Tuesday, March 31, 2020

Etika Islam dalam Perniagaan

ETIKA ISLAM DALAM PERNIAGAAN


Pengertian Etika dalam Islam

Sahabat syariatkita, berbicara mengenai etika Islam dalam perniagaan tentunya kita tidak bisa terlepas dari sosok Baginda Agung Rasulullah SAW. Kendatipun di dalam bangku sekolahan; mulai dari tingkatan dasar sampai perguruan tinggi pastilah ketika mendefinisikan tentang etika pasti akan merujuk dari bahasa latin yaitu ‘etos’ yang berarti ‘kebiasaan’ (betul kagak sobat). Padahal Rasulullah sendiri jauh-jauh hari telah mencontohkan etika dalam perniagaan sehingga beliau mendapatkan gelar Al-Amin (yang dapat dipercaya).

Selanjutnya bagaimana Dasar Hukum dan Pandangan Islam Mengenai Jual Beli (baca artikelnya di sini) 

etika Islam dalam perniagaan


Dalam ajaran Islam, istilah etika dikenal dengan nama ‘akhlak’, yang berarti ‘budi pekerti’. dalam hal ini, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin menjelaskan definisi akhlak (etika) sebagai berikut:

Etika atau akhlak adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang, yang mana dengan sifat tersebut seseorang secara spontan melakukan aktifitas; mulai dari perkataan, pekerbuatan atau hal lain seperti keputusan secara spontan tanpa perlu memikirkan lebih dalam.

Yang perlu kita garis bawahi mengenai pengertian etika atau akhlak adalah timbulnya tanpa melalui pola pikir yang panjang alias spontanitas. Sebagai satu contoh, kita dapat mengetahui akhlah seseorang yaitu ketika terjatuh, atau ketika terpeleset, nah kata-kata yang keluar spontan itulah yang menunjukkan akhlah seseorang. Apakah ia mengucap istirja’ atau menyebutkan atau ia justru mengabsen hewan yang ada di kebun binatang (tau maksudnya kan). 

Dengan demikian ‘Etika Islami dalam Perniagaan’ adalah akhlak seorang pekerja (penujual-pembeli, dalam melangsungkan perniagaannya sesuai dengan nilai-nilai Islami.

Landasan Normatif Islam dalam Perniagaan

Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya agar setiap orang bekerja, tidak pangku tangan menanti hasil yang tidak pasti dari hasil pekerjaan yang diharamkan oleh syariat. Sehingga makanan yang dikonsumsi oleh seseorang hasil dari pekerjaannya sendiri lebih baik baginya. 

Adapun landasan normatif dalam perniagaan adalah:

Al-Quran

1. Surah Al-Jum’ah ayat 9 - 10:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

2. Surah Hud ayat: 85

وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ

“Dan Syu`aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”

3. Al-Iaro’: 35

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Hadis

1. Hadis Imam Bukhori

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Rasulullah Saw bersabda: “Makanan terbaik bagi seseorang adalah yang diperoleh dari tangannya sendiri; sungguh Nabi Allah Dawud makan dari hasil kerjanya sendiri”

Dalam hadis lain:

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

Nabi bersabda: “seseorang di antara kamu mengambil tali dan pergi kegunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijual serta dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberikan ataupun tidak memberikan.”

2. Hadist Nabi riwayat Ahmad dan Bazar dari Rafi’ bin Khadij

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَفْضَلِ الْكَسْبِ فَقَالَ بَيْعٌ مَبْرُورٌ وَعَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِه

Ditanyakan kepada Rasulullah Saw tentang usaha apa yang terbaik bagi seseorang, beliau menjawab: “kerja seseorang dengan tangannya sendiri dan semua bentuk jual beli (perdagangan) yang mabrur (bersih dari unsur-unsur  pelanggaran terhadap larangan syara’

Paparan ayat-ayat di atas memberi penegasan bahwasanya penyempurnaan dalam proses transaksi melalui media takaran dan timbangan merupakan salah satu hal mendasar untuk membangun dan mengembangkan perilaku bisnis yang baik. 

