BENCANA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN
Sahabat stariatkita, di tahun ini bulan ini tepatnya di awal tahun 2020 musibah kian melanda bumi yang terekstrim adalah apa yang disebut dengan “virus corona”, virus ini telah mengakibatkan ribuan nyawa melayang. Sebagaimana diketahui virus ini yaitu berasal dari negeri tirai bambu yaitu China. Saking begitu massif dan cepatnya berkembang menular virus ini, tak luput kerajaan Arab Saudi membatalkan ribuan jamaah umroh Indonesia yang sejatinya telah mendapatkan jadwal keberangkatan untuk menunaikan ibadah umroh disana.
Adanya virus corona tersebut tentunya tidak hanya membawa dampak di negerinya asal saja bahkan virus ini merambah ke negara lain seperti negara-negara Eropa tidak terkecuali Indonesia; dimana di bulan Februari pemerintah mengumumkan sudah ada 2 warganya yang positif terjangkit virus tersebut. Dampak disini tidak hanya kerugian material ataau ekonomi saja; sepertinya terputusnya pasokan bahan baku, makanan dan lain sebagainya yang mengakibatkan barang-barang tertentu mengalami lonjakan harga yang sangat drastis, akan tetapi sampai pada kerugian spiritual; dengan ditutupnya akses muslimin menunaikan ibadah umroh dan ini merupakan kerugian besar dibanding kerugian materi.
Apapun itu semua, kita harus menyadari bahwa semuanya terjadi atas kehendak Allah subhanahu wata’ala yang mana kita sebagai muslim harus menyadarinya, mengembalikan semua kepadanya dan berikhtiar serta berdoa agar dijauhkan dari virus-virus tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an bahwasanya Allah menguji kita dengan 5 ujian kecil meliputi diuji dengan rasa takut, kelaparan, kekurangan harta benda, kematian (saudara, kerabat atau orang yang kita sayangi), dan kekurangan buah-buahan.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh Kami akan memberikan ujian kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah [2]:155)
Apakah kita bisa menghindar darinya, tentunya tidak. Hanya dengan bersabar menghadapi ujian tersebut Allah akan memberikan kabar gembira bagi mereka. Semog akita termasuk orang yang sabar dan tabah dalam menghadapi semua ujian yang diberikan oleh Allah SWT., Amin
Sahabat syariatkita, dalam artikel akan kami sampaikan “Istilah Bencana” dalam perspektif Al-Qur’an.
Bencana dalam Perspektif Al-Quran
Bencana atau kita sering menyebut dengan istilah musibah yaitu sesuatu yang kejadiannya menimbulkan kesusahan, kerugian, atau penderitaan; malapetaka; kecelakaan; marabahaya. Di dalam Al-Quran dikenal beberapa istilah untuk menyebut bencana, antara lain mushībah, balā’, fitnah, dan adzāb.
1. Mushībah
Secara etimologis, kata mushībah berasal dari kata ashāba-yushību-ishābah-mushībah yang artinya “sesuatu yang menimpa atau mengenai”, baik yang menyenangkan atau tidak. Tetapi secara istilah kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia sebagai akibat ulah manusia, akibat kuasa alam atau akibat taklif (pembebanan) yang telah ditetapkan melalui sunnah-Nya. Dalam bahasa Indonesia, musibah dimaknai sebagai “kejadian/peristiwa menyedihkan yang menimpa; malapetaka; bencana”.
Dalam Al-Quran, kata mushībah ditemukan kurang lebih sebanyak 10 kali, sedangkan jika ditotal dengan kata yang musytaq dengan kata tersebut keseluruhan berjumlah 76 kali. Dari keseluruhan kata musytaq tersebut ternyata tidak selalu merujuk pada arti negatif saja akan tetapi juga ada bagian dari musibah yang bermakna positif.
Terlepas dari makna negatif dan positif, tentunya hal yang lebih penting bagi kita untuk kita refkeksikan bersama adalah bahwasanya musibah dapat terjadi karena dua faktor; yaitu karena ulah tangan manusia yang senang menebar kerusakan di muka bumi ini dan terjadi karena kehendak Allah SWT.
