Islam dalam Pengambilan Keputusan

Islam adalah agama yang "Rahmatan Lil 'Alamin", keberadaanya membawa kedamaian bagi umat semesta alam. Hal ini dapat kita lihat diantaranya dalam pengambilan keputusan kita dilarang dalam kondisi labil.

Kebenaran yang Dilematis

Kebenaran dalam beberapa hal ternyata tidak selalu berdampak baik bagi pelakunya. Dalam konteks ini kita harus tetap menyampaikan kebenaran tersebut sekalipun dilematis buat kita

Islam dan Olah Raga

Disebutkan bahwa, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah SWT., daripada mukmin yang lemah" So, keep healty, keep financial and pray

Lengkapilah Agamamu dengan Menikah

Salah satu ibadah yang enak dan berpahala banyak adalah melangsungkan pernikahan. Bagaimana tidak, karena nikah merupakan salah satu sunah para rasul "Sunanun min Sunanil Mursalin"

Memilih Teman

Teman menjadi orang yang paling mewarnai hidup kita, baik deri segi sikap tindakan dan sikap mental seseorang. Olehkarena itu Islam mengajarkan agar dalam bergaul kita benar benar berhati-hati karena "Al-Mu'asyarotu Muatsiroh"

Friday, October 31, 2014

Asuransi Syariah

ASURANSI SYARIAH


Di dunia yang semakin modern ini, berbagai praktik muamalah telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. Adanya perkembangan tersebut tentunya di latarbelakangi oleh tuntutan dan keinginan masyarakat yang ingin terus memperoleh kenyamanan dan terjaminnya kehidupan mereka. Guna menjamin kebutuhan hidup tersebut, berbagai praktik asuransi telah berkembang dan menjamur di masyarakat, akan tetapi kebanyakan dari asuransi yang ada adalah asuransi konvensional yang kebanyakan mereka masih meragukan kehalalannya. Oleh karena itu, dewasa ini mulai bermunculan praktik asuransi syariah yang dianggap oleh mereka sudah 100 % dijamin kehalalannya.

Asuransi Dalam Perspektif Islam


Asuransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah at-ta'min atau yang disebut dengan jaminan keamanan. Adapun pihak penyedia asuransi tersebut biasa disebut dengan mu'ammin atau penjamin dan nasabah atau anggota asuransi disebut juga dengan mu'amman lahu atau musta'min yang berarti pihak terjamin. Istilah asuransi atau yang disebur at ta'min diambil dari kata amana yang artinya keamanan, ketenangan, dan bebas dari rasa takut. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an surah Al-Quraisy ayat 4. (Wirdyaningsih, 2005: 221)

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

Artinya:

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”

Di Indonesia, asuransi syariah atau asuransi Islam sering disebut dengan istilah takaful. Istilah ini yaitu diambil dari bahasa Arab takafala, ya tafakalu, takafulan yang berarti menanggung atau menjamin (Wirdyaningsih, 2005: 222). Dalam istilah muamalah, takaful berarti saling menanggung resiko antara seseorang dengan orang lain, sehingga kedua belah pihak dapat mengambil keuntungan dari akad yang berlangsung diantara mereka. Akad tersebut biasanya dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam hal kebaikan, denganasumsi pihak yang pertama mendapat jaminan terhadap apa yang menjadi kesepakatan diantara mereka dan pihak kedua dapat mengambil keuntungan pula dengan menyediakan pengelolaan harta yang dilimpahkan kepadanya. Hal ini biasanya terealisasikan dengan cara yang lazim disebut dengan istilah tabarru atau berbuat kebaikan dalam hal yang tidak bertentangan dngan syariat. (Syakir, 2004: 33)

Pada tahun 2001, Dewan Syari'ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa mengenai Asuransi Syari'ah yang mengatur tata dan aturan menganei asuransi sesuai dengan syariah yang saling menguntungkan. Dalam bagian pertama aturan tersebut, yaitu dalam fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 disebutkan mengenai ketentuan umum muamalah yersebut. Dalam point pertama disebutkan bahwa pengertian asuransi syari'ah (ta'min, takaful, atau tazdamun) adalah bentuk usaha yang saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau beberapa pihak melalui invenstasi dalam bentuk aset atau tabarru dan memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syari'ah. (Wirdyaningsih, 2005: 223)

