SYIRKAH DALAM PANDANGAN IMAM MADZHAB
Sahabat sekalian, semakin berkembangnya teori ekonomi
telah membawa manusia mencapai
kesuksesan dalam hidupnya. Akan tetapi dibalik itu semua, ternyata kesuksesan
tersebut jika kita telaah lebih dalam tiada lain yait adanya peran besar dari
teori Islam yang berperan begitu menonjol di dalamnya. Hal ini dapat kita amati
dari semakin menjamurnya perekonomian atau perbankan yang berlabelkan syariah.
Kesemuanya itu tentunya bukan tanpa dasar, dasar yang melandasi paling kuat
yaitu adanya unsur saling mengutnungkan, tidak mengandung unsur riba dan yang
terpenting adalah persatuan kerjasama dengan saling perccaya tetap terpelihara
antara pemodal yang satu dengan pemodal yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut,
saya akan mencoba menjelaskan syirkah (persekutuan) dalam pandangan Imam
Madzhab.
Persekutuan atau yang akrab di telinga kita dengan
istilah kerjasama jika ditinjau dari segi lughowiyah (bahasa), yaitu diambil
dari bahasa Arab “شركة”yang yang memiliki arti bercampur
atau berserikat. Pengertian tersebut jika dianalogikan kedalam istilah
perdagangan atau serikat usaha berarti suatu upaya untuk mewujudkan modal
bersama dengan cara mencampuradukkan antara modal yang satu dengan modal yang
lain, sehingga ketika telah bercampur keduanya tidak dapat didibedakan antara
modal si A dan modal si B begitu jug aseterusnya.
Dari segi etimologi, pengertian perserikatan dalam bahasa
Arab yaitu berasal dari kata dasar syarika (شرك), yasyruku (يشرك) syarikan/syirkatan/syarikatan
(شركة);
yang berarti bersekutu atau berserikat (Kamus al Munawwir). Dari pengertian
tersebut, perserikatan dalam perdagangan menuntut adanya pencampuran antara
pemilik modal atau pemegang saham. Adapun pengertian perserikatan jika ditilik
dari segi fikih, terdapat beberapa kitab yang menerangkannya, diantaranya yaitu:
اَلْإِخْتِلَاطُ
أيْ خَلْطُ أَحَدِ الْماَلَيْنِ بِاْلأَخَرِ بِحَيْثُ لاَيَمْتاَزَانِ عَنْ
بَعْضِهِمَا
Bercampur yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,
sehingga tidak dapat dibedakan antara keduanya.
Dari terminologi perserikatan sebagaimana saya kemukakan
di atas, dapat kita kantongi dua istilah yang dalam penggunaannya amatlah
mirip; syirkah (persekutuan) dengan ikhtilath (percampuran). Literatur mengenai
hal tersebut banyak kita temukan dalam kitab-kiab fikih klasik terutama dalam
fikihnya mazhab empat; Imam Maliki, Hanafi, Syafi’i, maupun Hanbali. Dalam
kasus ini, perserikatan atau yang lazim disebut syirkah banyak diarahkan ke
pengertian ikhtilath (percampuran) dikarenakan, dengan dilakukannya akad
tersebut, maka masing-masing pemilik modal dituntut untuk mencampurkan modal
yang dimilikinya dengan rekan kerja yang lain sehingga sulit dibedakan.
Percampuran ini dimaksudkan agar, masing-masing sekutu tidak mau saling klaim
terhadap keuntunganb yang didapat, dan juga agar salah satu sekutu tidak
bersikap culas dalam praktik pelaksanaannya. Adapaun inti syariat mengajarkan
hal demikian yaitu agar masing-masing serikat terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Pengertian serikat jika ditinjau dari perspektif syara’ menurut
An-Nabhani berarti, suatu akad yang dilakukan antara dua pihak pemilik modal atau
lebih yang mana masing-masing dari pemilik modal tersebut sepakat untuk
melakukan perjanjian kerjasama dengan suatu tujuan yaitu untuk memperoleh laba
(keuntungan). Pengertian syirkah dengan ikhtilath (percampuran) banyak
ditemukan dalam literartur fiqh mazhab empat, baik Maliki, Hanafi, Syafi’i,
maupun Hanbali. Syirkah diartikan ikhtilath karena di dalamnya terjadi
percampuran harta antara beberapa orang yang berserikat, dan harta tersebut
kemudian menjadi satu kesatuan modal bersama.
Perjanjian kerja bersama itulah yang dimaksud dengan
syirkah atau serikat. Dalam hal ini, kami akan mencoba mendefinisikan istilah syirkah
beberapa pendapat di kalangan ulama madzhab, antara lain:
Ulama Hanafiyah (Sekte Imam Hanafi)
اَلشِّرْكَةُ هِيَ عِبَارَةٌ عَنْ عَقْدٍ بَيْنَ
المْتُشَارِكَيْنِ فِيْ رَأْسِ المْاَلِ وَالرِّبْح
“Syirkah adalah suatu ungkapan
tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat di dalam modal dan
keuntungan.”
Ulama Syafi’iyah (Sekte Imam Syafi’i)
وَفِي الشَّرْعِ: عِبَارَةٌ
عَنْ ثبُوُتِ الحَقِّ في الشَّيء الْوَاحِدِ لِشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةٍ الشُّيُوْعِ
“Syirkah menurut istilah syara’ merupakan
suatu ungkapan mengenai tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau
lebih secara bersama-sama.”
Ulama Malikiyah (Sekte Imam Maliki)
الشركة هي إذنٌ في التصرُّف لَهُما مع أنفسهما
أيْ أنْ يأْذَنَ كلُّ واحد من الشريكَين لصاحبه فِي أن يتصرّف فِي مال لَهما مع
إِبْقَاء حقّ التَّصَرّف لِكُل منهما
“Syirkah merupakan ijin untuk
melakukan pembelanjaan harta (tasaruf) bagi keduanya peserta yang manfaatnya
kembali pada diri mereka sendiri; yang dikehendaki yaitu, setiap orang yang
berserikat memberikan persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasaruf
terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak tasarruf bagi
masing-masing peserta.”
Ulama Hanabilah (Sekte Imam Hambali)
الشركة هي الإجتماع في استحقاق أو تصرف
“Syirkah adalah berkumpul atau
bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasaruf (pembelanjaan harta).”
Dari berbagai rumusan definisi dan pengertian sebagaimana
di atas dapat diambil benang merah yang merujuk pada prinsip syirkah. Dengan
demikian syirkah atau persekutuan adalah akad kerjsama antara dua orang (pihak)
atau lebih untuk melakukan suatu kegiatan usaha tertentu; yang masing-masing
pihak saling memberikan kontribusi berupa uang atau apapun yang dapat dijadikan
modal usahannya sesuai dengan ketentuan yang menjedaki kesepakat bersama. Di
sisi lain, keuntungan yang didapat dari usaha yang dijalankan bersama tersebut dibagi
pula sesuai dengan peran dan tanggungjawab masing-masing.
Semoga bermanfaat,
mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:
Referensi:
Wahbah Zuhaili, Fikih Islam
Jilid IV, Libanon: Darul FIkri
Muhammad Taqiyuddin, Kifayah
Al-Akhyar, Jilid I, Surabaya: Darul Ilmi
Syamsuddin Abdurrahman bin Qudamah,
Syarhul Kabir, Jilid III, Libanon: Darul FIkri
0 Komentar:
Post a Comment