Pertama, musibah terjadi karena ulah manusia. Allah SWT., berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيْرٍ
Dan apa pun musibah yang menimpamu adalah di disebabkan oleh perbuatan tanganmu, dan Allah memaafkan banyak (kesalahan) (QS. al-Syūrā [42]:30)
Dalam ayat lain, dijelaskan:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Kebaikan apa pun yang menimpamu berasal dari Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu berasal dari dirimu (QS. al-Nisā [4]:79)
Penggalan ayat di atas mengandung pengertian bahwa kebaikan yang kita terima dan kita nikmati sekarang ini tiada lain karena anugerah Allah, adapun ujian yang sedang melanda kita disebebkan kita sendiri yang memicunya. Mengenai hal ini dalam ayat lain dijelaskan:
وَلَوْلاَ أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلاَ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولاً فَنَتَّبِعَ ءَايَاتِكَ وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Dan agar mereka tidak berkata ketika musibah (azab) menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan, ”Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan kami termasuk orang-orang Mukmin” (QS. al-Qashash [28]:47)
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa manusia sejatinya selalu protes terhadap ujian atau musibah yang menimpa dirinya. Mereka selalu beralasan bahwa mereka berbuat melanggar dikarenakan belum ada rasul pemberi peringatan, padahal mereka sendiri yang selalu ingkar dan mendustakan rasul-rasul utusan Allah tersebut.
Kedua, musibah dapat terjadi dengan izin Allah SWT. Secara teologis, Al-Quran menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini merupakan kehendak Allah. Bahkan hal tersebut sudah tercatat dalam pengetahuan Allah, jauh sebelum peristiwa itu terjadi. Hal tersebut senada dengan firman Allah sebagai berikut:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidak ada musibah apa pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. al-Taghābun [64]:11)
Ayat di atas selain menjelaskan bahwasanya musibah yang menimpa manusia terjadi adalah atas izin Allah, juga mengisyaratkan bahwa sekalipun demikian manusia diberi potensi berupa ikhtiyar atau usaha untuk mengatasi masalah dan problematika yang menimpanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيْرٌ
Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan pada dirimu kecuali ada dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah (QS. al-Hadīd [57]:22)
Dengan demikian, apapun problem hidup dengan segala hiruk pikuknya yang saat ini menimpa kita kita harus kembalikan semuanya kepada Allah dengan berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkannya.
2. Balā’
Kata balā’ secara etimologi dapat berarti ”nyata/tampak”. Hal ini merujuk pada kutipan ayat: يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ (Pada hari ditampakkan segala rahasia -QS. Al-Thāriq [86]:9), yakni pada hari kiamat. Makna tersebut selanjutnya diartikan dengan “ujian” yang dapat menampakkan kualitas keimanan seseorang”. Dapat pula berarti “lapuknya pakaian karena telah lama dipakai”. Dengan demikian seseorang yang mendapat ujian seolah-olah telah lapuk karena telah banyak atau lamanya ujian dan cobaan yang dialaminya.
Adapun penggunaan kata balā’ di dalam Al-Quran sebanyak 16 kali, dan 28 kali dengan lafal musytaqnya. Dari penggunaan kata balā’ dalam Al-Quran diperoleh beberapa pemahaman sebagai berikut:
Pertama, ujian (balā’) merupakan keniscayaan hidup. Bahkan seluruh kehidupan adalah bagian dari ujian dari Allah. Kendatipun demilian, balā’ atau ujian yang diberikan oleh Allah pastilah ada tujuannya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. al-Mulk [67]:2).
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيْرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
Kamu pasti akan diuji pada hartamu dan dirimu. Dan kamu pasti akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (QS. Ali Imrān [3]:186)
Karena ujian (balā’) adalah keniscayaan hidup manusia, maka tidak seorang pun yang luput darinya. Semakin tinggi kedudukan seseorang, maka semakin berat pula ujian yang ditimpakan kepadanya. Dalam hal ini, Al-Quran menjelaskan sebagaimana ujian yang dialami nabi Ibrahim AS:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِيْنِ * وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ * قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِيْنَ * إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِيْنُ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya. Dan Kami panggillah dia, ”Hai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu”. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata (QS. al-Shaffāt [37]:103-106)
Kedua, ujian (balā’) bisa berupa kesenangan (kebaikan) atau kesulitan (keburukan). Hal tersebut kesemuanya merupakan cobaan bagi umat manusia. Allah SWT., berfirman:
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian/cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS. Al-Anbiyā [21]:35).
وَقَطَّعْنَاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أُمَمًا مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَلِكَ وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antara mereka ada yang saleh dan di antara mereka ada yang tidak demikian. Dan Kami menguji mereka dengan kebaikan dan keburukan agar mereka kembali (QS. Al-A’rāf [7]:168).