Asuransi konvensional yang banyak ditemukan sekarang ini, sejatinya tidaklah sesuai dengan asuransi yang dikehendaki dengan yang ada di dunia Islam terutama pada dekade awal Islam. Konsekuensi dari hal itu semua, banyak literatur Islam yang menyimpulkan bahwa pada hakikatnya asuransi tidaklah dianggap sebagai suatu bentuk muamalah atau tasarruf yang dihalalkan. Halk tersebut dikarenakan, pada dasarnya Islam sendiri tidak meng-iyakan adanya praktik asuransi. Meskipun demikian, akan tetapi jika kita menilik beberapa aktivitas dari kehidupan Rasulallah saw. ternyata terdapat indikator yang mengarah pada prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai acuan hukum asuransi. Contoh sederhana dari aktivitas beliau adalah, beliau mengajarkan konsep tanggung jawab bersama yang kita kenal dengan istilah aqilah. (Syakir, 2004: 123)

Sebelum terbentuknya asuransi syariah, pada umumnya perusahaan asuransi konvensional yang ada, rata-rata dikendalikan dan dikelola oleh orang-orang non muslim, sehingga kehalalan dalam praktik ini menjadi semakin diragukan. Hal tersebut dikarenakan, jika ditinjau dari segi hukum Islam, asuransi konvensional yang ada sejatinya banyak mengandung unsur gharar (tipu musllihat), maisir (unsur perjudian) dan riba. Pendapat ini sebagaimana disepakati oleh banyak ulama terkenal diantaranya seperti Sayid Sabiq, Yusuf al-Qardawi, dan ulama-ulama lain. Namun demikian, karena adanya alasan kemaslahatan atau kepentingan umum yang menuntut adanya lembaga tersebut, maka sebagian mereka membolehkan adanya praktik asuransi konvensional. (Syakir, 2004: 124)

Tata Kelola dan Boleh Tidaknya Asuransi


Berdasarkan adanya kebutuhan tersebut yang dipandang perlu oleh kebanyakan masyarakat, maka pernyataan yang semula menyatakan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian pernyataan tersebut ditinjau kembali dan dipikirkan serta dirumuskan asuransi yang sekiranya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dengan dasar inilah, maka terbentuk asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur di atas yang nyata-nyata diharamkan oleh Islam yaitu asuransi syariah.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa terhadap suatu hukum syariat Islam, ternyata di dalam ajaran Islam sendiri ternyata termuat substansi yang membahas mengenai perasuransian. Asuransi yang termuat dalam substansi hukum Islam tersebut, yang bebar-benar menerapkan tata kelola dan peraturan Islam, tidak merugikan pihak lain, tidak terdapat unsur penipuan, tentunya dapat menghindarkan prinsip asuransi dari unsur yang telah disebutkan yaitu gharar, maisir dan riba. (Syakir, 2004: 125)

Asuransi Syariah

Referensi:

Wirdyaningsih, MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005

Syakir, Muhammad, Asuransi Syariah (Life And general) Konsep dan Sitem Operasional, Jakarta: Gema Insani, Cet 1, 2004

Thursday, October 30, 2014

Makanan Sehat Ala Islam

RESEP MAKANAN SEHAT


Hidup Sehat, Hidup Islam

Pola hidup yang sehat, kini telah menjadi trend hudup modern di kalangan masyarakat. Mereka memilih hidup sehat, mulai dari mengatur pola makan yang sehat, berolahraga, dan beristirahat yang cukup. Hal tersebut mereka rasa dapat membuatnya menjadi sehat. 


makanan sehat ala Islam


Sebenarnya hal demikian bukanlah suatu yang baru di dalam dunia Islam, karena jauh sebelum itu Islam telah mengajarkan umatnya untuk senantiasa hidup sehat, menjaga kebersihan dan berolahraga. Hal tersebut diantaranya sebagaimana tertuang dalam hadis berikut:
-         اَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
-         اَلمْـُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ
Kedua hadis di atas jelas menunjukkan bahwa Islam jelas mengajarkan umatnya agar senantiasa hudup bersih sehat dan melakukan olah raga. Hadis yang pertama mengajarkan kepada kita agar selaluhidup sehat dan menjaga kebersihan. Ini berarti orang muslim dilarang membuang sampah sembarangan dan mengotori fasiltas umum lainnya. 

