WAKAF
(syarat & rukun wakaf)
Wakaf termasuk salah satu ajaran Islam yang mengedepankan adanya
komitmen keadilan ekonomi. Begitu pula, institusi wakaf bukanlah dipandang sesebagai tempat praktek ibadah ritual, melainkan juga
memiliki dimensi sosial yang luas. Meski secara eksplisit tidak ada nas} yang
berkaitan dengan wakaf, namun banyak statemen al-Qur’an maupun al-Hadits yang
memotivasi kaum muslimin untuk melakukannya.
Di samping itu Hadits riwayat Bukhari menegaskan bahwa salah satu amal
yang akan tetap memberi kontribusi bagi pelakunya adalah ‘amal jariyah.
Ulama’ berbeda dalam mendefinisikan wakaf. Sayyid Sabiq, merumuskan wakaf sebagai menahan harta dan
memberikan manfaatnya di jalan Allah.
Taqiyuddin Abi Bakr lebih menekankan pada tujuan wakaf, yaitu menahan atau
menghentikan harta yang dapat diambil
manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk taqarrub kepada Allah.
Harta yang diwakafkan menjadi milik Allah, dan tidak boleh
dihibahkan, dijual, atau diwariskan.
Jumhur berpendapat wakaf menyebabkan ‘ain (zat) benda lepas dari
pemiliknya. Namun, kalanganulama Malikiyyah memperbolehkan wakaf temporer. Menurut mereka,
wakaf tidak menyebabkan ‘ain benda lepas dari pemiliknya. Wakif hanya terhalang
memanfaatkan benda wakaf selama masa wakafnya belum habis. Abu Hanifah sepakat dengan Malikiyyah bahwa
wakaf tidak harus mengakibatkan benda wakaf lepas dari pemiliknya.
Dari beberapa pendapat ulama’ di atas, dapat ditarik kongklusi
bahwa substansi perwakafan adalah pemanfaatan bukan pemilikan. Tidak boleh bagi
siapapun memiliki harta itu, melainkan hanya sekedar mengambil manfaat atau
hasil pengelolaannya, sedangkan benda
wakaf tetap dalam wujud atau nilainya.
Adapun rukun dan syarat wakaf menurut jumhur adalah:
1. Wāqif (pewakaf)
Wakif harus cakap melakukan tindakan hukum, maksudnya wakif
terbebas dari halangan untuk melakukan
tindakan hukum, seperti gila, atau penguasaan orang lain. H}anafiyyah
mensyaratkan wakif bukan orang yang pailit kecuali mendapat ijin dari
krediturnya. Kepailitan menghalangi
seseorang mewakafkan untuk kepentingan diluar dirinya, karena masih ada
kewajiban untuk menghilangkan kesulitan yang ada pada dirinya.
2. Mauquf bih (harta yang diwakafkan)
Sebagian fuqaha’ sepakat wakaf bersifat māl mutaqawwim yaitu harta
yang boleh dimanfaatkan menurut syari’at. Benda wakaf harus jelas batasnya,
untuk menjamin kepastian hukum dan hak
mustah}iq dalam memanfaatkan. Wakaf yang tidak jelas batasnya akan
mengakibatkan kesamaran, bahkan membuka peluang terjadinya perselisihan. Wakaf juga disyaratkan milik sempurna wakif.
Wakaf yang berada dalam penguasaan banyak orang tidak sah diwakafkan. KHI pasal
215 (1) menyatakan benda wakaf adalah milik mutlak wakif. Pada pasal 217 (3)
ditegaskan bahwa benda wakaf harus bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan
dan sengketa.
3. Mauquf ’alaih (tujuan wakaf)
Wakaf merupakan bentuk amal ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan
diri pada Allah, karena itu yang menjadi
tujuan wakaf adalah amal kebajikan yang termasuk dalam kategori qurbah. Menurut
UU 41/2004, tujuan wakaf untuk keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Pemanfaatan wakaf untuk
kemaksiatan dilarang, karena bertentangan dengan syari’ah. Sīghat wakaf (ikrar)
Sīghat adalah kata-kata atau pernyataan wakif untuk mewakafkan benda miliknya. Menurut Hanafiyyah
dan Hanabilah, ikrar wakaf tidak memerlukan qabūl dari mauquf ’alaih, baik
tujuan wakafnya tertentu atau bukan.
Hal itu karena wakaf merupakan tindakan tabarru’ atau pelepasan hak
milik, sehingga qabūl tidak lagi diperlukan. Di sisi lain,
ulama Malikiyyah, Syafi’iyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat, jika mauquf
’alaihnya mu’ayyan, maka harus dengan qabūl.
4. Nadzir (pengelola wakaf)
Umumnya fiqh tidak memasukkan naz}ir sebagai rukun wakaf. Meski
begitu ulama’ sepakat wakif harus
menunjuk nazir. Menurut Rofiq, tidak dicantumkannya naz}ir sebagai rukun
karena wakaf merupakan tindakan tabarru’. Nazir bertugas mengurus, menjaga,
menyalurkan hasil wakaf kepada mauquf ’alaih, ataupun melakukan setiap usaha
agar benda wakaf berproduksi, dan dimanfaatkan sesuai tujuan wakaf. Sebab tidak mungkin wakaf dapat produktif
apabila tidak ada pihak yang mengelolanya.
0 Komentar:
Post a Comment