Berdasarkan ayat di atas, para pakar mengartikan bahwa balā’ mencakup sesuatu yang positif maupun negatif. Ibnu Mandzūr mengatakan bahwa balā’ bermakna ujian (ikhtibār), baik dengan kebaikan maupun keburukan. Menurut al-Fairuzzabadī, balā’ adalah ujian (ikhtibār) berupa anugerah (minhah) maupun bencana/malapetaka (mihnah). Sementara itu Al-Zabidī, pensyarah kitab Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn, mengatakan bahwa balā’ (ism mashdar dari ibtilā’) artinya cobaan dan ujian. Cobaan Allah bagi hamba-Nya terkadang dengan sesuatu yang menyenangkan agar mereka bersyukur, dan terkadang dengan sesuatu yang tidak menyenangkan agar mereka bersabar.
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ ءَالِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاَءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepada kalian siksa yang berat, menyembelih anak-anak laki-laki kalian dan membiarkan hidup anak-anak perempuan perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat ujian yang besar dari Tuhan kalian (QS. al-Baqarah [2]:49)
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ ءَالِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاَءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: Ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia menyelamatkan kalian dari keluarga Fir’aun. Mereka menyiksa kalian dengan siksa yang pedih, menyembelih anak-anak laki-laki kalian dan membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian. Dan pada yang demikian itu ada ujian yang besar dari Tuhanmu” (QS. Ibrāhīm [14]:6). Baca pula QS. al-A’rāf [7]:141
Kedua ayat di atas menggambarkan betapa kejamnya kejahatan yang dilakukan Fir’aun dan pengikutnya terhadap Bani Israil, sampai-sampai Allah menyebutnya dengan balā’ adzīm (ujian yang besar). Bayi-bayi laki mereka bunuh hanya karena Fir’aun memperoleh informasi dari ahli nuju bahwa kelak kekuasaannya akan jatuh ke tangan seorang laki-laki dari Bani Israil.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh Kami akan memberikan ujian kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah [2]:155)
Al-Quran juga menggunakan makna balā untuk sesuatu yang positif (balā’ hasan, balā’ mubīn), seperti terlihat dari ayat-ayat berikut ini:
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلاَءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Maka (sebenarnya) bukan kalian yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allahlah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk menguji kaum Mukmin dengan ujian yang baik (kemenangan). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. al-Anfāl [8]:17)
Demikian pula ketika Allah menceritakan kemenangan Musa as dan Bani Israil terhadap Fir’aun, Allah mengatakan bahwa kepada Bani Israil itu telah diberikan kenikmatan berupa berbagai mukjizat untuk mengalahkan Fir’aun.
وَءَاتَيْنَاهُمْ مِنَ اْلآيَاتِ مَا فِيهِ بَلاَءٌ مُبِيْنٌ
Dan Kami telah memberikan kepada mereka bukti-bukti kekuasaan (mukjizat) sesuatu yang di dalamnya terdapat ujian yang nyata (QS. al-Dukhān [44]:33).
3. Fitnah
Secara terminologi kata fitnah dapat berarti ”ujian dan cobaan”. Adapun kata fitnah sebagaimana dalam Al-Quran terulang sebanyak 30 kali dan dengan perubahannya berjumlah 55 ayat yang terdapat dalam 31 surah. Dari 55 ayat tersebut, mengandung arti ”ujian dan cobaan”. Makna inilah yang berkaitan dengan bencana.
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan (QS. al-Anbiyā’ [21]:35)
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar (QS. al-Anfāl [8]:28). Baca juga al-Taghābun [64]:15.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِيْنَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan kami beriman sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS. al-Ankabūt [29]:2-3). Baca juga QS. Thāha [20]:40.
أَوَلاَيَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لاَ يَتُوبُونَ وَلاَ هُمْ يَذَّكَّرُونَ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak mengambil pengajaran? (QS. Al-Taubah [9]:126)
Al-Quran juga menjelaskan bahwa fitnah (bencana/ malapetaka) bukan hanya menimpa orang yang berbuat zalim saja tetapi menimpa yang lainnya, yang secara langsung tidak berdosa, tetapi mereka tidak berupaya untuk mencegah kezaliman tersebut.
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya (QS. Al-Anfāl [8]:25)
Karena itu, untuk menghindari fitnah tersebut maka diwajibkan amar ma’ruf nahi munkar. Jika ia acuh tak acuh terhadap kezaliman di sekitarnya, maka ia sama dengan orang yang merestui/meridai fitnah tersebut. Allah menjadikan orang yang meridai fitnah sama dengan melakukannya, maka mereka secara bersama-sama akan menanggung akibat bencana tersebut.