Sedangkan hadis kedua menganjurkan agar setiap muslim harus menjadi orang yang sehat, baik dengan cara berolahraga menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Dengan tubuh yang sehat seorang muslim dapat turut serta melakan ibadah fisik dengan sempurna seperti shalat dan haji, dengan tubuh yang sehat pula orang islam dapat turut serta menjaga agamanya dari rong-rongan pihak musuh.

Resep Masakan Sehat

Diantara pola hidup sehat, yaitu dengan cara mengatur pola makan. Mengatur pola makan yang sehat juga haris didasari dari kebiasaan mengkonsumsi makanan yang benar-benar sehat, baik dari proses pembuatannya, proses memasaknya dan dari bahan yang dijadikan makanannnya. Seseorang tidak mungkin dapat menjaga pola makan sehat manakala ia tidak menghindari mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat yang kurang baik buat tubuh, seperti kolesterol, terlalu berlemak dan lain sebagainya.

Berkenaan dengan hal di atas, Islam memiliki tips mengenai mekanan yang sehat untuk dikonsumsi tubuh kita. Apakakah tipsnya, berikut akan saya paparkan sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bikhari: 

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّا كُنَّا نَفْرَحُ بِيَوْمِ الْجُمُعَةِ كَانَتْ لَنَا عَجُوزٌ تَأْخُذُ مِنْ أُصُولِ سِلْقٍ لَنَا كُنَّا نَغْرِسُهُ فِي أَرْبِعَائِنَا فَتَجْعَلُهُ فِي قِدْرٍ لَهَا فَتَجْعَلُ فِيهِ حَبَّاتٍ مِنْ شَعِيرٍ لَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ لَيْسَ فِيهِ شَحْمٌ وَلَا وَدَكٌ فَإِذَا صَلَّيْنَا الْجُمُعَةَ زُرْنَاهَا فَقَرَّبَتْهُ إِلَيْنَا فَكُنَّا نَفْرَحُ بِيَوْمِ الْجُمُعَةِ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ وَمَا كُنَّا نَتَغَدَّى وَلَا نَقِيلُ إِلَّا بَعْدَ الْجُمُعَةِ
Arti:
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin 'Abdurrahman dari Abi Hazim dari Sahal bin Sa'ad radliallahu 'anhu bahwa dia berkata: "Kami selalu bergembira bila datang hari Jum'at karena ada seorang wanita tua yang mencabut ubi milik kami yang kami tanam di selokan kebun lalu dia memasaknya dengan mencampurnya dengan biji gandum". Ya'qub berkata: "Aku tidak tahu kecuali dia mengatakan bahwa tidak ada lemak dan minyak."Apabila kami telah selesai shalat Jum'at maka kami datang ke rumah wanita itu lalu dia menyuguhkan masakannya itu kepada kami. Itulah mengapa kami bergembira dengan kehadiran hari Jum'at karena adanya makanan yang disuguhkannya itu. Dan kami tidaklah makan siang dan tidak pula tidur siang (qailulah) melainkan setelah selesai shalat Jum'at.”

Nampak jelas, sebelum ilmu medis moderen mengindentifikasi kandngan makanan yang sehat dan yang kurang baik bagi tubuh, Islam telah terlebih dahulu mengajarkannya. Diantaranya yaitu dengan makan makanan sederhana namun tetap mengandung gizi yang cukup dan diperlukan oleh tubuh, seperti singkong dan gandum sebegaimana yang dicontohkan dalam hadis. Adapun alternatif makanan yang sehat seperti yang dicontohkan dalam hadis yaitu tidak mengandung banyak lemak dan tidak pula terlalu berminyak.

