Hukum Riba dan Bunga Bank
Sahabat syariatkita, dalam perkembangan ekonomi yang
semakin komplek ini banyak orang berpikir praktis dan pragmatis dalam menjalani
hidupnya. Apa saja yang dirasa dapat menguntungkannya mereka tak segan
menjalaninya meskipun hukum kehalalannya belum jelas, seperti praktik asuransi. Adapun salah satu fenomena yang sering kita temukan yaitu
kecenderungan masyarakat yang lebih suka menyimpan uang dan bahkan
mendepositokan uang mereka di bank.
Sebelum membahas tentang hukum riba, yang perlu kita
ketahui yaitu apa riba itu? Jika ditilik dari sudut pandang etimologi, riba
berasal dari bahasa Arab yang berarti bunga uang (al-Munawir, 1997: 469).
Riba yaitu berasal dari kata “raba, yarbu” yang juga bermakna "Az-Ziyadah" (الزّيادة ) atau "tambahan" (al-Jaziri, 1972: 193). Fadzlur Rahman menjelaskan, kata "riba" dalam bahasa Arab, pengertian riba lebih dikenal dengan istilah "usury" yang dapat pula berarti bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan.
Dengan demikian, riba dapat pula berarti tambahan dari modal pokok yang dipinjamkan, yang mana hal tersebut lazim disebut dengan isttilah bunga.
Riba yaitu berasal dari kata “raba, yarbu” yang juga bermakna "Az-Ziyadah" (الزّيادة ) atau "tambahan" (al-Jaziri, 1972: 193). Fadzlur Rahman menjelaskan, kata "riba" dalam bahasa Arab, pengertian riba lebih dikenal dengan istilah "usury" yang dapat pula berarti bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan.
Dengan demikian, riba dapat pula berarti tambahan dari modal pokok yang dipinjamkan, yang mana hal tersebut lazim disebut dengan isttilah bunga.
Dalam al-Qur'an, term riba dijelaskan dalam beberapa istilah yang saling terkait
seperti pertumbuhan
(growing), pertambahan (swelling), menjadi besar (being
big), peningkatan
(increasing),
dan besar (great). Walaupun term tersebut terbagi menjadi beberapa
makna yang saling terkait,
namun dapat diambil suatu
pengertian umum, bahwa riba meningkatnya
sesuatu
baik dalam hal
kualitas maupun kuantitas (Saeed, 2003: 34).
Pengertian sebagaimana di atas, yang menyatakan bahwa
riba adalah aZ-ziyadah (tumbuh subur, tambahan), adalah sebagaimana
dalam Surah Al-Hajj ayat 5 berikut:
فَإِذَا
أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ
بَهِيجٍ
“Kemudian
apabila telah Kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu dan subur dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Q.S. al-Hajj: 5).
Dalam kaitannya antara riba dan bunga bank, secara umum
dapat dijelaskan bunga adalah pendapatan yang menjadi keuntungan bagi pihak
yang memiliki modal. Di kalangan ahli filsafat dan ekonom ada yang berpendapat
bahwa pembayaran bunga, merupakan suatu hal yang tidak adil. Artinya hanya
menguntungkan bagi satu pihak saja sedangkan harus mengorbankan pihak lain.
Selain itu, dari sekian
teori bunga yang ada,
tidak ada satu pun teori yang mampu menjelaskan secara jelas dan memuaskan mengapa bunga itu harus dibayar (Tohir, 1955: 299).
Dalam permasalahan ini, seluruh fuqaha sepakat bahwasanya hukum riba adalah
haram. Hal tersebut yaitu
berdasarkan
keterangan yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan al-Hadis. Adapun
ayat Al-Qur'an yang menyatakan
haramnya riba antara lain terdapat dalam ayat-ayat berikut:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Orang-orang
yang memakan (memungut) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kerasukan syaitan lantaran gangguan penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu disebabkan mereka berkata: sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”
Ayat di atas jelas mengecam orang-orang yang terlibat dalam praktik
riba, sehingga mereka diserupakan seperti orang yang kerasukan setan. Padahal telah jelas bahwa riba dan jual beli itu amatlah berbeda; Allah jelas menghalalkan praktik
jual beli dan mengharamkan riba. Larangan tersebut juga dijelaskan dalam ayat berikut,
yang esensinya Allah menyuruh orang-orang yang beriman agar menjauhi dan
meiniggalkan praktik riba:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِن كُنْتُمْ مُّؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.”
Mengapa
praktek riba begitu dikecam
dan diharamkan oleh agama? Hal tersebut tiada lain yaitu
Allah bermaksud menghapuskan tradisi riba dan menggantikannya dengan tradisi sedekah. adapun illat
diharamkannya riba yaitu disebutkan dalam ayat “la tazlimuna wala tuzlamun”, yang maksudnya adalah dengan menjauhkan diri dari dari praktik riba, maka seseorang tidak
lagi menganiaya orang lain.
Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:
- Sumber Hukum Islam dan Keterangannya Secara Lengkap
- Pengertian Dakwah
- Tujuan Dakwah Islamiyah
- Hukum Riba dan Bunga Bank
- Cinta Dalam Perspektif Tasawuf
- Pengertian dan Syarat Rukun Wakaf
- Corona vs Tawakal
- Virus Corona dalam Perspektif Al-Qur'an
- Cara Menyikapi Pandemi Corona
- Peristiwa Isra' Mi'raj Lengkap
- Biografi Imam Malik bin Anas
- Landasan Tawakal
- Cara Mengendalikan Stress
Ahmad Warson Al-Munawwir, 1997. Kamus
Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Yogyakarta: Pustaka Progressif
Abdurrahman al-Jaziri, 1972. Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah,
juz II, Beirut: Dâr al-Fikr
Kaslan A. Tohir, 1955. Ekonomi Selayang Pandang, Jilid 2,
Bandung: NV Penerbit:
Van Hoeve
0 Komentar:
Post a Comment