Indonesia. Kata fitnah dalam bahasa Indonesia –sekalipun diambil dari bahasa Arab (fitnah)- sudah mengalami pergeseran dari makna asalnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fitnah adalah “perkataan bohong atau tanpa dasar kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang; seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang”. Singkatnya, fitnah dalam bahasa Indonesia adalah berita bohong atau tuduhan palsu untuk menjelekkan orang lain.
Al-Quran tidak sekali pun menggunakannya dengan makna tersebut. Seringkali dengan keliru orang memahami kata fitnah dalam Al-Quran dengan pengertian dalam bahasa Indonesia seperti ketika memahami QS. al-Baqarah [2]:191-192 dan 217. Kekeliruan ini muncul, akibat pemahaman yang meleset tentang kata fitnah dalam Al-Quran, yang diperparah oleh diabaikannya konteks sebab turun ayat-ayat tersebut. Kedua ayat tentang fitnah yang seringkali disalah pahami maknanya itu adalah:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَالِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ * فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusir kamu (Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir (QS. Al-Baqarah [2]:191-192)
Al-Wāhidī meriwayatkan dari Ibn Abbās bahwa ayat ini turun pada perjanjian Hudaibiyah, dimana ketika Rasulullah Saw beserta kurang lebih 1.400 kaum Muslimin berangkat dari Madinah dengan tujuan mengunjungi Baitullah, mereka ditahan kaum musyrik. Akhirnya disepakatilah suatu perjanjian, bahwa Nabi dan kaum Muslim diperbolehkan untuk melakukan umrah pada tahun berikutnya. Ketika tiba waktunya dan Nabi beserta para sahabat sudah bersiap-siap untuk melaksanakan umrah, mereka khawatir kaum kafir Quraisy tidak akan memenuhi janjinya dan mengusir mereka dari Masjidil Haram dan membunuhnya, sedangkan kaum Muslim dilarang untuk melakukan pembunuhan di Masjidil Haram. Lalu turunlah ayat di atas yang mengizinkan kaum Muslim untuk membunuh mereka, karena kemusyrikan dan pengusiran mereka lebih besar bahayanya daripada pembunuhan yang dilakukan kaum Muslim.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيْرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan fitnah lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah [2]:217)
Ayat ini turun berkaitan dengan bahwa Nabi Saw mengutus pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy -dua bulan sebelum perang Badar- dengan tugas mengamat-amati kafilah musyrik Makkah. Ketika sampai di Nakhlah (daerah antara Makkah dan Thaif), mereka menemukan kafilah dagang Quraisy di bawah pimpinan Amr bin Hadhrami. Mereka pun membunuh pimpinan rombongan, menawan dan merampas bawaannya, padahal saat itu sudah masuk bulan Rajab (salah satu bulan haram dimana pertumpahan darah tidak dibenarkan). Kaum musyrik mengecam sikap kaum Muslim tersebut dan menganggap penyerangan tersebut sebagai suatu perbuatan yang sangat besar dosanya.
Menanggapi sikap kaum musyrik itu, ayat-ayat di atas turun untuk menjelaskan bahwa fitnah, yakni “kekufuran mereka, upaya mereka untuk menghalangi manusia dari kebenaran, penyiksaan dan pengusiran mereka terhadap kaum Muslim dari Makkah” adalah lebih kejam dan lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan kaum Muslim pada bulan haram. Apalagi, seperti sementara dalam sebagian riwayat, peristiwa itu terjadi pada malam pertama bulan Rajab, dan ketika itu mereka belum mengetahui bahwa bulan Rajab telah tiba.
Memperhatikan penggunaan kata fitnah dalam ayat-ayat Al-Quran, tampak bahwa tidak satu pun makna fitnah dalam Al-Quran sebagaimana yang dimaksud dalam bahasa Indonesia. Hal ini bukan berarti Al-Quran tidak berbicara tentang maksud tersebut. Al-Quran menyebut hal itu dengan istilah buhtān.
4. Adzāb
Kata adzāb digunakan dalam Al-Quran sebanyak 341 kali dengan tiga bentuk, yaitu `adzdzaba, adzāb, dan mu`adzdzabūn. Secara umum adzāb adalah “merasakan kepedihan” yang disebabkan oleh banyak hal; hilangnya keseimbangan, penyakit dan sebagainya. Kata adzāb digunakan Al-Quran untuk menyebut balasan Allah Swt atas perbuatan maksiat, zalim, dan tidak beriman yang disengaja.
وَحِيْلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ كَمَا فُعِلَ بِأَشْيَاعِهِمْ مِنْ قَبْلُ إِنَّهُمْ كَانُوا فِي شَكٍّ مُرِيْبٍ
Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka inginkan sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam (QS. Saba’ [34]:54)
Adzāb memiliki konotasi yang bersifat negatif, yaitu siksa. Ia bukan lagi ujian atau cobaan, tetapi balasan atas perbuatan jahat dan pelanggaran, baik pelanggaran terhadap sunnatullah di alam semesta atau pelanggaran terhadap syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Semua pelanggaran tersebut akan mengakibatkan kemurkaan Allah yang direalisasikan dalam bentuk bencana. Dengan demikian, setiap musibah yang melanda manusia berupa azab adalah akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Allah tidak akan menurunkan azab-Nya berupa bencana terhadap orang atau sebuah sebuah negeri yang tidak berdosa.
Allah Swt menegaskan dalam Al-Quran bahwa tidak ada sebuah bencana dan musibah terjadi di luar kekuasaan-Nya. Dia juga menegaskan bahwa bencana sebagai adzāb merupakan peringatan akibat dari orang-orang yang berdosa, karena itu adzab pada dasarnya adalah respon Tuhan terhadap perilaku manusia yang menyimpang dari ketentuan-Nya.
Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ * إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ * الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلاَدِ * وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ * وَفِرْعَوْنَ ذِي اْلأَوْتَادِ * الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلاَدِ * فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ * فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum Ad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah. Dan kaum Firaun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak). Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri. Lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu. Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti adzab (QS. Al-Fajr [89]:11-13)
وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS. al-Thūr [52]:47)
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat adzab yang pedih (QS. al-Syūrā [42]:42)
لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (QS. Ali Imrān [3]:128)
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ ءَامِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ * وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya dengan melimpah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari berbagai nikmat Allah; karena itu Allah mengenakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat * Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim (QS. Al-Nahl [16]:112-113)
Semakin besar pelanggaran manusia atas aturan Allah, semakin besar pula peristiwa alam yang Allah timpakan pada mereka. Allah menjelaskan dalam Al-Quran:
فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ اْلأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (QS. al-Ankabūt [29]:40)
Tetapi, menurut Al-Quran tidak semua perbuatan dosa manusia secara langsung menyebabkan turunnya azab Allah. Allah seringkali memaafkan dan atau memberi tempo kepada mereka untuk menyadari kesalahannya.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيْرٍ
Dan musibah apa pun yang menimpa kalian maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian, dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahan itu) (QS. Al-Syūra [42]:30)
أَوْ يُوبِقْهُنَّ بِمَا كَسَبُوا وَيَعْفُ عَنْ كَثِيْرٍ
Atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar (dari mereka) (QS. Al-Syūra [42]:34)
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
Sekiranya Allah menyiksa manusia karena kezaliman mereka, maka tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi makhluk yang melata pun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang ditentukan (QS. Al-Nahl [16]:61)
وَءَاخَرُونَ مُرْجَوْنَ ِلأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan yang lainnya ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. al-Taubah [9]:106)
Penyebab Turunnya Adzab
Berbuat kerusakan di muka bumi
Di antara yang menyebabkan turunnya azab adalah berbuat kerusakan di muka bumi. Manusia hidup di bumi dengan tugas untuk menjaga dan melestarikan kehidupan di bumi (QS. Hūd [11]:85; Al-Syu’arā’ [26]:183). Tetapi kenyataannya banyak diantara mereka yang membuat kerusakan. Sikap itu pada akhirnya menjadi bumerang bagi kehidupannya sendiri. Para perusak inilah yang kelak adakan diadzab Allah SWT. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS. Al-Rūm [30]:41)
Demikian pula, kerakusan orang-orang kaya yang hidupnya mewah dan memiskinkan rakyat serta berbagai perilaku menyimpang lainnya mengundang turunnya bencana.
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيْرًا * وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka berbuat durhaka dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, maka Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Dan betapa banyak kaum sesudah Nuh yang telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isrā’ [17]:16-17).