Berdasarkan hadis di atas, Rasulullah mengajarkan umatnya agar senantiasa membiasakan diri hidup sehat, karena dengan membiasakan diri hidup sehat, seorang muslim dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian ia akan dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga bermanfaat. Amin...


Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:



(Hadis dikutip dari Shahih Bukhari, Hadis No. 2178)

Wednesday, October 29, 2014

Fashion Dalam Islam


AKHLAK ISLAM

Fashion Dalam Islam

Dengan semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula peradaban manusia, tak terkecuali dalam dunia fashion. Akan tetapi dinamika hidup yang tidak terkendali telah membawa manusia melanggar norma agama, mereka berpakaian tetapi mengabaikan anjuran syariat. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri saja, asal pakainnya necis, rapi tapi ada tetangganya yang kelaparan, pakaiannya compang camping mereka tidak memperdulikannya. Padahal Islam tidak mengajarkan yang demikian ini.

Islam mengajarkan agar umatnya peduli terhadap sesama, memperhatikan tetangganya yang kurang berada, serta menolongnya manakala ia membutuhkannya. Berkaitan dengan hal ini, orang Islam yang memiliki tanggungan atau orang yang dibawahnya maka ia hendaknya tidak menjaga jarak dengannya. Dengan kata lain, pekerja yang ada di bawah kita seperti pembantu, sopir dan ajudan haruslah kita perlakukan sebagaimana apa yang kita lakukan dalam kesehariannya, baik dalam hal makanan, pakaian, atau hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut.
busana islami

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan jika seorang muslim berpakaian dengan pakaian yang bakus, sementara orang yang berada di sekelilingnya kehidupannya tidak terurus, pakaiannya compang camping bahkan mencari makannya saja kesulitan. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW berpesan dengan memberikan teguran kepada Sahabat Abu Dzar sebagai berikut: 

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ وَاصِلٍ الْأَحْدَبِ عَنْ الْمَعْرُورِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ وَعَلَى غُلَامِهِ حُلَّةٌ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنِّي سَابَبْتُ رَجُلًا فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ فَقَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ
“Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Washil Al Ahdab dari Al Ma'rur bin Suwaid berkata: Aku bertemu Abu Dzar di Rabdzah yang saat itu mengenakan pakaian dua lapis, begitu juga anaknya, maka aku tanyakan kepadanya tentang itu, maka dia menjawab: Aku telah menghina seseorang dengan cara menghina ibunya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menegurku: "Wahai Abu Dzar apakah kamu menghina ibunya? Sesungguhnya kamu masih memiliki (sifat) jahiliyyah. Saudara-saudara kalian adalah tanggungan kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah tangan kalian. Maka siapa yang saudaranya berada di bawah tangannya (tanggungannya) maka jika dia makan berilah makanan seperti yang dia makan, bila dia berpakaian berilah seperti yang dia pakai, janganlah kalian membebani mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka".

Dari kejadian sebagaimana yang terdapat dalam hadis, kita dapat mengambil pengertian bahwa Islam seseorang belum sempurna selama ia masih memiliki sifat yang kurang baik terhadap orang lain. Sifat tercela sebagaimana dalam hadis tertuang dalam kejadian seperti mencaci-maki orang lain dan memperlakukan tidak mengenakkannya. Oleh karena itu sebagai pribadi muslim yang baik, ia harus memberikan hak dan menghirmati orang yang berada di bawahnya, seperti dengan memberikan makanan, pakaian yang layak dan kenyamanan dalam aktivitas kesehariannya.

Terlihat jelas dalam hadis tersebut, sebuah teguran Rasulullah kepada sahabatnya yaitu Abu Dzar ketika ia perperangai dengan akhlakyang tidak dicontohkan oleh beliau, bahkan perangan yang kurang terpuji tersebut dikatakan oleh Rasulullah sebagai perangai peninggalan Jahiliyah, yang sudah sepatutnya untuk dijauhi dan dihindari dalam kehidupan kita sehari hari.

