MENCINTAI RASULULLAH
Sahabat
syariatkita, sebagaimana kita ketahui bahwa di kalangan kaum muslimin khususnya
di Indonesia (red. Nahdiyyin), banyak yang menggelar acara maulid mulai dari Al-Barzanji,
Ad-Diba’i, Maulid Syaroful Anam, Maulilid Simtudduror dan lain sebagainya. Hal
ini tentunya bukan tiada dasar, melaikan bukti kecintaan mereka kepada Baginda
Nabi Agung SAW. Ekspresi bukti kecintaan tentunya bisa diterjemahkan berbeda
antara seseorang dengan lainnya. Dalam Hal ini, ekspresi kegembiraan Abu Lahab
yang disebutkan dalam kitab Madarijussu’ud atas kelahiran Baginda Nabi Agung
Muhammad SAW. Adalah dengan memerdekakan Tsuwaibah Al-Aslamiyah yang merupakan hambasahayanya.
Tidak tanggung-tanggung, Abu Lahab memerdekakan tanpa syarat apapun melainkan hanya
sebab ia memberikan kabar gembira atas kelahiran Rasulullah SAW.
Buat
mereka yang tidak sepaham dengan acara maulid Nabi, dan menganggapnya adalah
hal baru dalam agama yang tertolak, penulis perlu menjelaskan bahwa dalam hal
ibadah dikenal 2 terminologi yaitu ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Ibadah mahdhol
adalah ibadah yang sifatnya tauqifi dan di dalam nas dijelaskan cara
pelaksanaannya sebagaimana solat yang dikerjakan dalam sehari 5 kali, di
dalamnya dijelaskan pula sebagai salah satu contoh solat dzuhur adalah 4 rokaat
maka orang yang melakukan solat dzuhur sebanyak 5 rokaat atau kurang dari itu,
ini yang dinamakan muhdats dan jelas mardud atau tertolak. Akan tetapi ibadah
yang sifatnya ghoiru mahdhoh atau yang bersifat ijtihadi maka kita tentunya
harus mendasarkan pada salah satu imam madzhab dan para salafussalih terdahulu
sebelum kita.
Terlepas
dari perbedaan pandangan sebagaimana di atas, setidaknya dalam pelaksanaan maulid
setidaknya terdapat rangkaian yang merupakan aplikasi daripada perintah Allah
SWT., dan Rasulullah SAW., yang terangkum
dalam 3 poin utama yaitu:
1. Allah SWT., memerintahkan kita agar bersholawat kepada Nabi SAW.
2. Perintah berdoa
3. Perintah meneladani Rasulullah SAW.
Bagaimana
bisa dikatakan perayaan maulid merupakan bukti kecintaan kepada Rasulullah
SAW., ya jelas iya. Bagaimana tidak; 3 aspek di atas kan telah mewakili; pertama
membaca solawat kepada Nabi SAW., adalah perintah Allah SWT., (baca keteranganlengkapnya di sini), kedua doa merupakan inti ibadah sehingga dikatakan ad-du’a
u mukhhul ibadah (baca keterangan lengkapnya di sini), ketiga perintah
meneladani akhlak Rasulullah hanya dapat dilakukan manakala kita mengetahui
akhlah baginda Rasulullah SAW; karena di dalam maulid dijelaskan dengan
gamblang sifat dan akhlah Rasulullah SAW. Bagaimana bisa kita menjustifikasi
acara maulid haram orang di dalamnya membaca siroh nabi.
CINTA RASULULLAH BAGIAN DARI IMAN
Bagaimana
tidak, Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, beliau bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا
شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
“Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah
mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Az
Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah
beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya
dan anaknya."
Lebih ekstrim lagi, Imam Bukhori dalam riwayat lain menyebutkan:
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا
ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Telah menceritakan kepada kami
Ya'qub bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah dari
Abdul 'Aziz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan
telah menceritakan pula kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada
kami Syu'bah dari Qotadah dari Anas berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih
dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya."
Dapat kita pahami dari hadis di
atas, bukti keimanan kita kepada Allah SWT., selain menaruh kecintaan terhadap
Rasulullah SAW., lebih tinggi dari kecintaan terhadap orang tua dan anak juga
terhadap manusia secara umum. Artinya apa, kecintaan kita yang teramat tinggi
terhadap Rasululullah SAW., melebihi yang lain mengindikasikan keimanan kita
yang sempurna terhadap Allah SWT.
CINTA TERHADAP ALLAH DAN RASULULLAH MENDATANGKAN MANISNYA IMAN
Jika mencintai Rasulullah merupakan salah satu tanda keimanan seseorang, maka mencintai Allah dan Rasul-Nya dapat mendatangkan manisnya Iman. Apa itu manisnya iman? Manisnya iman adalah ibarat seseorang yang telah membidangi sesuatu dan mendalaminya pasti akan timbul kecintaan lebih dan menikmati sesuatu yang dicintainya tersebut. Orang yang telah merasakan manisnya imas, maka dalam melakukan ibadahnya pastilah ia akan menikmati, khusyu', merasakan Allah SWT. hadir dalam sendi kehidupannya, Allah dekat dengannya sehingga ia tidak gempar dan takut dalam mengarungi bahtera kehidupan. Sehingga berbeda jauh dengan orang yang dalam hidupnya jauh dari Allah jauh dari Rasulullah, maka dipastikan ia akan cepat mudah putus asa manakala ada terpaat dan ujian hidup, frustasi jika espektasi tidak terpenuhi sehingga kehidupannya akan jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ
بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ
قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي
قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ
كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ
لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ
أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Telah menceritakan kepada kami
Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Yahya bin Abu Umar serta Muhammad bin
Basysyar semuanya dari ats-Tsaqafi berkata Ibnu Abu Umar telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata, "Tiga perkara jika itu ada pada
seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang mana Allah dan
Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang
ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada
kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia
benci untuk masuk neraka."
Pada dasarnya kecintaan kita
terhadap sesuatu terlebih kepada Allah dan Rasulullah SAW., pastilah akan
mendatangkan perasaan simpati dan terlebih sampai pada empati terhadap yang
dicintai, sehingga orang yang mencintai akan mengupayakan segala susuatu apapun
demi yang dicintainya. Inilah ekspresi pelaksanaan maulid, kita melaksanakannya
karena murni kecintaan kita terhadap Nabi kita, menjalankan perintal Allah SWT
dan upaya meneladani perilaku beliau dengan membaca siroh dalam maulid
tersebut.
Demikian semoga bermanfaat, mungkin Anda juga tertarik dengan artikel kami yang lain:
0 Komentar:
Post a Comment