PENGERTIAN DAN
HUKUM JIHAD
Sahabat
syariatkita, memahami agama Islam secara komprehensif merupakan salah satu
langkah bagi seorang muslim untuk menuju kebaikan dan mendapatkan derajat yang
tinggi dan mulia disisi Allah SWT., sehingga didalam hadis Rasulullah SAW.
Bersabda; “barang siapa yang Allah kehendaki baginya suatu kebaikan, maka Allah
akan memberikan kepahaman ia dalam masalah agama”. Dengan memahami agama dengan
baik dan benar, maka jihad yang kita laksanakan benar-benar sesuai dengan
ajaran Islam dan sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh baginda Agung
Rasulullah SAW.
Akan tetapi
pemahaman tersebut tentunya tidak akan bisa kita raih manakala kita berupaya
untuk belajar memahami agama itu sendiri, dan pemahaman terhadap agama itu
hanya akan bisa kita dapatkan manakala kita mau belajar. Ya, dengan belajar
maka kita akan memiliki pengetahuan dan dengan pengetahuan itu pulalah Allah
akan menempatkan kedudukan mulia dan tinggi bagi orang-orang yang beriman dan
orang orang yang memiliki ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dengan memahami
Islam secara sempurna berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, maka diharapkan kita
akan bisa menciptakan Islam yang rahmatan lil ‘alamin; yaitu Islam yang
membawa rahmat bagi semesta alam sebagaimana disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan
tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’: 107).
PENGERTIAN JIHAD
Sahabat
syariatkita, jika kita menelaah lebih dalam maka kita akan mendapati pengulangan
kata jihad di dalam Al-Qur’an sebanyak 40 kali (tentunya dengan berbagi wazan
dan bentuknya). Dalam kitab “Mu’jam al-Maqayis Fi al-Lughah”, pengertian
jihad dengan kata penyusunnya yang terdiri dari 3 huruf yaitu “jim, ha’ dan
dal” secara umum bermakna kesulitan atau kesukaran.
Dipandang dari
sudut etimologi, kata jihad berasal dari bahasa Arab “Jahada,
Yajhadu, Jahdan” (menurt wazan fa’ala yaf’alu) berarti kesulitan, kesukaran
dan beban. Masdar “Al-Jahdu” juga dapat bermakna kesungguhan dan upaya
terakhir. Allah SWT., berfirman:
وَأَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ
“Mereka
bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan." (Q.S. Al-An’am: 109)
Sedangkan kata
jihad jika mengikuti wazan faa’ala yufaa’ilu mufaa’alatan ( جا هد, يجاهد, مجاهدة ) yang merupakan isim
mashdar dapat diartikan bekerja sepenuh hati. Dari etimologi sebagaimana di
atas kata “Al-Jahdu dan Al-Jihad” menurut Dr. Abdullah Azzam
dakam dapat diartikan sebagai pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan dan menolak atau menghindari hal yang tidak ia sukai.
Adapun makna jihad
menurut terminologi syariat berarti perang suci untuk memerangi
orang-orang kafir atau orang yang mengingkari akan adanya Allah SWT., jihad
juga bermakna berjuang dijalan Allah atau melaksanakan segala amanat dan tugas
dari Allah SWT., dengan maksud memperjuangkan perkara yang hak (benar) untuk
menangkal perkara yang bathil (salah), memenangkan yang ma’ruf (baik) atas
yang mungkar (buruk).
Ahmad Warson Munawir
dalam kamus Al-Munawir mengartikan lafal jihad sebagai kegiatan
mencurahkan segala kemampuan. Jika dirangkai dengan lafal fi sabilillah, berarti
berjuang, berjihad, berperang dijalan Allah SWT. Jadi kata jihad artinya
perjuangan.
Jihad Dalam Perspektif
Imam Madzhab
Menurut imam madzhab
seperti Imam As-Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, dan Imam Hambali sebagaimana
dalam kitabnya, definisi singkat jihad dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Imam Asy Syafi’i; Jihad berarti berperang dijalan Allah SWT., dan berjuang
dengan sekuat-kuatnya untuk memerangi kaum kafir”.
