatkan. Wakaf yang tidak jelas batasnya akan mengakibatkan kesamaran, bahkan membuka peluang terjadinya perselisihan.  Wakaf juga disyaratkan milik sempurna wakif. Wakaf yang berada dalam penguasaan banyak orang tidak sah diwakafkan. KHI pasal 215 (1) menyatakan benda wakaf adalah milik mutlak wakif. Pada pasal 217 (3) ditegaskan bahwa benda wakaf harus bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. 

3.    Mauquf ’alaih (tujuan wakaf)

Wakaf merupakan bentuk amal ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Allah,  karena itu yang menjadi tujuan wakaf adalah amal kebajikan yang termasuk dalam kategori qurbah. Menurut UU 41/2004, tujuan wakaf  untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Pemanfaatan wakaf untuk kemaksiatan dilarang, karena bertentangan dengan syari’ah.  Sīghat wakaf (ikrar)
Sīghat adalah kata-kata atau pernyataan wakif  untuk mewakafkan benda miliknya. Menurut Hanafiyyah dan Hanabilah, ikrar wakaf tidak memerlukan qabūl dari mauquf ’alaih, baik tujuan wakafnya tertentu atau bukan.   Hal itu karena wakaf merupakan tindakan tabarru’ atau pelepasan hak milik, sehingga qabūl tidak lagi diperlukan. Di sisi lain, ulama Malikiyyah, Syafi’iyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat, jika mauquf ’alaihnya mu’ayyan, maka harus dengan qabūl.  

4.    Nadzir (pengelola wakaf)

Umumnya fiqh tidak memasukkan naz}ir sebagai rukun wakaf. Meski begitu ulama’ sepakat wakif  harus menunjuk nazir.  Menurut Rofiq,  tidak dicantumkannya naz}ir sebagai rukun karena wakaf merupakan tindakan tabarru’. Nazir bertugas mengurus, menjaga, menyalurkan hasil wakaf kepada mauquf ’alaih, ataupun melakukan setiap usaha agar benda wakaf berproduksi, dan dimanfaatkan sesuai tujuan wakaf.   Sebab tidak mungkin wakaf dapat produktif apabila tidak ada pihak yang mengelolanya.

https://syariatkita.blogspot.com/

0 Komentar:

Post a Comment

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content