Suatu bisnis, dalam perkembangan kapanpun mesti membutuhkan suatu alat ukur atau timbangan. Oleh karena itulah Al-Qur’an menekankan adanya kebenaran dalam pengertian ukuran dan timbangan yang benar pada satu sisi. Kebajikan serta kejujuran dalam pengertian ukuran dan timbangan yang dipergunakan dengan kebajikan dan kejujuran.


Etika Islam dalam Melakukan Perniagaan

Dalam melakukan perniagaan, tentunya seseorang tidaklah terlepas dari rekan bisnisnya. Ada penjual pasti ada pembeli ada pemasok ada distributor dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam proses perniagaan pastilah terjadi hubungan mata rantai yang sangat banyak; mulai dari hulu produk dibuat sampai dengan ke hilir produk didistribusikan. Semuanya memegang peranannya masing-masing.

Dalam hubungan perniagaan yang menjadi tujuan setiap orang adalah apa yang namanya profit atau keuntungan. Akan tetapi dalam situasi yang penuh dengan dinamika kehidupan, seorang pelaku usaha kadang tidak segan untuk melakukan penipuan, tidak hanya untuk pelanggan baru yang belum paham saja akan tetapi juga kadang dilakukan untuk konsumen loyalnya sendiri. Dalam situasi seperti ini apapun bisa terjadi manakala pelaku usaha tidak membekali dirinya dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Islam sebagai agama yang membawa rahmat kepada umat sekalian alam, tidak hanya mengatur hubungannya dengan Tuhan saja, melainkan juga hubungannya dengan sesama manusia. Dan hubungannya dengan sesama manusia inilah yang kadang justru menjadi ganjalan seseorang mendapatkan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Oleh karena itu Islam mengajarkan nilai dan tatacara berniaga, agar usaha yang dijalankannya senantiasa mendaparkan berkah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini dikarenakan pelaku usaha yang berpegang pada tata nilai (etika) perniagaan yan gdiajarkan oleh Islam, niscaya ia akan menghindarkan dirinya dari hal-hal yang dilarang oleh syariat, yang mana hal tersebut tentunya dapat merugikan orang lain atau pun partner bisnisnya

Adapun tata nilai yang diajarkan oleh Islam dalan perniagaan tercermin dalam 4 aspek utama, yaitu:
  1. Shidiq (jujur)
  2. Amanah (dapat dipercaya)
  3. Tabligh (komunikatif)
  4. Fathanah (cerdas)

Dari keempat tatanilai sebagaimana di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Shiddiq

Shiddiq berarti jujur atau benar dalam bertindak. Shiddiq merupakan akhlak terpuji yang dimiliki oleh baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Shidiq dalam berniaga memiliki pengertian bahwa dalam melakukan transaksi atau hubungan niaga dengan rekannya yang lain ia senantiasa mengatakan apa adanya terhadap barang yang ia jual, mengatakan apa adanya terhadap harga atau margin untung yang dia ambil. Bahkan mengatakan apa adanya terhadap kualitas barang yang ia jual. 

Dalam hal ini orang yang berlaku jujur dalam perniagaan berarti menghindarkan diri dari perkataan yang mengandung unsur ghurur atau tipu muslihat, seperti perkataan penjual kepada pembeli yang menawar dagangannya:

“Naikkan sedikit pak, tadi sudah ada orang yang nawar lebih tinggi tapi belum saya kasihkan. Kalau tidak Anda belum boleh harga sekian lho.” padahal belum ada orang yang menawarnya.
“Belum boleh harganya pak, karena barang ini didatangkan dari luar kualitas ekspor”, padahal yang dimaksud adalah luar daerahnya.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita agar senantiasa berlaku jujur dalam perniagaan sebagaimana sabdanya:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ  الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ

“Dari uqbah ibnu amir , aku mendengar rasulullah bersabda, ‘Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya yang muslim suatu perniagaan yang yang didalamnya ada cacat (reject) kecuali dia menjelaskan cacatnya’.”

Perkataan-perkataan tersebut terkesan sepele dan tidak berdosa, akan tetapi sungguh hal tersebut manakala dilakukan akan dapat megurangi keberkahan dalam perniagaan.