- Imam Maliki; Jihad ialah memerangi orang kafir yang tidak terikat
perjanjian demi meninggikan kalimatullah atau menghadirkan-Nya, atau
menaklukan negerinya demi memenangkan agama-Nya”.
- Imam Hanafi; Jihad ialah mengundang atau menyeru orang kafir kepada
agama Allah SWT., dan memerangi mereka manakala mereka menolak undangan
tersebut”.
- Imam Hambali; Jihad
adalah memerangi kaum kafir atau menegakkan Kalimat Allah SWT”.
Makna Jihad Dalam
Pandangan Para Ulama
- Prof. A. Hasjmy
menjelaskan, jihad berarti mengorbankan tenaga dengan segala kemampuan yang dimiliki
untuk mencapai sesuatu maksud atau tujuan.
- Al-Raghib
al-Asfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Qur’an, mengatakan,
jihad adalah mencurahkan kemampuan dalam menahan serangan musuh. Lebih lanjut
al-Asfahani menambahkan bahwa jihad itu ada tiga macam, yakni berjuang
menghadapi atau melawan musuh yang tampak (manusia), berjuang menghadapi musuh
yang tidak tampak (setan) dan berjuang menghadapi hawa nafsu (jihadunnafsi).
- Ibn Mandzur dalam
kitab Lisan al-Arab mengatakan bahwa jihad ialah memerangi musuh,
mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang baik berupa kata-kata,
perbuatan atau tindakan.
- Dr. Kamil Salamah
Al-Duqs menjelaskan, bahwa jihad dalam Islam adalah jihad fii sabilillah, ditegaskannya
kembali bahwa selain jihad yang semacam ini Islam tidak mengenalnya. Sabilillah
berarti jalan kebenaran, keadilan, kasih sayang dan persatuan. Sabilillah
sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsirnya, adalah
jalan yang dapat mengantarkan menuju keridhaan Allah SWT., yang mana dengan
keridhaan Allah tersebut agama dipelihara dan keadaan umat menjadi lebih baik.
Perumusan-perumusan
definisi jihad sebagaimana di atas adalah mengandung arti “kemampuan”
yang menuntut seorang mujahid atau orang yang berjuang di jalan Allah mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi
mencapai tujuan. Jihad merupakan suatu pengorbanan baik harta maupun jiwa, pengorbanan
suatu kedudukan dan kehormatan menggunakan kekuatan dan pikirannya atau tulisan
dan atau ucapannya. Kemampuaan ini tentunya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing
orang demi meninggikan kalimat Allah SWT., dan untuk menjaga dan menyebarluaskan
agama-Nya di bawah panji-panji Islam. Oleh karena itu jihad diwajibkan bagi
kaum muslimin demi membela serta melindungi kehormatan agama Allah SWT.
Memahami Makna
Jihad Dengan Benar
Sahabat syariatkita,
Islam telah memerintahkan kepada umatnya untuk melaksanakan jihad, sebab jihad merupakan
salah satu amalan yang sangat utama dan dicintai Allah SWT. Jihad juga merupakan
hal fundamental dan sangat prinsipil di dalam agama Islam setelah syahadat, salat,
zakat, puasa, haji dan amar ma’ruf nahi mungkar.
Saking begitu
mendasarnya ajaran jihad, maka kita sebagai seorang muslim dituntut untuk benar-benar memahami makna jihad yang sebenarnya agar dalam praktinya tidak pelaksanaan
jihad yang kita lakukan tidak berseberangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam
itu sendiri. Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan; Islam sejatinya tidak hanya menyuruh
umatnya melakukan ibadah ritual dan melakukan amal soleh saja, akan tetapi
selama kebathilan masih merajalela di muka bumi ini. Akan tetapi Islam juga
mewajibkan umatnya melakukan beribadah yang dapat berdampak ke sosial, yaitu
ibadah yang dapat memberikan andil dalam menanggulangi kejahatan atau kemungkaran
sebagaimana seperti ibadah zakat dan sedekah yang dapat menumbuhkan kebaikan
dan mengurangi kesenjangan umat. Kewajiban melakukan jihad disini yaitu sebagaimana
Islam mewajibkan salat, puasa dan zakat dengan porsinya masing-masing. Dalam
Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
”Wahai
orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu, dan
berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan” (Q.S. Al-Hajj: 77)
Dari sini dapat
dijelaskan bahwasanya jihad bukanlah seperti apa yang dipahami oleh sebagian
besar kaum muslim dan penulis barat pada umumnya, yang menganggap bahwa jihad
sebagai “perang suci” (holy war).
