JUAL BELI YANG DIHARAMKAN
Sahabat syariat kita, sebelum kita membahas apa apa itu jual
beli yang diharamkan menurut syariat, akan kami bahas dahulu pengertian jual
beli agar kita lebih paham tentang jual beli yang diharamkan.
Pengertian Jual Beli
Dalam terminologi fiqih jual beli dikenal dengan dengan
istilah al-ba’i yang memiliki arti menjual, mengganti, dan atau menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, penggunaan kata al-ba’i yang
maklum kita ketahui dalam bahasa Arab juga terkadang digunakan untuk pengertian
yang kontradiktif, artinya penggunaan kata menjual sekaligus bermakna membeli
atau yang kita kenal dengan istilah asy-syira’. Dengan demikian, kata
al-ba’i tidak hanya berarti jual, akan tetapi juga berarti beli.
Adapun terminologi jual beli menurut para ulama’ ahli fiqih
adalah sebagai berikut:
- Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary
وَشَرْعًا مُقَابَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ
“(jual beli) adalah menukarkan harta dengan harta dengan cara
yang telah ditentukan.”
- Syaikh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi,
تَمْلِيْكٌ مَالِيَّةٌ بِمُعَاوَضَةٍ بِاِذْنٍ شَرْعِّيٍ أَوْ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مُبَاحَةٍ
عَلَى التَّأْبِيْدِ بِثَمَنٍ مَالِيٍّ
“(Jual beli) adalah upaya memiliki (sesuatu) yang bersifat harta
dengan suatu ganti atas dasar izin syara, atau memberikan kepemilikan berupa manfaat
yang diperbolehkan syara untuk dimiliki selamanya dengan (suatu) harga yang
bisa diukur (nilainaya) dengan uang."
- Menurut Sayyid Sabiq
مُطْلَقُ الْمُبَادَلَةِ وَلَفْظُ الْبَيْعِ وَالشِّرَأِ يُطْلَقُ
كُلٌّ مِنْهُمَا عَلَى مَا يُطْلَقُ عَلَيْهِ الْاَخَرُ فَهُمَا مِنَ الْاَلْفَاظِ
الْمُشْتَرَكَةِ بَيْنَ الْمَعَانِي الْمُضَادَةِ
“(Jual beli) secara umum digunakan untuk suatu makna ‘saling
menukar’ adapun lafal al-ba’i (jual) dan asy-syira’ (beli) keduanya dipergunakan
secara umum baik untuk orang yang menjual dan orang yang membeli. Dengan demikian
lafal al-ba’i dan asy-syira’ merupakan kata sinonim yang memiliki arti yang
saling bertolak belakang.
Sahabat syariatkita, dari pengertian di atas dapat kita pahami
bahwa esensi jual beli ialah memberikan hak atau upaya memiliki sesuatu barang
dengan menukar sesuatu (yaitu uang) atau sesuatu lain yang nilainya sama antara
pihak penjual dengan pembeli berdasarkan syarak dan rukun yang telah ditetapkan
oleh syara’.
Jadi kapanpun kita melakukan transaksi dengan orang lain yang
didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak dengan suatu barang yang dapat
dinilai dengan uang maka aktifitas atau transaksi semacam ini sudah termasuk
dalam kategori jual beli.
Dasar Hukum Jual Beli
Dasar jual-beli secara lengkap dapat kita ambil berdasarkan Al-Qur'an,
hadis, dan ijma' atau kesepakatan ulama’ sebagai berikut:
Al-Qur'an
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah : 275).
وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli.” (QS. Al-Baqarah:
282).
......... إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ
مِّنكُمْ
“.......... kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan
suka sama suka.” (QS. An-Nisa': 29).
Hadis Nabi SAW
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافعٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ
وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
“Dari Rifa'ah bin Rafi', bahwasanya Nabi SAW., ditanya
tentang pekerjaan apa yang paling baik? Kemudian beliau menjawab, (pekerjaan
yang paling baik adalah) pekerjaan seseorang yang dilakukan dengan tangannya sendiri
dan setiap jual-beli yang mabrur (baik).” (HR. Imam Al-Bazzar)
Adapun yang dimaksud dengan jual beli yang mabrur sebagaimana dalam hadis di atas adalah jual-beli yang didasarkan pada ketentuan dan hukum syariat Islam sehingga antara penjual dan pemneli dapat terhindar dari tipu-menipu yang dapat merugikan kedua belah pihak.