Amanah 

Amanah berarti dapat dipercaya atau kredibe. Seorang pengusaha dikatakan amanah, manakala ia dapat dipercaya dalam menjalankan usaha atau bisnisnya sesuai dengan bagiannya masing-masing. 

Amanah dalam siklus perniagaan sebagaimana hal berikut:

Pemasok
Seorang pemasok yang mengedepankan etika bisnis Islam pastilah ia akan mendatangkan barang yang ia kirim sesuai dengan standar kualitas, atau spesifikasi yang dibutuhkan oleh produsen atau rekan bisnisnya.

Produsen
Begitu pula produsen, ia pasti akan membuat produknya sesuai dengan standar SOP atau baku mutu produk yang di dapatkan dari badan sertifikasi produknya. Jikalau dari perijinannya melarang mengandung campuran yang berbahaya seperti bahan pengawet, pemanis buatan dan atau bahan pewarna berbahaya pasti ia tidak akan melakukannya

Distributor
Distributor yang amanah pastilah ia tidak akan berlaku diluar SOP perdagangan yang telah ditetapkan oleh otoritas terkait, tidak mendistribusikan barang yangtelah kadaluarsa dengan menggnti labelnya menjadi tanggal terbit baru. Tidak menyampaikan barang KW dengan label barang super dan lai sebagainya. 

Konsumen
Begitu pula konsumen yang amanah. Konsumen yang amanah pastilah ketika ditanya mengenai suatu produk untuk kepentingan riset, maka ia akan menceritakan apa adanya. Tidak melakukan klaim barangnya reject sehingga ,minta dikurangi dan dikembalikan barang yang ia beli, padahal reject atau kerusakan berasal dari ulahnya konsumen sendiri.

Dalam hal ini Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam Surah Al-Mu’minun:

وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ 

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (QS. Al Mu’minuun: 8)

Tabliqh

Tabligh bagi seorang yang berniaga memiliki arti “terbuka”. Yang berarti ia menjelaskan detil apa saj aterhadap barang perniagaanya. Jika kondisi barang jelek disampaikan jelek, jika bagus juga demikian. 

Meskipun secara lahiriyah atau sesuai penilaian manusia biasa sifat tabligh dalam perniagaan dapat menjadikan barang dagangan mungkin tidak cepar terjual atau tertahan. Akan tetapi percayalah dengan kita menyampaikan apa adanya seorang pedagang tidak hanya menuai berkah niaganya saja di dunia akan tetapi yang terpenting adalah ia mendaparkan ridho Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sebagaimana dalam poin Surah Al-Mu’minun ayat 8 di atas.

Fathanah 

Fathanah berarti cerdas atau memiliki tingkatan intelaktual tinggi. Dalam hal ini seorang yang berniaga ia dikatakan meiliki sifat fathanah manakala ia mampu mengambil keputusan yang sangat bijaksana pada perniagaanya. Sifat fathanah yang dimiliki oleh seorang pengusaha atau pedagang, pastilah akan berdampak kemajuan pada usahanya. Karena dari fathonah akan menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi pada usaha yang dimilikinya.

Kendatipun demikian, sifat amanah dalam berniaga tidaklah muncul begitu saja, oleh karena itu Islam menekankan pentingnya menuntut ilmu (dasar hukum menuntut ilmu baca di sisi).  DSalam hal ini orang yang ingin sukses haruslah disertai dengan belejar dan terusa belajar dalam perniagaanya. Belajar dari kegagalan yang pernah ia alami dan kemudian bangkit menjadi lebih baik lagi.


Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:


REF:
Ali Sumanto Alkindi, 1997. Bekerja Sebagai Ibadah, Solo: CV.ANEKA Al-Bukhari Imam, TT. Sahih Bukhari; Kitab Al-Buyu’ Bab Kasbu Ar-Rajul Wa Amalihi Biyadihi 
Hambal, Ahmad, TT. Musnad Ahmad; Kitab Musnad Al-Makkiyyin, Bab Hadits Abi Burdah Bin Nayyar

0 Komentar:

Post a Comment

Dapatkan Artikel Kami Gratis

Ketik email Anda di sisi:

Kami akan mengirimkannya untuk Anda

Quality Content