Sistem dan hukum yang Allah tetapkan terkait dengan imbalan (pahala) dan hukuman (punishment) bukan hanya terjadi di akhirat, melainkan sudah Allah terapkan sejak kita hidup di dunia. Setiap kebaikan yang dibangun di atas dasar keimanan kepada Allah dan aturan-Nya akan mendatangkan keberkahan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Sebaliknya, setiap pelanggaran sistem Allah yang terkait dengan syariah dan sunnatullah-Nya akan mengakibatka adanya sanksi di dunia, yang diantaranya dalam bentuk bencana.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.Al-Quran juga sering menyebut dalam satu ayat siksa di dunia dan di akhirat (QS. Al-A’rāf [7]:96)
فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيْرٍ
Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan penolong di muka bumi (QS. al-Taubah [9]:74)
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ اْلأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ اْلأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan sungguh Kami akan merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat/ringan sebelum azab yang lebih besar agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS. al-Sajdah [32]:21)
Berbuat dzalim
Hal ini sebagaiman adalam firman Allah SWT.:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلاَّ خَائِفِيْنَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada mereka yang menghalang-halangi untuk menyebut nama Allah di masjid-masjid Allah, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat (QS. al-Baqarah [2]:114)
Berpaling dari mengingat Allah SWT
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (QS. Thāha [20]:12)
Berkaitan dengan semua ujian Allah yang menimpa manusia Al-Quran telah mengisahkan berbagai bentuk adzāb yang merupakan siksaan yang ditujukan kepada umat-umat terdahulu yang melampaui batas, seperti umat Nabi Nuh yang keras kepala dan diwarnai berbagai kedzaliman (QS. al-Najm [53]:52), dihancurkan dengan banjir besar dan mungkin gelombang tsunami pertama dalam sejarah umat manusia (QS. Hūd [11]:40); umat Nabi Syuaib yang penuh dengan korupsi dan kecurangan (QS. al-A’rāf [7]:85; Hūd [11]:84-85) dihancurkan dengan gempa yang menggelegar dan mematikan (QS. Hud [11]:94); umat Nabi Shaleh yang kufur dan dilanda hedonisme dan cinta dunia yang berlebihan (QS. al-Syu’arā’ [26]:146-149) dimusnahkan dengan keganasan virus yang mewabah dan gempa (QS. Hūd [11]:67-68).
Sebagai contoh umat Nabi Luth yang dilanda kemaksiatan dan penyimpangan seksual (QS. Hūd [11]:78-79) dihancurkan dengan gempa bumi dahsyat (QS. Hūd [11]:82); penguasa Yaman, Raja Abrahah, yang berusaha mengambil alih Ka’bah sebagai bagian dari ambisinya untuk memonopoli segala sumber ekonomi, juga dihancurkan dengan cara mengenaskan sebagaimana dilukiskan dalam QS. al-Fīl [105]:1-5). Cara kerja adzāb hanya menimpa kaum yang durhaka dan tidak menimpa orang-orang yang shaleh dan taat pada Allah. Sedangkan cara kerja mushībah dan balā’ tidak membedakan satu sama lainnya. Nabi Nuh as dan pengikutnya yang taat selamat dari azab banjir besar. Nabi Syuaib as dan pengikutnya yang setia selamat dari amukan gempa yang menggelegar. Nabi Shaleh as dan segelintir pengikutnya yang bersamanya selamat dari serangan wabah virus yang mematikan secara massal itu. Nabi Luth as dan pengikut setianya juga terbebas dari bencana alam yang mengerikan itu. Demikian pula virus dahsyat yang dibawa oleh serangga Ababil hanya menghancur luluhkan pasukan Abrahah. Dalam riwayat disebutkan bahwa Abdul Muthalib, kakek Nabi Saw yang menyaksikan bencana itu tidak ikut korban dalam bencana itu.
فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَأَمَّا الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلاَ يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلاَ نَصِيْرًا
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan sombong, maka Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih, dan mereka tidak akan mendapati pelindung dan penolong selain dari Allah (QS. al-Nisa [4]:173)
وَلَا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ قَرِيبًا مِنْ دَارِهِمْ حَتَّى يَأْتِيَ وَعْدُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
Orang yang tidak beriman senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga janji Allah itu terbukti. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (QS. Al-Ra’d [13]: 31).
Selain siksa di dunia, istilah adzāb juga digunakan untuk menggambarkan siksa di akhirat seperti dalam ayat berikut ini:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً أُولَئِكَ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ فِي اْلآخِرَةِ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih (QS. Ali Imrān [3]:77)
Demikian semoga bermanfaat.
Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:
0 Komentar:
Post a Comment