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Sesungguhnya jual-beli itu harus didasarkan atas kesepakatan
atau kerelaan (kedua belah pihak)." (HR. Imam Al-Baihaqi dan Imam Ibnu Majah)
Ijma'
Dasar jual beli menurut kesepakatan Ulama’ yaitu mengacu pada
asas dimanasecara lahiriyah dan menurut sunnatullah manusia dilahirkan tidak
akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa adanya bantuan dari orang lain. Artinya
tanpa ada hubungan transaksional baik yang berupa barang, jasa, dan hubungan
sisoal lain maka sunnatullah yang lain tidak akan berjalan, seperti ada penjual
saja tapi tidak ada pembeli, ada kaya saja tidak ada yang miskin, adapanas saja
tanpa ada hujan atau air. Oleh karena itu lah ulama sepakat adanya kemaslahatan
dalam jual beli sehingga oleh para ulama jual beli jidadikan salah satu elemen transaksional
yang dihalalkan dan bernilai ibadah jika didasari semuanya sesuai dengan
ketentuan syariat.
JUAL BELI YANG DILARANG
Maksud dari jual beli yang dilarang oleh syariat, adalah
pelaksanaan akad antara penjual dan pembeli akan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan syariat Islam sehingga jual belinya tidak sah. Adapun barang yang
terlarang untuk diperjual belikan antara lain adalah:
- Menjual sesuatu yang najis seperti anjing, babi dan yang lain sebagainya,. Dalam hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
حَدَّثَنَا قُتْبَةُ حَدَّثَنَا اَلَّليْثُ عَنْ يَزِيْدَ بْنَ
اَبِى حَبِيْبٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ اَبِى رَبَاحٍ عَنْ جَابِرٍ: اَنَّهُ سَمِعَ رَسُولُ
اللهِ ص.م يَقُوْلُ اِنَّ اللهَ حَرَّمَ بَيْعَ
الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْاَصْنَامِ فقيل يارسول الله ارايت شحوم
الميتة فانه يطلى به السقن ويدهن بها الجلود ويستصبح بها الناس فقال هو حرم ثمّ قال
رسول الله ص.م عند ذلك قاتل الله اليهود ان الله لما حرم سحومها حملوه ثمّ باعوا
“Qutbah bercerita kepada kami, Al-Laits bercerita kepada kami
dari Yazid bin Abi Habib dari Ata bin Abi Rubah dari Jabir RA., sesungguhnya
dia pernah mendengar Nabi SAW., bersabda: ‘sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan
patung berhala. Rasulullah ditanya para sahabat: ya Rasulallah, bagaimana
pendapat anda tentang lemak bangkai karena ia dipergunakan untuk mengecat
perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan
penerangan oleh manusia? Beliau menjawab: ia (lemak bangkai) adalah
haram. Kemudian Rasulullah SAW bersabda saat itu: mudah-mudahan Allah memusuhi
orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai,
mereka malah mencairkannya lalu mereka jual kemudian mereka makan harganya."
(HR.Bukhari)
- Menjual sesuatu yang tidak bermanfaat menurut Syara', seperti menjual babi, kutu, cecak dan lain sebagainya.
- Menjaul sesuatu yang belum pasti atau digantungkan, seperti; jika saya pohon mangga itu berbuah ranum maka aku akan menjualnya kepadamu.
- Menjual sesuatu dengan waktu tertentu (muaqqot) seperti halnya perkataan seseorang; saya jual tanah ini kepadamu selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara'. Sahabat syariat kita, disini kita perlu membedakan antara akad jual dan sewa sehingga tidak rancu pemahamannya. Silahkan baca perbedaan antara jual beli dan sewa.
- Menjual barang diluar kekuasaanya. Seperti menjual sapi atau burung yang kabur dari sangkarnya dan tidak diketahui lagi keberadaannya, begitu pula menjual barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, maka tidak diketahui dengan pasti sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.
- Menjual sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
- Menjual sesuatu yang baragnya belum jelas. Seperti halnya menjual mangga yang masih dalam pohonnya (pentil), karena belum memungkinkan apakah mangga tersebut akan jadi atau justru akan jatuh sebelum menjadi mangga besar dan bisa dimakan. Oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
Untuk artikel dasar hukum jual beli lengkap silahkan baca di sini
Alhamdulillah bermanfaat sekali
ReplyDelete