Apa yang kami ungkap dari hadis di atas merupakan refleksi bagi kita sebagai seorang muslim atau muslimah agar senantiasa menjaga diri, tidak sombong, menyesuaikan dalam pergaulan termasuk dalam berpakaian, dan menghargai sesama. Dengan kesadaran demikian, maka seseorang dalam berperilaku terutama dalam hal fashion maka ia akan jauh menjaga diri dan kehormatannya, tidak sekedar mengikuti mode saja. Semoga bermanfaat (Hadis dikutip dari Sahih Bukhari Hadis No.9 Bab Perbuatan Maksiat Merupaka Kebiasaan Jahiliyah)

Tuesday, October 28, 2014

Tingkatan Dzikir dalam Tasawuf

Tingkatan Dzikir dalam Tasawuf


Pengertian 

Sahabat syariatkita, dilihat dari sudut pandang etimologis dalam kamus besar bahasa Arab Indonesia hasil karya Ahmad Warson Munawir, disebutkan bahwa dzikir berasal dari kata:

 (ذ كر-  ذ كرا- تذكارا) 

yang berarti menyebut, mengucapkan, menuturkan. Penggunaan kata "zikir" itu sendiri sejatinya merupakan istilah yang sudah sangat familiar di kalangan muslimin. Sedangkan dzikir di dalam Al-Qur’an, dapat diartikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut:
  1. Mengingat nikmat Allah dengan menghadirkan Allah dalam kehidupan segala kita
  2. Menjalankan kewajiban kita sebagai hamba Allah, dan
  3. Mengingat Allah dengan menghadirkan-Nya dalam hati, baik disertai dengan ucapan lisan ataupun tidak.
Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 152:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ

“Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.    Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”

Dari pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa orang yang melakukan dzikir kepada Allah berarti ia menyebut, mengingat, dan menghadirkan Allah Subhanahu Wata'ala di dalam pikirannya. 

tingkatan dzikir dalam rasawuf


Orang yang dzikir kepada Allah Subhanahu Wata'ala, supaya dapat sampai pada derajat "wushul" atau makrifat kepada Allah, maka ia harus bisa memurnikan dzikirnya tersebut. Artinya tidak mempersekutukan Allah dengan makhluknya. Dan dzikir yang semacam ini salah satunya dapat ditempuh yaitu melalui jalur tasawuf. Dengan demikian, tasawuf identik sekali dengan mendekatkan diri dengan Allah Subhanahu Wata'ala.

Orang-orang yang menempuh jalur tasawuf biasanya ia senantiasa melakukan pendekatan diri kepada Sang Maha Pencipta dalam segala aktifitasnya; dalam kondisi terjaga atau tidur, dzikir melalui lisan atau di dalam hati. jikalau hamba-Nya sudah berdzikir kepada Allah, maka Allah mengingat hamba-Nya yaitu dengan memberikan balasan kebaikan kepada mereka dan mengangkat derajatnya.

Orang yang mendekatkan diri kepada Allah, dengan banyak mengingatnya, pastilah di dalam hatinya akan tertanam ketenangan jiwa. Dengan memuji Allah pula, maka seseorang akan terlepas dari perilaku yang dapat mengkotori hatinya dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan perbuatan-perbuatan maksiat lain. Dengan demikian di dalam hatinya ia merasa tiada sesuatu yang lebih dibandingkan Sang Maha Pencipta alam semesta yaitu Allah Subhanahu Wata'ala. Upaya tersebut diantaranya dapat ditempuh melalui memperbanyak dzikir; dengan memuji dan menyanjungnya

Tingkatan Dzikir dalam tasawuf

Sebagai seorang muslim, dalam melakukan pendekatan diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala, hendaknya dzikir diamalkan secara rutin sesuai ketentuan yang disampaikan oleh mursyid atau guru yang membimbingnya. Rutinitas dzikir semacam ini lazimnya kita sebut dengan istilah wirid

