Ketentuan Uang Muka dalam Islam
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai
dan tatanan sosial yang ada. Hal tersebut tercermin dari berbagai aturan yang
telah menjadi syariat Islam bagi umat pemeluknya. Dalam masalah ini, muamalah
yang semakin berkembang tak luput pula campur tangan dari keilmuan Islam yang
telah jaya di masa lampau.
Sobat blogger, Islam sejatinya telah mengajarkan kita
berbagai macam teknik dan pengetahuan sebagai bekal kita menjalani kehidupan di
dunia ini. Salah satu bukti mudah mengenai hal tersebut adalah, jauh sebelum
dikenal teori tentang ekonomi Islam telah terlebih dahulu memprakarsainya salah
satunya yaitu melalui adanya akad “Syuf‘ah”
atau yang sering kita kenal dengan istilah Uang Muka (DP).
Kendatipun demikian, syuf‘ah dalam dunia Islam telah diatur sedemikian rupa
sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Hal inilah yang saya rasa
terdapat perbedaan dalam praktik yang berkembang di masyarakat dewasa ini,
dimana asas saling tidak merugikan, saling menjaga kepercayaan dan asas norma
kesopanan dalam bertransaksi sudah tidak lagi diindahkan. Akibatnya praktik
penalangan uang muka acapkali merugikan salah satu pihak.
Guna menghindari hal yang saling merugikan, Islam telah
membuat peraturan yang tentunya membawa kemaslahatan bagi mereka yang
menerapkannya. Oleh karena itu, marilaha sobat yang seakidah kita kembali pada
prinsip yang dahulu telah dicontohkan oleh junjungan kita Nabi Agung Muhammad
saw. agar kita tidak hanya menggapai kebahagiaan semu dalam bertransaksi di
dunia, tetapi kita juga akan mendapat ridho-Nya. Amin.
Sobat sekalian, berikut saya kutipkan hadis shahih yang
mengatur beberapa ketentuan tentang syuf‘ah
agar dapat menjadi refleksi bagi kita semua:
1. Syuf‘ah dilakukan pada barang dagangan (benda) yang belum
dibagi. Dalam arti apabila suatu barng telah ditetapkan pembagiannya, sebagai
contoh tanah warisan telah dibagi kepada beberapa ahli warisnya, maka seseorang
tidak diperkenankan melakukan akan syuf‘ah
atau memberikan DP pembayaran untuk tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan
hadis:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّفْعَةِ فِي كُلِّ
مَا لَمْ يُقْسَمْ فَإِذَا وَقَعَتْ الْحُدُودُ وَصُرِّفَتْ الطُّرُقُ فَلَا شُفْعَةَ
“Musaddad bercerita
kepada kami, Abdul Wahid bercerita kepada kami, Ma'mar bercerita kepada kami dari
Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Jabir bin 'Abdullah ra. ia
berkata, ‘Nabi saw. telah menetapkan hak syuf'ah pada setiap harta yang belum
dibagi. Apabila terdapat pembatas dan jalan yang terpisah maka tidak ada
syuf'ah". (Dikutip dari Shahih Bukhari No. 2097)
2. Dalam kasus di atas,
maka jika bagian warisannya akan dijual hendaknya yang paling utama diberi hak
melakukan DP (syuf‘ah pembelian)
adalah saudaranya yang paling dekat, sebelum ia menawarkan kepada orang lain.