Jihad tidak boleh hanya sekedar dimaknai dalam arti
sempit peperangan saja. Sebab, masih banyak bentuk-bentuk jihad selain perang. Kendati
demikian kita juga tidak boleh memungkiri bahwa perang juga termasuk realitas
jihad yang nyata, akan tetapi jihad dalam bentuk peperangan merupakan langkah
terakhir yang ditempuh. Oleh karena itu Rasulullah SAW., pernah bersabda
dihadapan para shabat; “Kita baru saja menunaikan perag kecil (jihad asghor)
untuk menuju jihad yang lebih besar (jihad akbar), para sahabat sontak
terkaget-kaget dan bertanya; apa gerangan jihad yang lebih besar, Rasulullah
SAW., pun menjawab jihad akbar adalah jihad memerangi hawa nafsu. Dengan
demikian, jihad sendiri belum tentu diartikan sebagai perang dengan mengangkat
senjata akan tetapi usaha memerangi terhadap nafsu, sifat egoisme, dan
mementingkan diri sendiri juga layak dianggap sebagai perang suci.
Baca: Puasa Adalah salah salah Satu Bentuk Jihad Melawan Hawa Nafsu; Pengertian Puasa dan Dasar Hukumnya
MACAM-MACAM JIHAD
Para pakar hukum
Islam membedakan jihad menjadi tiga macam, yaitu jihad dengan hati (bil
qalbi), jihad dengan lisan (bil lisan), dan jihad dengan
tangan/pedang (bis saifi). Dalam penjelasan sebagai berikut:
1. Jihad dengan hati (bil qalbi).
Jihad ini merupakan
perjuangan manusia dalam rangka melawan hawa nafsunya. Sekalipun secara
lahiriyah jihad ini tidak kentara, akan tetapi esensi untuk mewujudkannya
adalah sangat sangat sulit. Hal ini dikarenakan nafsu manusia yang senantiasa
mengarahkan kepada keburukan, sehingga jika kita tidak pandai mengendalikan
nafsu justru nafsu yang akan mengendalikan kita. Syariat mengajarkan orang yang
kuat bukan merka yang kuat bantingannya, akan tetapi orang kuat sejati adalah
mereka yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika sedang marah.
2. Jihad dengan perkataan (bil lisan).
Manifestasi jihad
dengan lisan dapat dilakukan melalui tutur kata yang baik dalam menyampaikan
kebenaran atau ajaran Allah SWT (amar ma’ruf nahi mungkar). Dapat dikatakan
bahwa didalam menyampaikan kebenaran atau berdakwah terdapat jihad yang luar
biasa yaitu manakala kita dapat berlemah lembut dan bertutur kata yang sopan,
yang membuat orang yang kita ajak menuju jalan Allah tergerak hatinya.
3. Jihad dengan pedang (bis saifi).
Jihad bis saifi merupakan jihad yang dilakukan dengan cara memerangi
musuh-musuh Islam. Dengan demikian orang kafir yang tidak patuh terhadap aturan
syariat, dan tidak pula mau membayar jizyah atau pajak dan tidak terikat dalam
akad mustakman, melainkan mereka memerangi orang-orang Islam maka jihad melalui
peperangan inilah jawabannya.
Jihad Dari Segi Media
atau Alat Yang Digunakan
a.
Jihad dengan harta
Jihad ini dapat
dilakukan dengan mengeluarkan harta yang kita miliki di jalan Allah SWT., membantu
para pejuang dengan harta, obat-obatan, konsumsi dan sarana lain yang digunakan
untuk tegaknya agama Allah; seperti untuk kemakmuran masjid, musola dan
pendidikan Islam.
b.
Jihad dengan diri.