Wirid yang merupakan ibadah mahdhah; yaitu suatu bentuk ketaatan yang langsung kepada Allah SWT. tentunya tidak bisa terlepas dengan apa yang biasanya telah dicontohkan oleh Baginda Agung Rasulullah SAW. Artinya, wirid atau ubudiyah tersebut tidak boleh dikarang-karang, tetapi harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh beliau SAW. seperti membaca dalam tasbih (subhanallah), membaca tahlil (la-ilahaillallahu), membaca tahmid (alhamdulillah) dan lain sebagainya. dan hal ini semua tentunya dapat kita pelajari dari mursyid dan guru-guru kita, sehingga dengan bimbingan sang mursyid kita dapat wushul kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Menurut  Asep Usman, tingkatan dzikir dalam tasawuf dapat dikelompokkan ke dalam dua macam, yaitu:
  1. Dzikir jaliy 
  2. Dzikir Khofi, dan
  3. Dzikir hakiki
Dzikir jaliy disebut juga dengan dzikir lisan, yaitu dzikir kepada Allah yang di ucapkan dengan lisan, baik dengan suara keras maupun pelan. Sedangkan dzikir khofiy disebut juga dzikir qalbi. Yaitu zikir yang hanya dilafalkan di dalam hati, tanpa suara ataupun kata-kata. 

Dzikir jaliy atau yang dilakukan dengan terang atau terlihat oleh kasat mata. yaitu dimaksudkan untuk mengingat Allah SWT melalui perantara ucapan lisan. Karena dengan ucapan lesan seseorang dapat lebih berkonsentrasi, terdengar oleh telinga dan disalurkan kepada hati sehingga rangkaian semacam ini akan dapat lebih membawa seseorang menjadi lebih khusyu' dalam beribadah kepada Allah. 

Dzikir jaliy biasanya banyak dilakukan oleh kaum muslimin yang masih dalam tingkatan awam (biasa disebut juga tingkatan salik atau murid). Kendati demikian, bukan berati orang yang sudah sampai mada maqom atau tingkatan khowas atau ma'rifat tidak melakukan dzikir yang sifatnya jaliy.

Adapun  dzikir khofiy adalah zikir yang dilakukan dengan khusyuk melalui ingatan hati, baik disertai dengan zikir lisan ataupun tidak. Orang yang sudah sampai level ini biasanya hatinya telah dipenuhi oleh ketenangan dan ketergantungan yang tinggi kepada Allah SWT. Ia akan selalu merasakan kehadiran Allah SWT dalam dirinya, kapan dan dimanapun ia berada. 

Adapun tingkatan dzikir yang paling tinggi adalah dzikir haqiqi. Dzikir hakiki merupakan  dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa dan raga, lahir dan batin, kapan dan dimanapun berada. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:

عن ابى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: يقول الله عزّ وجل انا عند ظنّ عبدي بي وانا معه حين يذكروني ﻓﻲ نفسه ذﻛﺮﺗﻪ ﻓﻲنفسي وﺇن ذﻛﺮني في ملإ ذﻛﺮﺗﻪ في ملإ خير منهم وﺇن تقرب ﺇﻟﻰﱠشبرا تقربت ﺍﻟﻴﻪ ذراعا. وﺇن تقرب ﺇﻟﻰﱠ ذراعا تقربت ﺍﻟﻴﻪ باﻋﺎ وإن أتاني يمشي أتيته هرولة

“Dari Abu Hurairah ra. dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,  “Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman : “Aku menurut sangkaan hamba-Ku, Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat Aku dalam batinnya maka Aku mengingat dia dalam batin-Ku. Dan apabila dia mengingat Aku dalam keramaian maka Aku akan mengingatnya yang lebih baik dari itu. Apabila dia mendekati Aku sejengkal maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan maka akan Aku sambut dia dengan berlari-lari kecil." ( HR. Muslim).

Semua uraian tersebut di atas menunjukkan begitu pentingnya dzikir dalam tasawuf. Ia merupakan pintu gerbang utama untuk mencapai derajat makrifat kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Hal ini dikarenakan mengingat Allah pokok dari segala bentuk ketaatan yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Sehingga dengan itu semua manusia dapat mencapai derajat yang tinggi di harapan Sang Mahasuci Illahi Robbi.


Ref:
Abubakar Aceh, 1996. Pengantar Ilmu Tarekat, Solo: Ramadhani
Ash-Shiddieqy, Hasbi, 1997. Pedoman Dzikir dan Doa, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content