Hal ini sebagaiman adalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَيْسَرَةَ
عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ قَالَ وَقَفْتُ عَلَى سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فَجَاءَ
الْمِسْوَرُ بْنُ مَخْرَمَةَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى إِحْدَى مَنْكِبَيَّ إِذْ جَاءَ
أَبُو رَافِعٍ مَوْلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
.فَقَالَ يَا سَعْدُ ابْتَعْ مِنِّي بَيْتَيَّ فِي دَارِكَ
فَقَالَ سَعْدٌ وَاللَّهِ مَا أَبْتَاعُهُمَا فَقَالَ الْمِسْوَرُ وَاللَّهِ لَتَبْتَاعَنَّهُمَا
فَقَالَ سَعْدٌ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُكَ عَلَى أَرْبَعَةِ آلَافٍ مُنَجَّمَةً أَوْ
مُقَطَّعَةً قَالَ أَبُو رَافِعٍ لَقَدْ أُعْطِيتُ بِهَا خَمْسَ مِائَةِ دِينَارٍ وَلَوْلَا
أَنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْجَارُ أَحَقُّ
بِسَقَبِهِ مَا أَعْطَيْتُكَهَا بِأَرْبَعَةِ آلَافٍ وَأَنَا أُعْطَى بِهَا خَمْسَ
مِائَةِ دِينَارٍ فَأَعْطَاهَا إِيَّاهُ
“Al-Makkiy bin Ibrahim bercerita kepadaku, telah
mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, telah mengabarkan kepada saya Ibrahim bin
Maisarah dari 'Amru bin Asy-Syarid berkata, “Aku pernah duduk bersama Sa'ad bin
Abi Waqash lalu datang Al Miswar bin Makhramah kemudian dia meletakkan
tangannya pada salah satu pundakku lalu datang Abu Rafi' maula Nabi saw. seraya
berkata, "Wahai Sa'ad, belilah dua buah rumahku yang ada di
kampungmu!" Sa'ad berkata, "Demi Allah, aku tidak akan membelinya".
Lalu Al Miswar berkata, "Demi Allah, aku yang akan membelinya". Maka
Saad berkata, "Demi Allah, aku tidak akan membelinya lebih dari empat ribu
keping". Abu Rafi' berkata, "Sungguh aku telah memberikan kepadanya
lima ratus dinar, seandainya aku tidak mendengar Nabi saw. bersabda,
"Tetangga lebih patut dalam hal kedekatan, tidaklah akan aku berikan rumah
itu dengan harga empat ribu keeping sekalipun, sedangkan kali ini hanya aku
dapatkan lima ratus dinar." Dia pun lantas memberikan rumahnya. (Dikutip
dari Shahih Bikhari, Hadis No. 2098)
3. Jika terdapat beberapa
pembeli yang berlainan, maka pembeli yang lebih berhak melakukan pembayaran di
muka (DP) adalah kerabat penjual yang paling dekat, jika kerabat yang paling
dekat tidak ada maka kerabat yang lebih dekat dengannya, begitu seterusnya. Hal
ini sebagaiman adisabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadisnya sebagai berikut:
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ ح وحَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ قَالَ سَمِعْتُ طَلْحَةَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
“Hajjaj bercerita
kepada kami, telah menceritakan kepada kami Syu'bah (terdapat perpindahan
sanad), telah menceritakan kepadaku Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada
kami Syababah telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada
kami Abu 'Imran ia berkata, Aku mendengar Tholhah bin Abdullah dari Aisyah ra. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, aku punya dua tetangga, kepada siapa dari
keduanya yang paling berhak untuk aku beri hadiah?" Beliau bersabda,
"Kepada yang paling dekat pintu rumahnya darimu". (Dikutip dari
Shahih Bikhari, Hadis No. 2099)
Berdasarkan beberapa
hadis di atas, dapat kita pahami bahwa akad pengajuan pembayaran dimuka (DP)
atau syuf‘ah terhadap barang tertentu maka harus dilakukan berdasarkan urutan sebagaimana yang telah disebutkan. Hal inilah
yang berbeda dengan mekanisme DP yang ada di masyarakat dewasa ini, sehingga
manakala kita menerapkan ketentuan ini diharapka akan lebih terbina
kemaslahatan di masyarakan, jauh dari rasa menyakiti dan saling membenci.
Demikian semog bermanfaat. Wallahu A‘lam
0 Komentar:
Post a Comment