Jihad ini dapat
dilakukan manakala posisi kaum muslimin sedang dalam perang menghadapi musuh. Yaitu
dengan turut andil berjuang dan terjun langsung kedalam kancah peperangan untuk
menegakkan agama Allah SWT., dengan semata-mata mengikuti perintah Allah SWT., dan
mengharapkan pahala disisi-Nya.
c.
Jihad dengan lisan
Sebagaimana telah kami
uraikan di pembahasan di atas, jihad dengan lisan dapat dilakukan dengan cara menyampaikan
perkataan yang bagus dalam amar ma’ruf nahi mungkar.
HUKUM JIHAD
Ditinjau dari syariat
Islam, hukum jihad dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu; jihad yang wajib
dilakukan oleh setiap individu umat islam atau yang dikenal dengan fardhu
ain’ dan jihad yang bersifat parsial atau fardhu kifayah yang
artinya manakala sudah ada salah satu umat Islam yang menjalankannya maka
kewajiban jihad gugur bagi yang lain.
1. Fardlu Ain’
Hukum jihad menjadi fardu ain’
(wajib bagi setiap individu) manakala musuh-musuh umat Islam telah berusaha
membinasahkan dan menghancurkan agama Islam serta mengotori kehormatan dan kesucian
umat. Dalam kondisi semacam ini, maka umat Islam diwajibkan membela dan
mempertahankan agama dan negaranya baik dengan harta dan jiwanya. Sehngga orang
yang tidak mau terjun dalam jihad ini maka ia termasuk salah satu dari tujuh orang
yang mendapatkan dosa besar; yaitu at-tawalli yaumazzahfi.
Imam An-Nawawi menegaskan jihad
menjadi fardhu ain’ apabila orang-orang kafir telah datang dan menyerang
suatu negara Islam. Dalam hal ini hukum jihad menjadi fardhu ain disebabkan
beberapa keadaan:
Pertama, jika musuh telah menyerang
suatu negara kaum muslimin, maka jihad menjadi fardhu ain bagi penduduk
atau warganya. Dan apabilawarga yang ada di negara tersebut tidak memiliki
cukup kekuatan untuk melawan musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum muslimin sekitar
yang berdekatan dengan nagara tersebut dan seterusnya. Demikian jika negara
muslim sekitar belum cukup memiliki kekuatan untuk manghalau musuh, maka jihad
menjadi fardhu ain bagi negara yang berdekatan berikutnya hingga
tercapai kekuatan memadai untuk melawannya. Dan jika sekiranya belum memadai
juga, maka kewajiban jihad menjadi fardhu ain bagi seluruh kaum muslimin
di seluruh belahan bumi.
Kedua, jika bertemu dua
pasukan, yaitu antara pasukan kaum Muslimin dan pasukan kafir sudah tidak bisa
dihindarkan lagi. Maka jika barisan kaum muslimin dan barisan musuh sudah
berhadapan, maka jihad menjadi fardhu ain bagi setiap orang Islam yang
menyaksikan keadaan tersebut, dan haram berpaling meninggalkan barisan atau
medan pertempuran tersebut. Allah SWT., berfirman
di dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ زَحْفاً
فَلاَ تُوَلُّوهُمُ الأَدْبَارَ
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang
menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”. (QS Al-Anfal:
15)
2. Fardhu Kifayah.
Pengertian jihad sebagai fardhu
kifayah mengandung arti bahwa manakala ada salah satu kaum muslim yang
menjalankan perang dalam rangka menegakkan agama Allah SWT., maka kewajiban muslim
yang lain gugur karenanya. Ibnu Hazm berpendapat, jika telah ada orang muslim yang
mampu melawan musuh dan memeranginya dengan senjata dan kekuatan yang
dimilikinya sehingga mempu manghalau serangan musuh, maka kewajiban jihad gugur
bagi kaum muslim lainnya.
Dalam hal ini, makna “hukum jihad fardhu
kifayah” berlaku manakala sebagian kaum muslimin dalam kadar kekuatan dan
persediaan yang memadai, akan tetapi sebaliknya maka kewajiban itu tetap dan
tidak gugur, dan kewajiban jihad tetap wajib bagi kaum muslimin secara
keseluruhan.
Suber: